Akhirnya Pemerintah Kota Surabaya membuat Peraturan Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik yang disosialisasikan sejak 9 April 2022 lalu. Seperti sebelum-sebelumnya, saya pikir praktek di lapangan akan sama, yakni penerapan kantong berbayar. Ternyata enggak eh!
Nggapleki bener! wkwk
Belanja nggak bawa kantong? Angel weess..
Tinggal pilih, mau pulang mondong belanjaan (didekap pakai tangan) atau beli tas kain yang harganya.. sungguh sebenarnya sangat eman-eman bhuahaha..
Kampanye ramah lingkungan ini sebetulnya sudah lama digembor-gemborkan, tapi pada kenyataannya, minimarket dan supermarket mematok tarif Rp. 200,- per lembarnya. Untung bagi pengusaha, jualan gak modal kresek. Malah dapat tambahan 200 rupiah.
Sebagai kaum mendang-mending, sejujurnya saya gak rela, tapi ya gimana, gak ada pilihan lain lagi. Saya sering nolak kresek. Selama masih bisa dibawa tangan atau dimasukkan ransel, saya ogah beli kresek. Beneran kok! Dua ratus-dua ratus kalau diping nilainya lumayan. Toh, ujung-ujungnya nyampah di rumah.
Sebetulnya tas kain di rumah juga ada. Bekas goodiebag, banyak banget. Tapi kurang ringkes dibawanya. Ingat bawa kalau benar-benar pergi karena niat belanja.
Tapi pengalaman kali ini sangat diluar dugaan!
Jelang Lebaran kemarin, saya datang ke toko bahan kue. Toko biasa. Bukan minimarket, supermarket atau swalayan. Letak tokonya di pinggir jalan raya. Jauh dari pasar. Strategis, sih, sebelah kanan toko ada jasa laundry instan, sebelah kirinya toko mainan. Jadi mustahil menemukan bakul kresek eceran di sini
Saya datang dengan kepercayaan diri tinggi mengingat toko ini menurut saya stoknya lengkap. Baru 1 menit berdiri di depan etalase, tiba-tiba kaki saya ingin lekas hengkang manakala mata saya terpaut disebuah tulisan yang ditempel di etalase,
“MAAF, KAMI TIDAK MENYEDIAKAN KANTONG PLASTIK”
Wheladalah..
Lha terus tak bawa pakai apa nanti belanjaannya? Dimasukkan jok motor Mio paling muat gula halus tok sak bungkus!
Oke, saya berusaha tenang. Pilihannya mau terus belanja atau pulang ambil kresek dulu (hidup kresek pokoknya, karena plastik bekasan di rumah sak bajeg). Merasa rugi telah mengantre sekian puluh menit, saya putuskan terus belanja.
Gimana bawanya nanti, pikir belakangan
Tibalah giliran saya. Saya sebutkan belanjaan sembari Mbaknya mengambilkan barangnya satu per satu. Terigu 2 kilo, Gula Halus 2 bungkus (500 graman), margarin dan butter, Edam, cokelat bubuk, vanili, butter, lain-lain yang dibungkus kecil-kecil dan pathing nrecel.
Akhir transaksi, mbaknya nanya, “bawa kantong, Mbak?”
Saya jawab nggak. Berharap mbaknya ikut mikir apa yang sedang kurasakan. Mungkin saja memberi solusi dengan nyodorin kardus bekas atau apalah gitu.
“Trus bawanya gimana?” tanya Mbaknya.
Toko ini benar-benar taat aturan. Udah gak nyediain kantong plastik, gak nyediain pula tas kain.
Saya mikir lama.
Dengan sedikit kesimpulan, saya memutuskan membawa barang-barang itu dengan menaruhnya di motor secara asal-asalan yang penting semua keangkut. Saya taruh di bagasi depan (lubang di bawah setir itu lho), di bawah jok, sisanya yang ukuran besar saya taruh di pijakan kaki sambil berharap butter dan kejunya tidak kabur kebawa angin, haha.. 2 ini barang kecil tapi harganya bikin lumanyun. Untungnya pake matic. Dan untungnya jadi orang Jawa, kondisi apapun selalu menang dan beruntung, haha..
Cuman gini lho, bapak ibu pengusaha toko kelontong dan apapun itu. Ketika kantong plastik dilarang, mohon sediakan wadah yang manusiawi. Misalnya kardus bekas, kantong kertas yang dilem semacam bungkus gorengan, atau apalah. Salut dengan Hypermart yang menyediakan area khusus kardus bagi pelanggannya yang tidak membawa kantong belanja sehingga mereka tidak mondong belanjaan sampai di parkiran.Tau nggak sih, tidak semua orang pergi ke toko atau swalayan itu niat belanja, lho. Ada yang sekadar mampir sehingga tidak ada persiapan kantong dari rumah.
Satu pengalaman unik saya yang lain adalah beli baju koko di toko Reny. Niat pergi mau beli semen, eh di tengah jalan kepikiran lihat sesuatu di toko swalayan lokal itu. Ndilalah suami beli baju koko. Karena gak ada kantong, saya dekap aja tuh baju sampai rumah, sementara di depan ada semen 2 sak, hihi.. udah bajunya gak ada bungkusnya pula. Persis pulang kayak bawa gombal amoh, wkwk..
Untuk antisipasi hal-hal di atas, saya sudah menyiapkan kresek di jok motor dan di tas. Tapi ya gitu, masih sering alpa juga. Masalahnya tuh kantong plastik di motor sering raib. Ada aja manfaatnya. Dipake wadah sepatu pas kehujanan, dipakai bungkusin baju buat ke laundry. Sementara tas, suka sekali gonta-ganti. Fyuh!
Kalau teman-teman, gimana sih menyiasati aturan larangan kantongan plastik belanja?
Leave a Reply to indah savitri Cancel reply