Jauh sebelum dunia diguncang teknologi digital, guru SD saya berpesan,
“Kalian harus jadi anak kreatif, terampil membuat segala macam ketrampilan, supaya ketika orang tua kalian tidak bisa memberi nafkah, kalian bisa hidup mandiri.”
Bagai sugesti, kata-kata itu terus terngiang di telinga saya.
Saat itu saya belum mengerti kreatif dan terampil yang bagaimana yang dimaksud Bu Guru. Namun setiap tugas prakarya, praktek yang diberikan beliau begitu rumit untuk ukuran usia kami. Menjahit kristik, membuat bunga dari kertas sumbo yang dicelupkan ke lilin, membuat boneka panda dari benang siet, dan lain sebagainya.
“Seni itu nggak sulit, asal kalian telaten dan mau belajar. Besok-besok ilmu ketrampilan ini bisa digunakan buat modal jualan”
Saya masih bingung dengan ucapan beliau. Maksudnya, kembang lilin itu laku dijual? Boneka benang siet juga? Jahitan kristik?
Ternyata ucapan Bu Guru benar. Saat kelas 6 SD, jahitan kristik sedang ngetrend di masyarakat. Banyak orang ingin memiliki pajangan dinding dari kristik. Kebetulan tetangga saya membuka jasa menjahit kristik.
Saat kebanjiran order, saya dilibatkan untuk membantunya karena dia tau saya pernah ngerjakan prakarya menjahit kristik kelas 4 SD. Dari situ saya mengerti kalau sebuah kreativitas mahal harganya. Sejak itu saya mulai semangat mengasah soft skill kreativitas dan meyakini bahwa ini harus menjadi modal saya dalam berkarir!
Soft Skill Apa Yang diperlukan di Abad Digital?
Siapa sangka perjalanan abad digital sudah sebegini canggih hingga mengepras banyak pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan tenaga manusia kini digantikan oleh teknologi. Mirisnya, udahlah posisinya tergeser, manusia juga turut tergeret arus teknologi. Lalu, bagaimana menyikapi keadaan ini?
Pertanyaan besar juga bagi saya, bagaimana nasib masa depan anak-anak sekarang jika semenjak kecil sudah keranjingan gadget sehingga kepedulian terhadap dunia sekitar mulai teralihkan.
Tanggal 25 September 2021 lalu saya mendapat pencerahan mengenai Soft Skill dalam webinar parenting yang diselenggarakan oleh Faber-Castell dengan tema, Soft Skill Apa yang Diperlukan di Abad Digital dengan pemateri Psikolog Anak & Keluarga dari Yayasan Heart of People.id, Yohana Theresia, M.Psi. Psikolog.
Acara virtual yang berlangsung kurang lebih 2 jam itu dibuka oleh mbak Yohana dengan fakta bahwa anak-anak merupakan korban tersembunyi dari pandemic Covid-19, alasannya:
Ruang Geraknya Terbatas
Bagaimana tidak, selama setahun lebih mereka di rumah saja membuat ruang geraknya terbatas. Tidak bisa bertemu guru sekolah, tidak ada interaksi dengan teman-temannya dan sehari-hari aktivitasnya hanya sibuk dengan gawai. Yah, walaupun ngakunya belajar, pasti ada sela mereka menemukan kesenangan di gadgetnya. Misalnya nonton video, main game, dan lain-lain
Sulit Mendapat Pendidikan Berkualitas
Betul jika dikatakan pendidikan pertama dimulai dari orang tua, tapi kenyataannya, ketika kondisi pandemi mengharuskan anak belajar di rumah, banyak orang tua yang kelabakan dan merasa berat mendampingi anak belajar. Orang tua aja ngeluh, trus anaknya mau ngeluh ke siapa?
Kondisi seperti ini memicu anak tidak mendapat pendidikan yang semestinya. Alih-alih belajar di rumah, yang ada malah berantem sama orang tua gara-gara pelajaran, hehe
Orang Tua Sibuk dengan Masalahnya Sendiri
Ketidaksiapan mental menghadapi pandemi nggak hanya dialami anak-anak, tapi juga orang tua. Ketika anak-anak belajar di rumah dan butuh perhatian penuh dari orang tua, orang tua seakan ‘diteror’ banyak masalah. Ya ngurusi rumah, ditambah lagi ngurusi sekolah anak. Masalah kian kompleks!
