SKM Bukan Susu, Pahami Bahaya Konsumsi Kental Manis Untuk Anak

Susu Kental Manis

Tahun 2018 saya pernah ikut-ikutan menuliskan opini tentang isu SKM Bukan Susu di blog ini dengan judul “Tentang Susu Kental Manis yang dihapus kata Susunya. Bim Salabim jadi apa Plok plok plok!”yang waktu itu ramai dibahas di linimassa.

Jadi apa?

Jadi Kental Manis, dong, haha..

Walau dihilangkan kata susunya, tetap saja masyarakat sudah terbiasa menyebutnya SKM, bukan KM atau bahkan Kental Manis. Gak enak aja rasanya kalau ke warung bilangnya, “Bulek, tumbas (beli) KM”

KM? KM apa? dikiranya kilometer pula.. salah paham kan?

Oke, mungkin soal penyebutan agaknya sulit kalau tanpa S, yang penting sekarang bagaimana mengedukasi orang sekitar supaya paham bahwa sebenarnya SKM Bukan Susu!

SKM Bukan Susu, Pahami Bahaya Konsumsi Kental Manis Untuk Anak

Sejarah susu kental manis di Indonesia, menurut Wikipedia, masuk tahun 1873 yang diimpor oleh perusahaan susu kenamaan. Seiring berjalannya waktu, negara kita bisa memproduksi SKM sendiri, dan entah bagaimana kemudian dalam 1 sachet SKM kandungannya terdiri dari 67% karbohidrat, 30% lemak, dan 3% protein. Padahal dalam 1 gelas susu segar memiliki kandungan 49% lemak, 30% karbohidrat, dan 21% protein

Sedangkan menurut Peraturan BPOM No. 34 Tahun 2019, SKM adalah produk susu yang memiliki karakteristik kadar lemak susu tidak kurang dari 8% dan kadar protein tidak kurang dari 6,5%

Bedanya jauh banget kaaan.. Itulah kenapa penggunaan SKM tidak disarankan untuk dikonsumsi anak-anak. Boleh digunakan asal untuk olahan makanan atau minuman seperti campuran roti, martabak, kopi atau teh

Masalahnya, di beberapa daerah, masih ada masyarakat yang menggunakan susu kental manis sebagai minuman susu balita. Kondisi inilah yang kemudian menginspirasi YAICI (Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia) melakukan edukasi gizi terhadap penggunaan susu kental manis sebagai minuman susu balita di masyarakat

Edukasi yang dilakukan oleh YAICI tak melulu pendekatan orang tua saja, tetapi juga terhadap anak-anak dengan langsung terjun ke lapangan mendatangi PAUD dan mengadakan kegiatan menarik, salah satunya mendongeng

Masalah Gizi Buruk dan Balita Stunting

Data Dinas Kesehatan Jawa Timur yang diperoleh dari pencatatan elektronik dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM) di 38 kabupaten/kota di Jatim tahun 2019 tercatat sebanyak 344.019 balita menderita stunting atau gizi buruk dengan jumlah tertinggi pertama dan kedua adalah Sidoarjo dan Banyuwangi

Blusukan YAICI di Sidoarjo
Blusukan YAICI dan Muslimat NU di Sidoarjo

Minggu, 6 Maret 2021, saya mengikuti blusukan bersama YAICI yang bekerja sama dengan Muslimat NU Sidoarjo meliput kondisi masyarakat yang mengalami gizi buruk terutama yang masih mengkonsumsi susu kental manis sebagai minuman minuman susu dan diberikan untuk anak-anak

Dijelaskan oleh dr. Hj. Erna Yulia Soefihara, Ketua Bidang Kesehatan PP Muslimat NU bahwa gizi buruk merupakan salah satu penyebab anak stunting.

Stunting sendiri adalah kondisi gagal tumbuh yang terjadi pada anak usia balita yang disebabkan karena kurangnya konsumsi makanan bergizi saat dalam kandungan. Faktor lainnya disebabkan oleh sanitasi, pola makan dan pola asuh.

Sering kita lihat ada ibu-ibu yang sebelum menyusui anaknya tidak mencuci tangannya terlebih dahulu. Ada juga Ibu yang membiarkan anaknya bermain tanah lalu menyentuh makanan tanpa lebih dulu diarahkan membersihkan tangan. Meski tampaknya sepele, kebiasaan demikian harus diedukasi supaya tidak terjadi penularan penyakit

Untuk mencegah terjadinya stunting, sangat penting bagi pengantin baru yang sedang mempersiapkan kehamilan memahami tentang asupan nutrisi makanan untuk kesehatan ibu dan calon bayi. Lebih penting lagi adalah pemberian Asi eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan 2 tahun.

“Ketika memberikan susu formula, nggak harus beli yang mahal, banyak susu murah di pasaran, asal bukan susu kental manis” tekannya

Dalam kesempatan itu, Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat, SE., MM, juga menyampaikan survey terhadap persepsi masyarakat terhadap kental manis di Jawa Timur, NTT, dan Maluku, yaitu 1 dari 7 balita minum SKM/KKM setiap hari, sementara 8% memberikan > 1 gelas/hari. Sementara itu 24% Ibu tidak tau SKM berbahaya untuk balita

YAICI dan Muslimat NU

Blusukan Kampung Sidoarjo bersama YAICI dan Muslimat NU

 

Minggu siang itu saya bersama rombongan menuju Jalan Gajah Mada Panjunan untuk menemui adik Zahra yang mengidap Cerebral Palsy. Diketahu, pada usia 3 tahun Zahra mengalami demam tinggi. Saat itu Zahra tidak langsung dibawa ke dokter, 3 bulan kemudian dokter menyatakan Zahra mengalami Cerebral Palsy.

Pengakuan sang Ibu, Zahra mendapat Asi selama 3 tahun dan imunisasinya lengkap. Hanya saja diakui kalau saat hamil kurang memantau perkembangan janinnya.

Usai menjenguk Zahra, perjalanan kami dilanjutkan menuju jalan Merpati, Larangan, Sidoarjo untuk bertemu dengan Alvino.

Alvino berusia 3 tahun. Sekilas sih seperti anak normal, masalah yang dialami adalah tidak mau makan nasi. Lepas dari Asi, Alvino memang dikasih susu formula, sejak itu Ia lebih suka jajan dan makan-makanan yang manis.

Ketika disodori SKSM sachet, Alvino menunjuk kemasan berwarna cokelat

SKM Bukan Susu

Mengapa kental manis bahaya diberikan kepada anak-anak?

Sebab kandungan gulanya sangat tinggi yang menyebabkan anak-anak cepat kenyang sehingga tidak mau menikmati makanan lain yang lebih banyak kandungan nutrisinya. Efek buruk bagi mereka adalah ancaman mengidap penyakit kronis seperti diabetes, jantung atau stroke.

Kesimpulannya, Susu Kental Manis merupakan produk pelengkap makanan dan tidak dianjurkan diseduh dengan air lalu diminum, apalagi sampai dikonsumsi setiap hari. Jangankan buat anak-anak, buat orang dewasa SKM juga tidak disarankan. Ingat yah, karena SKM bukan susu!

You Might Also Like

Leave a Reply