Trilogi Linimassa, kekuatan teknologi dan internet

Linimassa.. Linimassa.. Linimassa.. ada dimana-mana

Awal bulan Februari lalu saya banyak menemukan Hestek #TrilogiLinimassa bersliweran di Twitter. Linimassa? Apa itu? Sungguh saya buta tentang ini.

Makin heran membaca kicauan teman-teman dari berbagai penjuru tanah air yang mengkumandangkan Nobar film Trilogi Linimassa. Mulai dari Samarinda, Semarang, Magetan, Madura dan lain-lain. Lantas saya berpikir apakah sedang diadakan event nobar raya disuatu tempat sehingga teman-teman diberbagai daerah saling me-RT dan replay antar satu sama lain. Tapi dimana tempatnya? Sepengetahuan saya bila ada event besar semacam Pesta Blogger atau Blogger Nusantara pasti ada yang woro-woro di Facebook, blog atau semacamnya. Namun kali itu saya betul-betul ketinggalan informasi.

Rupanya, setelah saya cari tau, ternyata memang diadakan nobar secara serentak film Linimassa 3 di 50 lokasi seluruh penjuru tanah air. Oh.. begitu..

Wah pasti seru dong ya kopdar sambil nobar.. pakai live tweet segala, lagi! Berasa 50 kota menjadi gedung bioskop yang penontonnya semua blogger.

Berikut ini Live Streaming Launching Film Trilogi Linimassa di SMK TI Airlangga kota Samarinda

Nobar Trilogi Linimassa di Samarinda. Foto milik @smkti
Nobar Trilogi Linimassa di Samarinda. Foto milik @smkti
Nobar Trilogi Linimassa di kota Magetan
Nobar Trilogi Linimassa di kota Magetan. Foto milik @kotamagetan

Etapi kenapa Surabaya sepi senyap adem ayem aja sih. Mana suaranya arek Suroboyo? Tidak mendapat ‘jatah’ nobar film Linimassa kah?

Oh, ternyata Surabaya juga mengadakan acara serupa. Tapi saya dapat infonya telat. Itupun saya taunya ketika iseng-iseng nyecroll timeline dengan #TrilogiLinimassa, penasaran masak iya Surabaya gak dapat jatah.

Supaya ke-kepoan saya terjawab, maka browsinglah saya di youtube Interet Sehat. Alhamdulillah dapat film Linimassa 2, Linimassa 3 dan Terpenjara di udara. Sayang film Linimassa 1 nya tidak saya dapatkan linknya. Ya udah gakpapa yang penting sedikit banyak saya mengerti apa itu film Linimassa.

Film Linimassa dari kacamata saya adalah sebuah film dokumenter yang dipersembahkan oleh ICTWatch dan WatchDoc sebagai bentuk apresiasi perkembangan internet di Indonesia. Film ini sungguh luar biasa bagi seorang onliner seperti saya sebab ide yang dimunculkan pembuatan film ini sangat tidak terduga. Terdiri dari 3 seri yaitu Linimassa 1, Linimassa 2, dan Linimassa 3 yang kemudian disebut menjadi film dokumenter Trilogi Linimassa.

Pada tayangan film Linimassa 2 siapa sangka kalau kerusuhan Ambon yang terjadi pada 11 September 2011 ternyata kejadian nyatanya jauh dari kehebohan yang ditayangkan dimedia? Itu diakui langsung oleh seorang pemuda bernama Almas. Diwawancarai oleh seorang penyiar radio bernama Manda, Almas mengaku bahwa kerusuhan Ambon tidak seseram yang dipemberitaan sehingga memunculkan kesan bahwa Ambon rawan konflik.

Selain kebenaran berita yang berbanding terbalik dengan pemberitaa media televisi, Linimassa 2 juga menayangkan Komunitas Radio Primadona FM yang ada di Lombok dimana dengan adanya radio, warga tak perlu menunggu berita datang sebab masyarakat sendirilah yang menjadi pewartanya.

Yang membuat saya terkesan dan hampir tak percaya saat ditayangkan sebuah Kampung Cyber di Yogjakarta. Di kampung Cyber itu 1 Rukun Warga berjumlah 141 warga terdiri dari 41 Kepala Keluarga dimana hampir 90%nya adalah pengakses internet aktif.

Ada juga seorang anggota Komunitas Emak-emak Blogger yang berusia 72 tahun. Siapa lagi kalau bukan Bunda Yati Rahmad.. Bunda Yatii.. selamat ya Bunda jadi artis film sekarang hehe..

Kesimpulan yang saya dapat tentang film Linimassa 2 ini adalah efek internet yang bombastis. Seperti quote yang saya dapat dari film itu:

Hari ini orang-orang diseluruh pelosok nusantara dengan cara yang murah telah memilih teknologi menjadi berkah. Bukan bencana.

Sedangkan tayangan film Linimassa 3, berisi tentang peranan internet yang difungsikan sebagai ajang Kemanusiaan, Perempuan, Lingkungan, Keragaman dan Pendidikan.

Ada 5 judul cerita yang diangkat dalam film itu:
1. Darah untuk Aceh.
Judul ini mengangkat kehebatan internet dalam membantu masyarakat Aceh yang menderita Thalassaemia sehingga mereka mendapatkan bantuan darah dari seluruh penjuru tanah air.