Kondisi Psikologis Tidak Stabil
Ini, nih, yang dikatakan hidden victim. Anak tidak tau istilah stress akan tetapi ketika merasa jenuh dan sumpek di rumah, mereka bisa menunjukkan perilaku negatif seperti tantrum dan emosi.
Hasil penelitian yang diadakan Soetikno, Agustina, Verauli, dan Tirta (2020), ditengarai ada peningkatan masalahan perilaku pada anak akibat paparan stress di kala pandemi. Misalnya cenderung menarik diri dari keramaian, gangguan somatisasi atau gangguan psikologis yang ditandai dengan adanya keluhan di area fisik, agresi, depresi dan masalah perilaku lainnya.
‘Berdamai’ dengan Gadget, Solusi yang Dianggap Solutif
Visualisasi yang ditampilkan oleh layar smartphone memang sangat menarik di mata anak-anak. Seberapa tantrumnya mereka, begitu disodorin gadget rata-rata langsung diam.
Orang tua mana yang nggak senang lihat anaknya anteng? Harapan orang tua pasti begitu, kan? Maunya, setiap hari anaknya diam, nggak rewel dan nggak nangis. Dan gadget adalah jalan damai yang dianggap paling solutif.
Mungkin baik-baik saja kalau hanya dikasih sementara, tapi ngga bisa disebut sekadarnya kalau gadget sudah menjadi solusi utama anak rewel dan digunakan sebagai alat ‘pendiam’. Sementara menurut mbak Yohana berdasarkan riset yang dilakukan oleh Straker, Leon M. & Howie, Erin K. (2016) dan Dr. John Hutton (2020) keseringan bermain gadget membawa dampak negatif pada anak, diantaranya:
Kesehatan Fisik
Terlalu lama memegang gadget dapat berpengaruh pada kesehatan fisik seperti penglihatan terganggu, kurang tidur, jarang olahraga yang berakibat pada kegemukan, dan lain-lain
Terlambat Bicara
Seringnya berinteraksi dengan gambar dan suara membuat anak lupa akan fungsi bicaranya. Padahal usia anak-anak semestinya mulai belajar ngomong untuk menambah kosakata diikuti mengasah penajaman fungsi indera tubuhnya.
Masalah Atensi dan Konsentrasi
Biasanya kondisi ini terjadi ketika anak merasa kecanduan gagdet. Ketika keinginannya tidak dituruti mereka akan gelisah sehingga mengganggu konsentrasinya. Kondisi psikis ini diperparah jika kemauannya dituruti mereka akan menjadi sosok anak penyendiri dan memiliki problem sosial
Masalah Executive Function
Keasikan bermain gadget membuat anak memiliki dunia sendiri sehingga melupakan fungsi eksekutif yang melibatkan manajemen otaknya.
Executive Function merupakan kemampuan anak dalam mengaktualisasikan insiatif diri saat menghadapi lingkungan sekitar. Misalnya belajar mengendalikan diri, belajar bertanggung jawab, belajar berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah dan hal lain untuk mendukung tumbuh kembangnya menjadi sosok individu yang baik.
Masalah Perilaku
Dampak negatif gadget yang sering timbul terhadap perilaku anak-anak adalah menjadi sosok yang kesepian, egois, merasa tidak diperhatikan dan tidak berusaha memperhatikan orang sekitarnya. Baginya gadget adalah segalanya yang memberikan kesenangan hidup.
Kualitas Kelekatan Orangtua-Anak menjadi Buruk
Ketika anak asik dengan gadgetnya, orang tua juga sibuk dengan aktivitasnya. Hal ini memicu hubungan orangtua-anak merenggang. Keduanya saling peduli dengan urusan masing-masing.
Sering terlihat ketika orang tua sibuk beraktivitas dengan gadget, anak pun turut megang gadget juga. Dipikirnya mungkin dari pada diam nggak ada yang ngajak ngobrol, mendingan sama-sama main gadget, hehe..
Mengasah Soft Skill Kreativitas di Abad Digital bersama Faber-Castell
Meski gadget menyimpan sejuta konten kreatif, bukankah lebih baik hidup menjadi orang kreatif? Buat saya pilihan terakhir lebih masuk akal karena di abad digital ini peluang pekerjaan orang kreatif tidak terbatas.
