Pengalaman Beli Kacamata Menggunakan BPJS – Saya pengguna kacamata sejak SMP. Kacamata pertama saya dibelikan Bapak menggunakan asuransi pabrik tempat Bapak bekerja. Frame dipilihkan oleh Bapak dengan ukuran minus mata saya. Sebenarnya agak kurang puas dengan model framenya, tapi nggak papa yang penting pandangan saya sudah tidak kabur lagi

Berselangnya waktu, saya bisa membeli kacamata sendiri. Kali ini lebih bebas, saya bisa memilih model frame sendiri, walau bapak kerap protes kok modelnya begini begitu. Idiiih, selera anak muda, bapaakkk..
Yang paling sulit, ada kondisi dimana kacamata rusak tiba-tiba sementara stok duit lagi nipis. Mau gak mau pergi ke Optik untuk benerin kacamata. Supaya gak diarahkan ke mana-mana biasanya saya langsung ke poinnya, “frame yang paling murah berapa?”
Kalau nggak gitu, triknya mengeluarkan jurus kanibal, yaitu memanfaatkan bagian kacamata yang bisa dipakai, kalau nggak frame ya lensanya dipake lagi.
Kenapa gak beli aja pakai fasilitas BPJS?
Naah, itu masalahnya. Ada cerita pengalaman beli kacamata menggunakan BPJS, ternyata gak cocok sama harga dan kualitas.
Jadi gini ceritanya..
Pengalaman Beli Kacamata Menggunakan BPJS, banyakan nambahnya!
Suatu hari kacamata suami saya rusak. Pergi ke Faskes dengan harapan cari klaim-klaiman BPJS. Lumayan, kan, kalau dapat jackpot potongan harga 165 ribu. Setelah dapat rujukan dan ketemu dokter spesialis, singkat cerita dapatlah selembar resep.
Sambil mengantongi resep, kami berangkat ke Optik yang bekerjasama dengan BPJS. Masuk ke toko, baru juga di pintu, pegawai optik sekonyong-konyong bertanya, “Pakai BPJS apa nggak?”
Hampir aja saya jawab, “Kalau pakai kenapa, kalau nggak kenapa?” tapi urung.
Setelah jawab Iya, si Mbak mengarahkan kami. “BPJS di sebelah sini..”. Saat itu saya sedang lihat-lihat etalase di sebelah ‘sana’. Karena arahan mbaknya, saya tinggalkan etalase yang ‘sana’ itu.
Ternyata beda. Etalase bagian pasien BPJS framenya jelek-jelek, modelnya jadul-jadul, tampilannya pun kayak stok lawas. Sedangkan etalase yang saya lihat modelnya kekinian. Resep kami tunjukkan, dan mbaknya mulai menghitung. Blablabla.. totalnya Rp. 780.000 dikurangi 165.000, nambahnya jadi Rp. 615.000,-
“HAH?!”
Jiwa kismin saya teriak. Harga framenya berapa sampai segitu mahalnya. Framenya biasa looh, biasaa.., buiyasah pokoknya! Kami sama sekali tidak bebas memilih frame karena pilihannya gak banyak.
Merasa gak ada yang cocok, akhirnya kami memutuskan pergi mencari optik lain yang memiliki pilihan frame lebih bagus dan meyakinkan, dan tentu saja yang bisa klaim menggunakan BPJS.
Di tengah perjalanan, kami berpikir ulang. Udahlah gak usah pakai BPJS. Beli pakai uang sendiri aja. Harga 200 – 300 ribu sudah dapat frame dan lensa yang bagus.
Pertimbangan kami 2:
- Beli kacamata klaim BPJS nambahnya banyak, pilihan framenya jelek
- Beli kacamata tanpa BPJS harga lebih murah (nominalnya tidak lebih besar jika menggunakan BPJS), bebas pilih frame dan lensa
Mungkin tidak semua optik memperlakukan perbedaan layanan antara pasien BPJS dan non BPJS, namun saya sangat menyayangkan kejadian seperti ini.
Saya memutuskan memilih opsi kedua dan pindah ke optik lain.
Antara Kacamata Plus – Minus atau Progesif
Beberapa bulan terakhir mata saya bermasalah. Kayaknya faktor U deh, sehingga butuh kacamata baca.
Di sisi lain, kacamata minus saya menuju ambang kerusakan. Lensanya suka tiba-tiba jatuh sendiri, gitu. Kan gak lucu ya, naik motor di tengah jalan tiba-tiba kacanya jatuh sebelah. Pernah waktu lepas helm kacanya jatuh. Untung posisi berhenti di depan Indomaret. Butuh usaha banget untuk mencarinya.
Kacamata saya ini memang parah banget. Lensanya udah bekasan. Waktu itu benerin kacamatanya kondisi darurat. Bahkan untuk menyesuaikan bentuk frame, lensanya harus dipotong. Gara-gara sering jatuh, kacanga gupil. Dan lagi, usianya sudah 4 tahun lebih. Fix, sudah waktunya minta ganti!
Tanpa berpikir ke dokter mata untuk klaim BPJS, saya langsung meluncur ke optik. Beli sekalian periksa mata di sana. Alhamdulillah minusnya gak berubah, tapi memang sudah ada plusnya.
Oke, saya perlu beli kacamata 2, plus dan minus. Antara rela dan nggak rela juga, sih. Sampai saya yakinkan diri bahwa yang saya lakukan adalah kebutuhan bukan keinginan. Biar bagaimana, hati saya paling dalam masih sulit terima, haha.. dasar perempuan!
“Nggak mau yang progesif aja, Bu? Biar praktis” kata yang jual
Dari awal saya nggak mau progresif. Pengalaman beberapa teman menggunakan lensa progesif butuh penyesuaian lama. Dari pada berpusing-pusing ria, lebih baik saya punya 2 kacamata untuk dipakai gantian. Kalau pusingnya karena sakit kepala masih mendingan, tapi kalau pusingnya efek kacamata rasanya gak nyaman sekali.