2. Satu mug beras untuk ROKATENDA. Letusan gunung Rokatenda yang terjadi beberapa tahun lalu telah menyengsarakan penduduk Sulawei sehingga mereka membutuhkan banyak bantuan. Atas inisiatif komunitas blogger disana mereka kemudian memanfaatkan internet sebagai media mendapatkan bantuan dana salah satunya dengan mengumpulkan satu mug beras.

3. Omah Kendeng. Omah Kendeng, Jawa Tengah dulunya sebuah sebuah desa yang subur dengan lahan persawahan. Semenjak digunakan sebagai tambang batubara sawah-sawah mereka menjadi rusak disebabkan tanah yang mengandung lumpur. Lagi-lagi internet difungsikan sebagai media menyampaikan berita agar ijin pertambangan batubara dicabut.

4. POSO Bangkit. Kerusuhan Poso yang memakan korban 5000 jiwa, kini telah bangkit. Dengan fasilitas internet perempuan mulai diberdayakan. Dari mulai belajar disekolah hingga bertanam dikebun sampai membuat pupuk sendiri. Hasilnya mereka jual melalui social media online.

5. Samarinda Menggugat. Sama seperti Omah Kendeng, Samarinda juga bermasalah dengan pertambangan dan banjir.

Film Linimassa adalah film inspiratif. Dengan durasi 52 menit, film Linimassa membuka mata dan hati kita semua. Dibalut kesan senatural mungkin berpadu kejujuran informasi menjadi kekuatan tersendiri. Film ini seolah membuka mata bagi kita semua bahwa internet adalah sahabat masyarakat yang jaringannya amat luas sehingga informasi yang didapatkan menjadi komplek, berimbang serta tidak menguntungkan sesuatu pihak.

Selain Trilogi Linimassa, ICTWatch dan WatchDoc juga mempersembahkan film berjudul Terpenjara di Udara. Film ini mengangkat tentang betapa carutmarutnya berita informasi dimedia yang hanya menonjolkan rating serta mengandalkan politik kekuasaan. Bikin penasaran banget, kan?

Ini cuplikan video trailer film Linimassa 3

 

Baik sama tetangga, pengajuan kredit di ACC

Tadi siang ketika duduk-duduk didepan rumah Ibu saya didatangi seorang laki-laki. Penampilan laki-laki itu biasa layaknya orang lewat. Berjaket, berambut gondrong ikal setengah kemerahan. Dengan sopan laki-laki itu bertanya kepada Ibu saya:

“Nuwun sewu, Bu. Ndherek tanglet (numpang tanya) rumah yang dipojokan gang yang berpagar hijau itu rumahnya Bu Fulan sendiri ya?”

Ibu saya yang sedang membersihkan daun pisang menoleh lantas berpikir sejenak. Mungkin heran kenapa tiba-tiba ada orang datang dan ujug-ujug menanyakan status rumah orang.
Masih berpikir Ibu saya bertanya balik, “rumah pojokan yang mana Mas?”

Kebetulan saat itu saya sedang nonton TV didalam. Dari kaca riben saya bisa memperhatikan penampilan orang asing itu dan mendengarkan pembicaraan secara seksama. Sama seperti Ibu, saya juga berpikir, rumah pojokan gang berpagar hijau itu yang sebelah mana..

Mendengar beberapa kali obrolan antara Ibu dan laki-laki itu tampaknya belum juga menemukan rumah mana yang dimaksud, dan Bu Fulan siapa yang dimaksud. Untuk membantu Ibu sekaligus memperjelas obrolan akhirnya saya ikutan nimbrung.

“Nik, rumah pojokan gang yang pagarnya hijau itu rumahnya siapa?” tanya Ibu begitu melihat saya keluar.

“Rumah Bu Felani (bukan nama sebenarnya) mungkin, Bu”
“Yang suaminya sudah meninggal” tanya si Mas menambahkan keterangan.
“Oh, iya rumahnya Bu Felani itu Bu..” kata Saya
“Emang rumahnya Bu Felani, pagarnya hijau?” tanya Ibu.
“Kalau tidak salah ingat, Iya..”

Agar makin jelas si Mas menunjukkan ke saya “Sini deh Mbak, saya tunjukkan rumahnya..”

Saya dan Laki-laki itu berjalan ke arah tengah gang untuk melihat posisi rumah yang dimaksud. Dan memang benar yang dimaksud laki-laki bernama Bu Fulan ya Bu Felani itu. Kebetulan jarak rumah saya dan rumah Bu Felani agak jauh tapi masih lingkup satu RT.

Sambil berjalan balik saya lantas menebak-nebak maksud kedatangan laki-laki ini. “Mas, surveyor, ya?” tanya saya.

“I.. Iya Mbak..” jawabnya gagap. Mungkin salah tingkah karena saya bisa menebak maksudnya. Padahal mestinya identitas surveyor tidak boleh diketahui orang lain, lebih-lebih tetangga yang akan ditanyai. “Mbak kok tau?” tanya Mas itu lagi.

“Ya.. sekedar tau” jawab saya sambil senyum misterius. “Surveyor Adir*?” tanya saya lagi.
Tampaknya pertanyaan yang kedua ini membuat Masnya lumayan kaget. Terlihat dari raut mukanya yang memerah. Senyumnya pun tampak kalau salah tingkah. “Emang Bu Felani mau kredit laptop, Mas?” lagi-lagi pertanyaan saya menghunjamnya.

