Alasan saya berlama-lama nongkrong di warung kopi salah satunya memperhatikan pola pengunjung yang menggunakan rokok elektrik. Pasalnya tren pengguna vape di kalangan remaja sudah merambah ke lintas gender. Nggak hanya lelaki, tetapi juga perempuan.
Istilah vape beberapa tahun ini booming setelah pemerintah gencar membuat aturan larangan merokok dengan menyematkan gambar penyakit kronis yang diikuti kenaikan harga cukai. Apakah vape menjadi alternatif terbaik? Menurut saya SAMA SAJA
Sama-sama mengganggu!
Suatu ketika saya main ke warkop di daerah Rungkut Surabaya. Di sana saya menemui beberapa mahasiswa membahas sesuatu yang gak penting. Di antara remaja usia awal 20an itu ada yang sibuk ngevape. Saya perhatikan ngisapnya kenceng banget sampai asapnya meluap ke mana-mana.
Pada akhir diskusi, ‘si anak Vape’ ini belum beranjak dari tempatnya. Mumpung sudah agak sepi, saya memancing diskusi. Penasaran pingin nanya-nanya apa yang didapat dari kebiasaannya memakai rokok elektronik, sebab hobi ini bukan hobi yang murah. Alatnya sendiri aja mencapai ratusan ribu hingga jutaan. Jan-jane sangune arek-arek iki piro? (sebetulnya, berapa uang saku para mahasiswa ini?)

Vape dan Aroma Asap yang ‘Sedap’ Banget
Berbeda dengan rokok konvensional, asap vape memang cenderung ‘sedap’. Ada rasa-rasanya. Kalau hanya membaui sekilas aja memang enak. Ada sensasi adem, nyes. Tapi kalau terus-terusan menghisap dengan volume asap yang kemepul jatuhnya lumayan menganggu bahkan sampai batuk-batuk.
Apakah si perokok sadar akan hal itu? Rasanya tidak. Mungkin bagi dia aroma liquidnya enak seakan mengajak orang lain untuk, “ayo kita menghisap aromanya bareng-bareng”
Liquid Vape ada jenisnya. Ada yang rasanya padat di mulut dengan asap yang buanyak tapi rendah nikotin. Ada juga yang memiliki kadar nikotin tinggi tapi asapnya cenderung kecil.
Dan tau nggak sih pilihan rasa liquid pada vape itu sangat menggemaskan. Untungnya saya nggak merokok, kalau iya pasti habis duit saya buat koleksi liquid. Segala rasa buah-buahan ada, mulai strawberry sampai pisang. Cokelat, kopi, teh, juga cake pun tak ketinggalan. Nggak mau rugi, produsen juga membuat liquid yang memadukan 2 sampai 3 rasa sekaligus supaya bisa dinikmati bersamaan.
Mungkinkah di masa depan ada liquid rasa Indomi goreng? atau sate, nasi padang, soto, rawon, rendang, dan masakan nusantara lainnya? Bisa jadi iya, hehe..
Device Rokok Elektrik: Mod dan Pod
Jujur saat dijelaskan mengenai perangkat rokok eletronik saya agak sulit membayangkan karena terlampau teknikal. Namun saya coba memahami pelan-pelan, jadi mohon dikoreksi kalau salah, ya. Yang pasti alat rokok elektrik ini terbagi menjadi 2 bagian, Device (alat yang digunakan untuk menghisap), dan Atomizer (bagian dapur yang tugasnya menghasilkan asap).
Karena keduanya memiliki fungsi dan dapur yang berbeda, sehingga di dunia pervaporan, rokok eletrik dibagi menjadi 2 jenis, yaitu MOD dan POD.
Kita bahas device MOD dulu.
Vape MOD