Kacamata Harga Dua Ratus Ribuan Tampilan Memukau!
Di toko ini saya merasa penjualnya lebih jujur. Saya tidak ditanya pakai BPJS atau tidak. Semua etalasenya bebas saya jelajahi. Harga frame termurah Rp. 100.000,-, harga lensa termurah Rp. 120.000,-.
Saya pun iseng bertanya,
“Kalau pakai BPJS hitungannya berapa? Apakah bisa, seandainya saya memilih frame dan lensa termurah lalu bayar pakai BPJS? Biar nambahnya gak terlalu banyak”
Dijawab bisa. Tetapi toko memberi saran sebaiknya memilih frame dan lensa yang agak bagusan.
Kemudian saya diarahkan frame agak bagusan di harga Rp. 250.000,- dan lensa yang lebih bagusan harga Rp. 190.000,- sehingga jika ditotal Rp. 440.000,-. Menurut saya cara menjual seperti ini lebih terbuka. Pembeli jadi tau harga tiap itemnya, gak serta merta jual paket komplit namun terjebak dalam harga tinggi
Untuk menekan budget, kacamata minus saya menggunakan frame dan lensa yang agak bagusan tadi totalnya Rp. 440.000,-, sedangkan untuk kacamata baca saya pilih harga paling murah. Totalnya 220.000,-. Ketika saya pakai keduanya sama-sama nyaman. Malah lebih nyaman pakai frame punya kacamata baca..

Kacamata Bagus, Pasti Gak Klaim BPJS!
Bagian ini lucu. Waktu kumpul sama teman-teman, saya ditanya, “kacamatanya baru ya?” saya jawab jujur, Iya.
“Pakai BPJS ya?”
Baru mau saya jawab, teman lain sudah nimpali,
“gak mungkin pakai BPJS sebagus ini. Frame-nya BPJS lho jelek, mahal, pegawai optiknya judes, blabla….” yang ditutup dengan curhatan, “kacamataku yang dulu beli pakai BPJS belum setahun framenya patah”.
Nah, lo!
Saya nyengir, sambil membatin, “Ooh, ternyata nggak hanya saya saja yang merasakan pengalaman beli kacamata menggunakan BPJS tidak memuaskan”.
Mohon maaf, saya tidak mendikreditkan optik maupun layanan beli kacamata menggunakan fasilitas BPJS. Akan tetapi kalau prakteknya begitu pada akhirnya banyak yang akan mengalami hal serupa. Agar pasien dan toko sama-sama menguntungkan, ada baiknya optik bermain transparan mengenai harga frame dan lensa. Bisa kali pembeli BPJS diberi kebebasan untuk memilih kualitas frame/lensa, toh pada akhirnya uang klaim masuk ke toko juga, kan?
Mungkin teman-teman atau siapapun yang memiliki pengalaman serupa bisa memberi penjelasan, biar kita juga belajar mengapa beli kacamata menggunakan BPJS nambah uangnya selalu banyak. Setuju gak, teman-teman?
Leave a Reply