“Iya Mbak..” mukanya makin memerah. “Kok Mbak tau semuanya?”
“Yah.. sekedar tau aja Mas..” jawaban yang saya kasih masih sama.

Sebetulnya saya sudah tau sejak awal kalau dia itu surveyor. Dari pertanyaan pertama yang ditanyakan ke Ibu tentang status rumah Bu Felani itu sudah cukup menjawab kalau dia itu sedang menyurvei calon pengaju kredit.

Dan kesempatan inilah yang akhirnya menjawab pertanyaan saya selama bekerja di toko komputer dulu yang juga melayani kredit melalui leasing. Bukan ingin menjelekkan prosedur suatu leasing namun yang menjadi keheranan saya adalah cara surveinya.

Cara survei leasing Adir* ini tidak dengan mendatangi rumah pengaju kredit akan tetapi mereka bertanya kepada tetangga sekitaran rumah. Tentang status rumah sang pengaju kredit, pekerjaannya apa, punya anak berapa, dan lain-lain dengan bahasa halus ala orang ngobrol sehingga lawan bicaranya tidak sadar bahwa si surveyor ini sedang mengorek keterangan tetangganya sendiri. Dan karena saya tau kalau dia surveyor, pertanyaan-pertanyaannya saya jawab tentang yang baik-baik mengenai Bu Felani dengan tegas. Itu saya lakukan supaya pengajuan Bu Felani disetujui. Dan untung begitulah adanya meski sebetulnya saya tidak kenal-kenal banget siapa Bu Felani. Andai satu kata saja saya melontarkan kalimat meragukan, bukan tidak mungkin Surveyor itu me-reject. Sebab saat bertanya surveyor tak hanya mencari jawaban, tetapi juga gelagat yang diberi pertanyaan.

Meski tidak pernah secara langsung terlibat dengan surveyor kredit elektronik tapi saya hanya mengaitkan pengalaman yang lalu-lalu. Seperti yang sudah-sudah, selama bekerjasama dengan leasing ada banyak kejadian tidak mengenakkan yang saya temui. Kejadian yang mestinya hubungan antara leasing dan customer, mau-tidak mau pihak toko turut terlibat juga. Salah satunya adalah customer yang telpon marah-marah karena pengajuan kreditnya tidak ada kabar sama sekali. Di ACC atau di reject. Sebagai pihak toko, saya pikir itu tugas leasing memberi info ke customer, ternyata tidak, kalau pengajuan customer reject, maka customer sama sekali tidak diberitau.

Sebagai penjual, tentunya saya juga ingin semua customer di ACC. Agar saya tau status-status customer, melalui sales leasing saya selalu minta hasil surveinya. Dari situlah saya dapat jawaban ACC/Rejectnya customer. Sebagai pelayanan maka tugas saya merangkap memberi info status kepada customer. Kasihan kalau mereka menunggu lama yang kemudian ternyata DITOLAK!

Yang jadi permasalahan adalah customer selalu marah-marah kalau saya kabari bahwa pengajuannya direject. “Lho kok bisa reject, lha wong saya belum disurvei kok direject!” begitu selalu. Jelas dan wajar jika customer marah, nyatanya memang mereka tidak pernah disurvei dan tau-tau pengajuannya ditolak. Siapa yang gak sakit hati? Kecewa pasti.

Jadi, buat teman-teman yang mau, atau akan mengambil kredit melalui leasing, seperti itulah gambaran kerja surveinya. Dan pelajaran moral yang bisa dipetik disini adalah berbaik-baiklah sama tetangga, siapa tau suatu saat nanti ada surveyor datang dan mengorek keterangan tentang kalian. Sst.. siapa tau yang survei ternyata calon mertua 😀

Gong Xi Fa Cai HPku..

Menurut berita yang saya dengar, konon sebentar lagi Samsung baru akan merilis smartphone S5, yakni type diatas smartphone keluaran Samsung sebelumnya, S4.

Dan ngomong-ngomong, sebelum Samsung menggelontorkan smartphone S5nya ke Indonesia saya malah sudah punya smartphone 5S duluan. Baru beli hari minggu kemarin.

Ini nih penampakannya..

Smartphone 5S punya saya
Smartphone 5S punya saya

Tapi cukup dari situ saja ya penampakannya, karena kalau dibalik penampakannya jadi seperti ini..

Advanc

Hehehe hardcasenya ada tulisan Advan.

Ketika memutuskan beli smartphone ini saya tertarik dengan layar sentuhnya yang lembut dan nyaman. Sangat berbeda jauh dengan layarnya Andromax-i yang pernah saya punya (Ngomong-ngomong Andromax-i nya sudah saya jual, lumayan tinggal nambah 300ribuan sudah dapat hp baru layar 5’)

Walaupun smartphone ini masuk dalam kategori merk yang beberapa hari lalu usai merayakan Imlek (eh tapi bukan Advan aja deh yang merayakan Imlek, ada banyak merk lain yang juga merayakan Imlek *modus nyari relasi supaya gak sendirian pegang HP merk minoritas*) akan tetapi spesifikasinya lumayan mumpuni. Layarnya 5’, kamera belakangnya 5MP, dan memiliki 2 slot GSM.