Sekali lagi, ucapan guru SD saya terbukti. “Ketika kamu memiliki ketrampilan tidak akan ada yang bisa menggeser kreativitasmu.”
Kreativitas sendiri merupakan kemampuan untuk memproduksi atau mengembangkan suatu karya asli, ide, teknik, atau pemikiran. Pada orang yang executive function-nya sukses mereka akan menjadi sosok kriteria si Kreatif yang memaknai masalah dengan cara yang unik, berani ambil risiko, menyajikan ide yang berbeda, serta tahan banting dalam menghadapi berbagai masalah. Seperti yang pernah saya lakukan ketika menggambar Soft Pastel Art Starter Kit Faber-Castell, dari nggak bisa gambar jadi bisa gambar! hehe..
Untuk mengasah kreativitas anak sekaligus upaya menghindarkan gadget pada anak, Yohana menyarankan orang tua agar menyajikan permainan yang sesuai dengan usia dan kebutuhannya. Misalnya dengan memberikan Creative Art Series 2 dari Faber-Castell yakni permainan berbasis seni yang didalamnya terdapat aktifitas mewarnai, membuat prakarya, memadukan unsur pengembangan atas motorik kasar, sensorik, pengenalan warna, melayih konsentrasi, dan kreativitas.
Berkreasi dengan Creative Art Series 2 Faber-Castell Glow In The Dark Clock
Untuk mengasah soft skill kreativitas di abad digital, para peserta webinar diajak berkreasi dengan produk Creative Art Series 2 Faber-Castell Glow In The Dark Clock, yakni sebuah kreasi art membuat jam dinding sendiri dengan efek nyala dalam gelap.

Creative Art Series Faber-Castell memiliki bermacam jenis kreasi yang bertujuan meningkatkan kreativitas anak agar memiliki kegiatan positif di rumah. Produk Creative Art Series Faber-Castell memiliki bermacam jenis kreasi art yang dikemas dalam box. Dalam setiap kemasan Creative Art Series Faber-Castell terdapat voucher untuk mengikuti workshop daring yang diadakan Faber-Castell.
Tujuan diluncurkannya produk Creative Art Series Faber-Castell adalah untuk mengisi kegiatan baru di masa pandemi selain untuk melatih kemampuan motorik halus anak, mengasah kreativitas, meningkatkan Self Esteem & Self Confidence, meningkatkan kelekatan orangtua-anak, juga sebagai media mengekspresikan emosi.

Menurut Product Spv Faber-Castell International Indonesia, Harsyal Rosidi, Produk Creative Art Series ke-2 merupakan kelanjutan produk Creative Art Series yang pertama kali diluncurkan pada tahun lalu, produk ini diharapkan mengulangi kesuksesan dari edisi pertama.
Adapun Creative Art Series 2 terdiri atas 4 (empat) produk, yakni Basketball Arcade, Glow in the Dark Clock, Colour Your Own Drawstring Bag, Finger Printing Art Set yang melengkapi edisi sebelumnya Stone Deco Art, Origami Fashion Design, Colour Your Own Tote Bag, Air Jet Sport Car, Make Your Own Kite dan 3D Frame Art. Contohnya seperti di bawah ini:
Diakhir materinya, Mbak Yohana juga membagikan Tips Menumbuhkan Kreativitas Pada Anak:
1. Menghargai proses belajar
2. Mempersiapkan ruang khusus bagi anak untuk eksplorasi dan bereksperimen
3. Memberi kebebasan pada anak
4. Menjadi contoh nyata ‘orang kreatif’
5. Memberikan berbagai sudut pandang dengan memperkaya pengetahuan anak
6. Suportif
7. Mengapresiasi usaha anak
Mengasah Soft Skill kreativitas di abad digital bersama Faber-Castell bisa juga lho dilakukan oleh semua orang. Seperti saat membuat Creative Art Series Faber-Castell Glow In The Dark Clock, bawaannya ingin saja saya kerjakan sendiri sambil me time, haha.. habisnya seru, sih. Ngecat papan dengan cat akrilik trus nempel-nempel potongan kertas sampai menjadi bentuk gajah berkeliaran di hutan pada malam hari. Kreatif Artnya Faber-Castell cakep-cakep, jadi ingin koleksi semuanya!
Ingin berkreasi juga? Dapatkan Creative Art Series Faber-Castell di Tokopedia dan Shopee!
Leave a Reply