Vape MOD cocok digunakan perokok sepur alias yang sulit berhenti ngasap. Pasalnya MOD dilengkapi dengan baterai internal dan eksternal berkapasitas besar sehingga bisa nyala kapan aja. Tapi ya gitu, banyak banget aksesoris vape MOD. Sekali membeli device MOD, maka vapers juga harus melengkapinya dengan membeli baterai, Coil, Kapas, Liquid, dan RDA/RDTA-nya. Jika ditotal bisa mencapai jutaan. Paling murah kisaran 800 ribuan-lah.
Selesai di situ saja?
Beluum. Itu masih harga alatnya doang!
Ibarat nikahin anak orang, harga itu belum termasuk ngasih makan sehari-harinya yang disesuaikan dengan intensitas penggunannya. Setiap bulan harus beli liquid, beli kapas, dan penggantian coil.
Mengutip VapeMagz, rincian yang harus dikeluarkan oleh pengguna Vape MOD adalah:
– Device Rp. 800.000
– Liquid variasi harganya antara Rp. 100 ribu – Rp. 180 ribu untuk pemakaian 1 bulan
– Kapas Rp. 50 ribu untuk digunakan 2 bulan
– Ganti Coil 2 pasang antara Rp. 50 ribu – Rp. 60 ribu untuk pemakaian 2 minggu
Kesimpulannya dalam satu bulan setidaknya pengguna vape MOD harus mengeluarkan biaya Rp. 300 ribuan untuk beli liquid, ganti coil 2 pasang, dan kapas 2x.
Vape POD

Vape POD cocok bagi perokok elektrik pemula yang baru pindahan dari rokok konvensional. Penggunaan vape MOD lebih mudah, dan ukuran devicenya pun lumayan kecil, seukuran flashdisk. Harga vape POD lebih murah, nggak sampai 500 ribu.
Berbeda dengan vape MOD, vape POD hanya butuh penggantian Cartridge (Coil) untuk 2 minggu pemakaian dengan kisaran harga Rp. 30 ribu – Rp. 50 ribu.
Setiap bulannya pengguna vape POD harus menyiapkan budget 200 ribuan untuk beli liquid dan ganti cartridge 2x.
Tren Gaya-gayaan Menggunakan Vape di kalangan Remaja
Beberapa hari lalu, keponakan saya cewek memamerkan gantungan di leher yang di bawahnya terdapat kotak panjang berukuran flashdisk. Awalnya saya pikir flashdisk, ternyata vape POD, dong!
“Kamu ngevape?” tanya saya dengan ekspresi ngegas
Dijawab santai, “Nggak, ini cuma buat gaya-gayaan aja kok, Te. Gak ada isinya”
Kali ini saya percaya, tapi siapa tau suatu hari nanti Ia kebawa situasi lingkungan yang besar kemungkinan berpotensi coba-coba merokok.

Belajar dari keponakan, saya kian masif memperhatikan pengunjung dan pegawai warkop. Termasuk juga di Mall. Ternyata kalungan vape memang sedang tren. Manusia usia 20an, riwa-riwi dengan strap melingkar di leher. Semakin saya perhatikan, beneran vape!
Melihat fenomena ini, saya pikir para orang tua perlu mewaspadai kebiasaan baru anak-anaknya. Jika mendapati di lehernya ada strap dan tergantung sesuatu mirip flashdisk, lebih baik bertanya dan cari tau benda apa. Bukan mau curiga, tapi siapa tau barang itu flashdisk jadi-jadian.
Kembali ke cerita mahasiswa ‘si anak Vape’ di atas, Ia mengaku merokok hanya sebagai gaya-gayaan. “Sebetulnya nggak merokok juga nggak papa, tapi kadung punya alatnya, sayang kalau gak dipakai.” katanya.
Saat saya tanya, apakah orangtuanya di rumah tau kalau dirinya merokok? Dijawabnya tidak. Ia merokok hanya saat di luar rumah saja.
Dari sekian bahasan, saya hanya heran dengan budget uang jajannya yang tiap bulan lebih banyak dihabiskan untuk ‘ngasih makan’ vapenya. Iya kalau dari keluarga mampu, kalau pas-pasan? Bukannya lebih baik duitnya buat dibelikan nasi padang dan es teh jumbo ketimbang buat beli liquid. Apapun itu kembali ke alasan kesehatan tubuh dan kemakmuran isi dompet. Bukan begitu Buibu? 😀
Leave a Reply