Sebelum membeli Advan 5S ini awalnya saya tertarik dengan Samsung Grand Duos. Dan setelah dipikir-pikir harga merk ini mahal buanget, 3 juta lebih! Kalau dipikir-pikir daripada duit 3 juta saya belikan henpon, mendingan saya belikan yang lain.. beli lensa kamera, barangkali. Atau flash kamera.. hmm kayaknya beli laptop aja deh buat Suami biar kalau mau pakai gak gantian. Padahal mah duitnya nggak sampai 3 jeti, daripada lumanyun mendingan beli yang murahan aja.. hehe

Saat memutuskan beli apa nggak, itu juga termasuk kegalauan tersendiri. Masalahnya saya belum pernah pakai produk merk ini. Setau saya produk Advan itu dulunya merk accesories komputer yang terkenal dengan TV Tunner dan monitor tabung. Biar bagaimana saya dulu juga pernah jualan kedua produk ini. Alhamdulillah sampai garansi habis kedua produk merk Advan ini baik-baik saja. hampir-hampir tak ada customer yang komplain. Seiring perkembangan pasar, merk Advan mulai merambah dunia elektronik digital seperti notebook, tablet dan smartphone.

Dan supaya keyakinan saya kuat, sengaja saya belinya di Pameran dimana biasanya ada demo produk barangnya. Setelah utak-atik sebentar dan merasakan kenikmatannya, baru saya putuskan membeli. Harganya lumayan terjangkau sih untuk smartphone berprocessor  Dual Core 1.3 GHz dengan Android JellyBean 4.2.

Di brosur tercetaknya harga Rp. 1.199.000, ditawar-tawar akhirnya kena tidak sampai 1,1 juta, itupun masih dapat hadiah hardcase, bolpoint, cardreader dan mug yang ada foto saya.

Setelah dipakai beberapa saat, enak juga ternyata pakai HP China. Sudah harganya murah, spesifikasnya lumayan juga..

Mumpung masih dalam suasana Imlek, saya ucapkan selamat aja deh buat HP China, semoga selalu sukses menemani saya.. Gong Xi Fa Cai 😀

Konten Marketing sebagai tangan panjang pelaku usaha

Pernah nggak teman-teman menulis ulasan suatu produk?

Atau pernah nggak teman-teman merasakan produk tertentu dan kemudian menuliskan hasil pengalaman itu dalam blog?

Yap, dengan kata lain mereview produk!

Sengaja atau tidak sengaja seorang blogger pasti pernah mereview sesuatu. Tentang apa saja. Baik itu produk, jasa, makanan, tempat makan, tempat wisata atau apa saja. Contoh gampangnya saat kita jalan-jalan dan mengunjungi sebuah tempat wisata. Saking kagumnya dengan tempat wisata tersebut sepulang dari jalan-jalan blogger akan langsung post di blog tentang apa saja yang dilihat, dirasakan, dan pengalaman yang didapat disana.

Saya yakin ketika disebuah tempat wisata, blogger-terutama blogger travelling akan mencatat, setidaknya menghapal rute menuju ke sana sekaligus harga tiket dan fasilitas yang didapat. Dari sini saja postingan itu sudah bisa disebut dengan konten marketing, walau mungkin judul dan kategorinya masuk dalam wisata.

Atau contoh lain yang sering dialami blogger yaitu job review. Nah.. kalau ini mungkin lebih mudah memahaminya..

Dalam job review seorang blogger tidak diwajibkan merasakan dan mencoba dulu apa yang sedang ditulisnya. Sebab ini terkait dengan pekerjaan dan fee yang diterima. Namun bukan berarti blogger melakukan kebohongan publik sebab dalam tulisan blogger hanya menyampaikan pesan-pesan sponsor yang ada didalamnya.

Secara singkat arti konten marketing adalah tulisan yang ditulis seorang blogger dengan merujuk pada hal-hal yang berkaitan dengan perdagangan atau jasa. Dalam penulisan konten marketing ini blogger bebas berkreasi. Kecuali job berbayar dimana blogger sudah memiliki ikatan kontrak dengan pihak-pihak tertentu sehingga dalam tulisan blogger wajib mengikuti persyaratan yang diajukan.

Mengapa konten marketing berhubungan dengan blogger?

Dewasa ini jumlah blogger di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan ini seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna social media di internet. Hal inilah yang memicu pelaku usaha untuk meminjam tangan blogger sebagai media promosi usahanya.

Cara ini sangat eektif sebab kedua belah pihak sama-sama diuntungkan. Blogger mendapat fee, pelaku usaha mendapat feedback dari pembaca.

Jadi, siapkah teman-teman blogger membuat konten marketing?

Sehari tanpa gadget: Biasa aja lagi..

Bila bicara gadget pikiran saya langsung melayang ke tahun 2003, tahun pertama saya punya HP. Ketika itu ragam HP masih monochrome. Belum warna seperti sekarang. Menu yang ditampilkan masih standart telp, SMS, dan permainan yang.. yah jauh bedalah kalau dibanding candy star. Walau candy star sendiri termasuk mainan gampangan. Tapi ngangeni looh 😀

Candy Star yang ngangeni itu. Gambar dari sini
Candy Star yang ngangeni itu. Gambar dari sini

Masa berubah. HP berganti menjadi smartphone canggih yang bisa dipakai buat buka sembarang. Telpon, SMS, Ngegame, Chatting, Browsing, Download sepuasnya. Hampir mirip seperti fitur komputer.

Tapi bukan Yuni namanya kalau kemana-mana pegang HP. Walaupun sudah punya HP yang bisa dipakai online setiap saat tapi seorang Yuni masih belum secaggih smartphonenya.

Disaat teman-teman asyik BBM-an, saya malah gak mau pakai BB. Disaat teman-teman sibuk chatting pakai HP, saya malah buka laptop pasang modem. Daaan… disaat semua orang sudah ngetwit ribuan kali hingga memiliki follower ratusan bahkan ribuan, saya masih sedang belajar mendalami karakter si burung biru ini. Duh, alangkah ngenes hidupmu, nduukk..

Ngetwit cuma buat daptar GA :D
Ngetwit cuma buat daptar GA 😀  Difolo-difolo 😛

Jujur, akhir-akhir ini saya sering merasa galau sendiri melihat banyaknya sosial media yang saya ikuti. Ditambah banyaknya grup yang bermunculan sehingga membuat diri saya seolah semakin lama semakin ditimbuni kata-kata status. Saya jadi bingung menempatkan diri saya. Disisi lain saya ingin mencari tambahan ilmu dan berbagi bersama teman-teman grup, namun disisi lain saya juga harus mengupdate blog sembari Blogwalking. Jangankan buka twitter, buka facebook aja bisa 2-3 jam-an. Belum ngedraft postingan. Lalu BW. Trus kapan makannya? Kapan pacarannya?
Untung saya gak punya BB, coba ada mungkin saya sudah nungging-nungging saking pusingnya

Sebetulnya kalau dibilang penting, sosial media itu penting. Andai saya punya laptop yang layarnya super lebar, mungkin saya akan membuka semua aplikasi sosial media, dimana ditiap sosial media yang terbuka itu saya pasangi robot hasil kloningan otak saya sehingga mereka bisa memasang status dan komentar seperti mau saya.

Tetapi karena keterbatasan jari, otak dan waktu, maka lebih baik saya pasif aja. Memiliki gadget dipakai sekedarnya saja. kembali ke niat awal gadget sebagai alat komunikasi praktis. Yang penting saat butuh dihubungi saya ready.
Mending gitu kan dari pada semua akun sosmed di punyai tapi ketika dibutuhkan gak ada respon sama sekali.
Seandainya suatu hari nanti ada pencanangan Hari tanpa Gadget seperti yang di hayalkan Mbak Iyha, saya adalah orang pertama yang ngacung tinggi-tinggi.

Lalu apa yang saya lakukan jika sehari tanpa gadget?

1.Biasa saja. Emang sudah biasa gak ada gadget. Kalau gak ingat batere habis, saya biarkan aja dia dibawah bantal sebagai pengganti alarm
2. Baca buku. Ini paling penting. Secara saya hobi beli buku tapi kurang hobi baca buku. Setidaknya jika tidak ada gadget waktu luang saya lebih banyak saya habiskan untuk menyelesaikan buku-buku yang sudah lama dibeli dan hingga sekarang masih jadi pajangan.
3. Jalan-jalan. Ini yang paling saya suka. Secara di Surabaya banyak bermunculan hal-hal unik yang tak terduga. Beberapa kali saya keliling kota bersama suami, disaat itu pula lah tanpa sengaja saya ketemu sama Bu Walikota. Terkadang ditengah perjalanan saya mampir sebentar disuatu tempat untuk melihat pertunjukan reog ponorogo atau jaran kepang yang kami temui tanpa sengaja.
4. Main Monopoli dan ular tangga sama keponakan. Hoho… mainan ini favorit banget. Apalagi kalau yang main 3-4 orang. Bangkrut-bangkrut deh, habis uang dikenai pajak sana sini 😀
5. Ngumpulin koran sebanyak-banyaknya lalu mengkliping sesuatu yang menarik. Seperti cerpen, cerbung, dan cerita unik lainnya untuk dijadikan referensi penulisan. Satu lagi, resep dan foto masakan. Kayaknya ini penting banget buat pegangan hidup saya nanti jika sudah jadi orang 😛
6. Yang terakhir saya akan berdoa lama agar saya diberikan kecerdasan otak buat berpikir lebih melebihi kecerdasan otaknya smartphone hehe..

Mobile Internet, Trend baru pengaruh tumbuhkembang anak serta peran Ibu dalam mengatasinya

Trend Mobile Internet diibaratkan sebuah medan magnet yang dapat menggaet siapapun. Kekayaan aplikasi serta fiturnya membuat siapa saja saling tertarik mendekatkan diri kesana. Semuanya klop, bak pepatah jawa: tumbu ketemu tutup. Aneka informasi dan hobby bisa ditemukan hanya dengan ‘tarian jemari’. Beragam aplikasi, berpuluh social media serta konten-konten pembunuh senggang bak berkeliaran dimana-mana. Terasa semua itu lengkap digenggaman.

Aktifitas online menggunakan smartphone kian hari kian marak. Kemudahan akses membuat pengguna yang biasa online dengan PC Komputer pelan-pelan mulai ditinggalkan. Saking mudahnya bila satu jam saja jauh dari gadget hidup terasa kurang. Chatting bersama teman yang berada nun jauh disana lebih mengasyikkan ketimbang berbicara dengan teman sebelah. Jadi bukan keheranan lagi manakala melihat sebuah keluarga duduk dalam satu meja di sebuah tempat makan tetapi mereka tak saling bicara, mereka lebih asyik dengan gadgetnya masing-masing.

