Hiburan

Bergumul dengan buku Bergumul dengan Gus Mul

Judulnya ruwet yak, kalau pusing baca judulnya, saran saya jangan dibaca. Daripada tambah ruwet mending baca langsung Buku Bergumul dengan Gus Mul!

Sebenarnya, saya menulis buku ini tujuannya ingin berbagi cerita kehidupan saya, yang menurut banyak orang selalu kelihatan susah, padahal saya sih bahagia-bahagia saja. Kadang, malah sebaliknya. Kalau kata orang Jawa, urip pancen wang-sinawang.

Lalu, banyak yang bilang bahwa bahagia itu bisa berawal dari hal yang sederhana dan sepele. Lha, memang iya. Saya bisa mendapatkan kebahagiaan itu dari orang-orang di sekitar saya, seperti keluarga, tetangga, dan juga kawan bermain. Mereka selalu membuat hati saya bahagia. Walaupun dibalik kebahagiaan hidup itu, masih ada stempel yang melekat pada saya, bahkan awet sekali: Jomblo (sabar yo, Le)

Jomblo, akhir-akhir ini semakin gencar saja. Apalagi ada tambahan kehadiran Agus Mulyadi atau Gus Mul yang secara vulgar menyatakan kejombloannya melalui blog pribadi yang kemudian bertransformasi menjadi sebuah buku. Buku yang pertama, Jomblo hapal Pancasila, dan yang kedua, yang baru diluncurkan bulan Februari 2015, judulnya Bergumul dengan Gusmul.

Nyatanya kehadiran buku seputar jomblo tak membuat para singgelers di seluruh dunia protes atau marah, mereka bahkan seperti menemui oase dan semakin bangga bahwa sebenarnya masih banyak stock jomblo di dunia ini hehe…

Walau bukan dari kalangan jomblo (setidaknya saya ingin menyatakan kepada khalayak bahwa saya Alhamdulillah dilahirkan ke dunia menemukan pasangan lebih dulu sebelum para jomblo-jomblo itu :D), nyatanya saya teramat penasaran membaca buku Bergumul dengan Gusmul. Entah karena judulnya yang ‘ngawe-awe’, atau karena fotonya Gus Mul yang nyentrik sok SKSD, atau karena warna pink cover bukunya yang girly, haha…

Saya curiga jangan-jangan editornya salah milih warna, nih, padahal diluar sana para jomblowan banting tulang berusaha mengumbar warna biru ditubuhnya agar terlihat maskulin dihadapan para jomblowati. Lha kok malah melawan arus!

Saya menyadari buku Bergumul dengan Gusmul terbitnya bulan Februari, yang.. yang katanya bulan bagi-bagi ‘gula jawa’ sedunia *lagi gak punya coklat, coklat mahal, sekilo 200 rebu! Gantinya gulo jowo ae.. :D*. Mungkin juga karena penulis dan pembuat desain cover buku ini sedang kasmaran jadi dibuatlah warna pink *kecurigaan tak beralasan* haha..

Etapi, ngomong-ngomong warna pinknya cantik lho.. seperti.. seperti bajunya Raja Jalal hihi.. melirik warnanya saja langsung bikin perasaan ingin mengoleksi orangnya, eh, bukan ding, mengoleksi bukunya *twink-twink*

Buku Bergumul dengan Gusmul berisi banyak kisah-kisah sederhana yang sering muncul di sekitar. Terdiri dari 39 bab yang semuanya hampir sukses membuat saya tak berhenti tertawa. Ada hikmah, intrik, kekuasaan, dan pengorbanan… mirip seperti kisah cinta raja Jalal kalau sedang sakau memikirkan ratu Jodha *eaa kok larinya ke raja Jalal lagi…

gusmul foto.

Jadi sebenarnya di Buku Bergumul dengan Gusmul ini pembaca diajak mengenal teman-teman Gusmul yang doyan nge-ciu, orangtua dan saudara Gusmul yang jowo tulen, serta cerita kearifan lokal yang lumrah terjadi di kampung.

Ada salah satu obrolan ngakak yang membuat saya tidak bisa berhenti tertawa. Obrolan ini terjadi antara Bapak dan Emaknya Gus Mul dihalaman 32:

Pak, mbok KTPne digoleki meneh yo, lha iki nang fotokopian’e, fotoku ora patio cetho, Je
(Pak, mbok KTPnya dicari lagi, lha ini di fotokopiannya, foto saya nggak begitu jelas) kata Emaknya Gus Mul ketika sibuk mencari KTP yang tersesat nyimpannya.

Dijawab sama Bapaknya: “Halah, kowe ki rasah ramin, Bu, lha wong rupamu ki ket biyen cen wes ra cetho, kok!” (Halah, kamu nggak usah ribut, Bu, lha wong wajahmu sejak dulu memang sudah nggak jelas, kok)

Glodhak!!!

Siapa yang nggak ngakak baca jawaban begitu. Bagi orang yang ngerti bahasa Jawa, jawaban Bapaknya Gus Mul ini tergolong koplak. Guyonan ini sukses membuat saya tertawa sampai nangis-nangis.

Ini masih nemu satu bab, padahal dibab lainnya, masih banyak lontaran-lontaran makjleb khas Gus Mul yang selalu menjebak di bagian penutupnya.

Dari banyak buku humor yang saya baca, baru nemu tulisan yang menurut saya anti mainstream. Bahasa Indonesia berpadu logat Jawa membuat saya kangen reuni dengan teman-teman sekolah yang kekoplakannya persis seperti tulisan Gus Mul yang tingkat humornya diatas rata-rata. Celetukannya natural, khas naluriah orang Jawa kalau sedang njagong.

Bagi yang sedang haus kasih sayang hiburan, buku Bergumul dengan GusMul layak jadi teman pergumulan. Bagi yang sedih, patah hati, kangen orangtua, dikecewakan sahabat, baca deh buku ini, dijamin selesai baca buku ini tingkat keromantisan teman-teman akan bertambah, minimal seromantis warna covernya.. ihik-ihik 😀

6 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *