Suatu ketika saya dikasih tunjuk suami Photo Profil kotak BBM teman kantornya. PP yang ditampilkan itu bukan foto orang melainkan sebuah tulisan.
Setelah membaca PP itu saya lantas tertawa keras.
“Koplaaakk…” kata saya sambil terus tertawa. Entah kenapa tiba-tiba saya mengucapkan itu. Yang jelas kata itu saya ucapkan bukan maksud untuk mengejek si empu PP. Pokoknya spontan aja.
Bunyi tulisannya begini:
Dobol Suroboyo puanase koyok gedhang goreng..
(Dobol Suroboyo panasnya seperti pisang goreng)
Ada 2 alasan disini kenapa saya tertawa sekencang itu.
Yang pertama kata Dobol.
Dobol ini kalau diartikan dalam bahasa jawa artinya lebih kearah ambrol atau jebol. Namun penggunaan dobol sendiri sangat jarang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang berbau jebol, ambrol dan sejenisnya.
Dobol lebih sering digunakan untuk mengumpat sesuatu.
Misalnya ada orang membawa sesuatu kemudian barang itu tiba-tiba jatuh. Karena kaget dia spontan berkata “eh dobol-dobol..”
Mungkin kata itu masih nyambung karena ada hubungannya dengan barang jatuh. Tapi ada juga yang berkata “Dobol, koen ojok golek gara-gara” (Dobol, kamu jangan cari gara-gara). Atau Dobol, sakjane karepmu iku opo seh? (Dobol, sebenarnya apa sih maumu?)
Sama seperti membaca tulisan itu, kalau saya mendengar orang marah atau mengumpat yang diawali dengan kata dobol saya langsung tertawa. Lucu dengarnya. Apalagi diucapkan dengan logat Suroboyo yang medok. Membayangkan aja saya langsung tertawa seperti saat saya menulis ini. Sambil kepingkel-kepingkel sendiri.
Yang kedua kata gedhang goreng
Saya bingung apa hubungan antara Surabaya, panas dan gedhang goreng. Maksudnya mungkin panasnya Surabaya sepanas gedhang goreng yang baru diangkat dari wajan. Namanya juga baru turun dari penggorengan, yo mesti ae panas. Tapi kenapa harus gedhang goreng, kok bukan ote-ote, tahu isi, pohong goreng atau telo goreng. Padahal biasanya telo sering dipakai buat mengumpat orang. “O, telo..”.
Saya pun sering menggunakan umpatan telo ini kalau lagi di jalan raya. Kata ini spontan saya ucapkan kalau lagi geram sama orang yang seenaknya menyerobot lampu merah atau yang bergaya ala preman.
Walaupun saya suka mengumpat tapi saya usahakan agar umpatan yang keluar terdengar elegan. Atau setidaknya tidak menyinggung orang lain. Emang telo itu elegan? 😀 Dan umpatan itu gak sembarangan saya ucapkan supaya gak kena imbasnya. Bisa-bisa saya yang malah berdosa.
Cara lain mengucapkan kata umpatan adalah dengan guyon yang nadanya dipanjangkan seperti muuaayak.. atau koplaaaak..
Janc*k juga bisa jadi guyonan tinggal mengubah tanda bintang menjadi huruf o atau i. Supaya nggak terkesan tabu kata janc*k bisa diubah menjadi jambu, jamput, jangkrik dan semua yang mengandung huruf depan J. Umpatan guyon ini biasanya berlaku kepada teman yang yang sudah akrab dan kenal lama.
Dan yang paling penting saya gak berani mengumpat dengan sesuatu yang didalamnya ada campur tangan Tuhan. Seperti cuaca panas, dingin, atau mencela sesuatu yang sudah menjadi kehendak Tuhan.
Memang cuaca Surabaya akhir-akhir ini terasa panas. Saya lihat di aplikasi andorid mencapai 35 derajat. Bahkan kipas angin pun gak bisa dinikmati sama sekali. Gak di kipasi itu sumuk, dikipasi anginnya panas.
Untuk satu ini saya gak berani mengumpat, takut dosa. Kalau sudah gerah banget paling-paling saya hanya mengeluh Ya, Allah, panasee… atau sumuk’e reeek..
Walaupun sebenarnya mengeluh itu tidak boleh.
Panas dunia aja sudah ngeluh, gimana nanti panas nya neraka. Naudzubillahimindzaalik..
Leave a Reply to Hanna HM Zwan Cancel reply