Pengaruh Internet  dan kebiasaan buruk Orangtua

Perkembangan dunia internet bak virus yang menyebar tanpa mengenal usia di era mobilisasi ini. Keberagaman social media dan konten yang menyerap berbagai macam informasi seolah makanan instan yang setiap saat setiap waktu dapat di nikmati, walau tentunya menyimpan efek negatif bila terus-terusan dikonsumsi. Laki-laki, perempuan, tua, muda, juga anak-anak tak ketinggalan menerjunkan diri serta berselancar merasakan sensasi dunia maya. Ditambah banyaknya gadget murah dipasaran dianggap sebuah keuntungan bagi konsumen.

Tablet, gadget, smartphone dan apalah namanya kini bukan lagi dianggap barang mewah. Hampir semua orang memiliki gadget. Tak terkecuali anak-anak. Alasan orang tua membekali gadget anak adalah supaya mudah dihubungi dan menghubungi.

Namun seiring munculnya smartphone yang dianggap lebih pinter daripada ponsel biasa membuat orang tua berbondong-bondong membekali anak-anaknya. Hal itu membuat alasan kemudahan hubungan menjadi melebar, ditambah lagi guru-guru disekolah si anak sering memberi tugas melalui email maka lengkaplah sudah alasannya. Orangtua merasa lebih nyaman bila anak-anak memegang gadgetnya sendiri. Harapannya supaya tak mengganggu kesibukannya sehari-hari juga si anak lebih mandiri dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah.

Tetapi, bukan anak-anak kalau tak memiliki akal pintar. Ajang coba-coba dan rasa ingintaunya lebih besar dibanding sekedar mengerjakan tugas sekolah. Di sela-sela waktunya mereka bisa membaca berita, mencari informasi, download game terbaru, hingga membuka situs-situs yang seharusnya belum boleh dibuka oleh mereka. Lebih-lebih ada jejaring sosial yang membuat anak ingin menjalin pertemanan dengan banyak orang.

Perkembangan inilah yang akhirnya membuat peran ibu sebagai orangtua terdekat anak-anak harus menunjukkan eksistensinya.

Kebiasaan anak dalam berinternet perlu diwaspadai. Tak jarang para orangtua membiarkan anaknya berlama-lama dengan internet dengan harapan mereka memahami kecanggihan teknologi baru supaya nantinya mereka tidak gagap teknologi. Sebab masih banyak orangtua yang belum mengerti benar apa itu internet sehingga mereka berharap anak nya lah yang harus lebih pintar dari orangtuanya. Sebaliknya, bila Orangtua yang kecanduan internet, anaknya yang akhirnya menjadi korban. Disaat orangtua sibuk dengan smartphonenya, si anak dibiarkan bersama pengasuh. Atau malah orangtua memberinya gadget supaya mereka punya kesibukan sendiri

Sayang disayangkan sikap orangtua seperti ini. Padahal sikap ini secara terang-terangan telah menyuruh  anak untuk menutup diri dari lingkungannya. Orang tua tidak tau bahwa keasyikan anak-anak menggunakan gadget berdampak buruk pada kehidupannya secara nyata. Kalau dibiarkan terus menerus si anak bisa mengalami ketergantungan. Mereka akan marah bila tak ada gadget disampingnya. Karena keasyikan online mereka bisa lupa waktu makan, lupa tidur, bahkan malah lupa mengerjakan PRnya.

Riset membuktikan Trend Mobile Internet menjurus ke anak-anak

Menurut riset Unicef tahun 2012 yang disampaikan oleh Shita Laksmi pada Talkshow Dari Perempuan dengan Topik “Peran Orangtua mengatasi Trend Mobile Internet terhadap perkembangan anak” yang digelar pada 5 Juli 2013, di 1/15 Coffee Gandaria – Jakarta, Penggunaan PC sangat rendah dibanding penggunaan teknologi mobile dan social networking.

Sangat masuk akal, anak-anak lebih senang online menggunakan gadget karena dirasa keberadaan gadget lebih privasi. Mereka bisa bebas melakukan apa saja tanpa dilihat, dibaca dan diperhatikan orang disekelilingnya. Lihat saja bagaimana interaksi mereka bila sudah facebook-an  atau twitteran, terlebih jika sudah memiliki banyak follower. Mereka seperti lupa dengan dunia nyatanya. Hal ini sedikit banyak merubah gaya hidup serta kebiasaan perilaku sehari-harinya. Mereka menjadi asyik dengan dunianya sendiri.

Berbeda dengan PC, fitur yang minim serta layarnya yang lebar membuat anak-anak agak kesulitan ‘menebarkan pesona’nya. Salah satu alasannya takut dibaca orang tua atau saudara. Kegiatan inilah yang akhirnya membuat pengawasan orangtua menjadi terbatas.

Hampir sama dengan Riset Unicef,  Survei Norton pada 2010 juga menyatakan 96% anak Indonesia memiliki pengalaman buruk di Internet seperti pornografi, kekerasaan, perjudian serta konten-konten negatif.

Para perempuan yang antusias menyimak nara sumber, semua ini mereka lakukan demi menyerap ilmu untuk diaplikasikan kepada anak-anak. Sumber foto: Facebook Dari Perempuan
Para perempuan yang antusias mengikuti TalkShow, semua ini mereka lakukan demi menyerap ilmu untuk diaplikasikan kepada anak-anak. Sumber foto: FB DariPerempuan

Kesalahan-kesalahan yang dilakukan sebagian besar anak-anak Indonesia ini menurut hemat saya tak bisa sepenuhnya di limpahkan ke mereka, ini semua bisa terjadi juga disebabkan kelalaian pengawasan orangtua. Kurangnya komunikasi serta sedikitnya interaksi membuat mereka jauh dari pengamatan. Biasanya alasan utama yang dikatakan orangtua adalah sibuk hingga mereka tak memperhatikan kuantitas dan kualitas obrolan.

Peran Perempuan mengatasi Trend Mobile Internet

 Dari sekian banyak kasus penyalahgunaan internet, sebagian besar perempuan menjadi korbannya. Kejahatannya macam-macam. Mulai dari korban kekerasan, pelecehan hingga trafficking.

Seperti informasi yang pernah saya baca di buklet Internet Sehat, menurut laporan U.S National Violence Against Women Survey, Sebanyak 60% korban dari pengintaian di dunia maya alias cyberstalking adalah kaum wanita. Dizaman modern seperti ini wanita masih dianggap lemah bagi sebagian orang sehingga mereka dengan mudah terpedaya. Kurangnya pengetahuan menjadi salah satu akses masuknya pelaku kejahatan terhadap wanita.

Lalu bagaimana peran perempuan mengatasi Trend Mobile Internet terhadap perkembangan anak?

Menurut saya sebelum mengenalkan Internet kepada anak, sebaiknya para Ibu harus sudah membekali dirinya terlebih dahulu. Para Ibu harus mengerti apa itu internet, Bagaimana seluk beluk Internet, apa kegunaan Internet, baik buruknya internet, pengaruh Internet, serta konten-konten yang boleh/tidak boleh dibuka untuk usia anak-anak. Selain itu Ibu juga harus paham kapan usia anak-anak sudah diperbolehkan mengenal internet dan atau mobile internet.

Ada baiknya bila masih usia balita, mereka diperkenalkan gambar-gambar yang menarik agar merangsang perkembangan otaknya. Di usia ini biasanya mereka suka mengamati benda-benda yang ada disekelilingnya seperti mengenal jenis-jenis mobil, jenis-jenis hewan, jenis-jenis buah, dan sebagainya. Diatas usia 5 tahun mereka sudah mulai mengenal tulisan. Dari sini Ibu harus sering-sering mendampingi serta mendengarkan apa yang sedang mereka baca. Jangan biarkan si anak memegang gadget sendiri tanpa pendamping orangtua sebab diusia ini mereka belum mengerti fungsi gadget sebenarnya. Mereka hanya suka mengutak-atik untuk mencari sesuatu yang menarik.

Bila sudah berusia diatas 10 tahun mereka mulai memerlukan pembekalan diri. Karena tak jarang diusia ini pengaruh lingkungan lebih mendominasi sehingga mereka mudah sekali terpengaruh. Beranjak dewasa peran Ibu harus lebih intens. Ajakan berdiskusi harus sering-sering dilakukan. Namun lebih baik lagi bila Ibu bisa berperan menjadi orangtua juga sahabat.

Dengan modal dasar seperti ini diharapkan para Ibu sudah mengerti bagaimana harus menyikapi bila suatu saat anak-anak mulai terbiasa menggunakan Internet.

Sikap bijak mengatasi Trend Mobile Internet pada anak-anak

Penggunaan mobile internet kesannya lebih privasi. Bila si anak sudah diberi kepercayaan menggunakan gadget/tablet berarti orangtua harus berani menanggung resiko lebih besar dibanding saat mereka berinternet menggunakan PC. Bila anak sudah terbiasa berinternet menggunakan gadget, seorang Ibu harus lebih mawas diri. Ibu harus lebih meluangkan perhatiannya kepada mereka. Jangan sampai karena mobile internet anak-anak menjadi lupa diri, lupa orang disekitarnya, lupa lingkungannya dan lupa segala-galanya.

Lalu bagaimana peran Ibu dalam menjawab hal tersebut? Dibawah ini beberapa sikap bijak dalam mengatasi trend mobile internet terhadap anak:

  •  Melakukan Mobile Internet bersama anak
  • Terlibat online bersama anak. Termasuk berteman di jejaring sosial serta mengenal teman-temannya. Bila perlu mintalah username dan passwordnya agar memudahkan Ibu melihat aktifitas anak di jejaring tersebut. Supaya lebih mudah setting ‘remember me’ pada gadget agar Ibu bisa membuka sewaktu-waktu.
  • Memberi pengertian kepada anak terhadap baik/buruknya internet serta memberitau situs-situs apa yang boleh dan tidak boleh dibuka.
  • Ibu harus menegur secara baik-baik bila anak terlihat asyik seperti senyum-senyum sendiri saat dihadapan gadget. Katakan bahwa menegur bukan berarti memarahi.
  • Memberi anak batasan waktu menggunakan gadget
  • Beri pengertian kepada mereka untuk selalu berhati-hati dalam berteman di jejaring sosial dan jangan mudah memberi data-data pribadi kepada teman-temannya.
  • Ibu mampu berperan ganda, menjadi orangtua sekaligus sebagai sahabat anak saat ber-mobile internet.
  • Bila sikap anak terlihat salah tingkah, Ibu harus segera cari tau penyebabnya
  • Saat menggunakan gadget, usahakan mereka tidak sendirian ditempat yang sepi. Anjurkan mereka bermain gadget diruang bersama.
  • Sering mengadakan diskusi terbuka atau menanyakan aktifitas apa saja yang dilakukan seharian
  • Ajak anak-anak untuk banyak berinteraksi di dunia nyata, berilah waktu seminim mungkin menggunakan gadget.
  • Ibu menyediakan waktu luang untuk anak-anaknya sebagai bukti perhatian terhadap mereka.
Contoh perempuan mendidik anak untuk mengatasi Trend Mobile Internet. Sumber foto dari Facebook Dari Perempuan
Contoh perempuan mendidik anak untuk mengatasi Trend Mobile Internet. Sumber foto: FB DariPerempuan

Kesibukan Ibu tak hanya menunggui anak-anak, tetapi ada banyak pekerjaan lain yang harus segera diselesaikan. Untuk menghindari hal-hal negatif terkait mobile internet terhadap perkembangan anak alangkah baiknya bila Ibu memberikan kepercayaan kepada mereka, tetapi dengan catatan kepercayaan itu tak boleh disalahgunakan. Dengan kepercayaan itu diharapkan suasana keluarga terasa lebih harmonis dan si anak juga menghormati kepercayaan Ibu sebagai orangtuanya.

Bu TV

Kemarin saya ketemu Bu TV.

Bu TV, Begitu saya memaanggil.

Sebutan Bu TV tidak ada keterkaitan inisial namanya. Sebutan itu juga tidak ada hubungannya dengan pemilik banyak TV, lebih-lebih pemilik stasiun TV. Tapi saya menyebut begitu karena Bu TV adalah petugas yang menarik pajak TV zaman saya belum sekolah dulu.

Waktu saya kecil, saya sering melihat Bu TV mengetuk dari satu rumah ke rumah yang lain setiap sore di awal-awal bulan. Memakai bawahan coklat tua serta atasan coklat terang dengan lambang TVRI, Bu TV telaten memasuki rumah tetangga. Ada yang ramah mempersilahkan Bu TV masuk tapi ada juga yang menutup pintu sebagai penolakan halus. Salah satunya rumah saya yang masuk golongan penolakan.   

Setiap awal bulan, Ibu saya sudah mewanti-wanti kepada anak-anaknya, kalau lihat Bu TV nagih iuran, segera tutup pintunya. Atau kalau Bu TV masuk, bilang Ibu tidak dirumah.

Sebenarnya penolakan Ibu saya itu beralasan. Sebab saat itu kami memang memiliki TV hitam putih layar 14’ yang kondisinya rusak dan sering ngamar di tempat service. Atau kalau sedang normal TV disekolahkan di kantor pegadaian sehingga meskipun di bukunya Bu TV ada nama orangtua saya, tapi fisik dirumah tidak ada, makanya Ibu saya malas bayar iurannya.

Lucunya kami percaya saja apa yang dikatakan Ibu. Setiap kali kami tanya kenapa TV itu harus disekolahkan, jawaban Ibu saya terdengar klise, supaya pinter!

Tapi ujung-ujungnya tetap bayar iuran juga meskipun dobel.

Setelah beberapa lama berada dalam ketidak pastian akhirnya Bapak membeli TV warna kondisi second yang bisa dipakai nyetel saluran TV swasta. Gara-garanya sih sepele, kalau tidak salah ingat supaya bisa nonton siaran langsung piala dunia yang jam tayangnya dini hari. Katanya TV hitam putih yang lama tidak bisa dipakai nonton saluran lain selain TVRI. 

Nah pas bu TV nagih, ketahuan kalau TV saya baru. Jadilah tagihan iurannya nambah. Yang awalnya iuran senilai TV hitam putih, berganti iuran senilai TV warna.

Dan nyatanya kondisi TV warna second itu sebelas dua belas. Di pakai nyetel TV swasta sih bisa, tapi warnanya suka gak mau muncul. Kadang warna kadang hitam putih. Malah kadang sudah disetting warna sampai full pun gambarnya tetap hitam putih.

Sebel, kan. TV warna yang hitam putih tapi bayar iurannya seharga TV warna. Awal-awalnya dibayar sama Ibu saya, tapi lama-lama kok eman-eman.

Saat ditagih Ibu saya bilang ke Bu TV bahwa TVnya bukan warna tapi hitam putih, jadi minta supaya iurannya diturunin.

Bu TVnya sih sempat tidak percaya. Tapi waktu diperlihatkan *untung warnanya gak muncul*, Bu TVnya percaya.

Lagi-lagi saat jadwalnya Bu TV narik iuran, Ibu saya segera memberitau kami, kalau ada Bu TV nagih dan kami sedang nonton TV, trus TVnya muncul warna, cepat-cepat matikan TV. Atau setting warnanya diganti hitam putih supaya Bu TV lihatnya TV kita hitam putih.

Tapi lama-lama Bu TV maklum akan keadaan TV kita. Dan meskipun Bu TV datang narik iuran lalu melihat TV itu tampilannya warna, Bu TV maklum. Tagihannya tetap TV hitam putih 😀

Tak lama kemudian Bu TV sudah tak pernah lagi keliling narik iuran TV. Konon kabarnya pajak TV dihapus jadi mau punya TV berapapun sudah tak dikenai iuran lagi.

Hingga sekarang kalau ketemu Bu TV saya geli sendiri. Kalaupun menyapa, tetap saya panggil dengan sebutan Bu TV.

“Monggo, Bu TV..”