Review Film Aruna dan Lidahnya, Makan Teruuuus!
Sebetulnya film Aruna dan Lidahnya nih sudah tayang di bioskop bulan September tahun 2018, tapi saya baru kemarin nontonnya. Ya gimana, banyak buanget judul Indonesia bagus-bagus sampai bingung muter apa dulu.
Menurut saya ide film Aruna dan Lidahnya sederhana banget, tapi sukses membuat alur ceritanya melekat di ingatan saya. Nggak hanya sebagai penikmat, film berdurasi 1 jam 46 menit ini juga melibatkan penonton sebagai pihak ketiga. Jarang lho ada konsep tayangan seperti ini.
Intinya, tema cerita film Aruna dan Lidahnya adalah MAKAN! Tiada hari tanpa kulineran! Bahkan beberapa waktu lalu, jauh sebelum Corona merebak, saya dan teman-teman melakukan perjalanan napak tilas terinspirasi dari film Aruna dan Lidahnya ini. Tempat dan menu disamakan persis seperti yang ada di film.
Byuhhh, kegiatan yang cukup berat. Selama 3 hari 2 malam kami diajak keluar masuk tempat makan untuk ….. makan!
Masak ngamen? Loss Dol, Ses!
Review Film Aruna dan Lidahnya, Makan Teruuuus!
Cerita dimulai saat Bono ngajak Aruna untuk jalan ke mana aja mencicipi kuliner khas daerah di Indonesia. Bono yang diperankan oleh Nicholas Saputra adalah seorang Chef, yang mana Ia ingin mencari inspirasi untuk ide menu di restorannya.
Di sisi lain, Aruna (Dian Sastro) adalah seorang pegawai kantoran yang sudah kadung janji mau jalan sama Bono, namun tiba-tiba ditugaskan untuk melakukan investigasi wabah virus di 5 kota yaitu Surabaya, Pamekasan, Pontianak dan Singkawang. Tapi nggak masalah bagi Bono, Ia tetap melanjutkan niatnya sembari menemani Aruna kerja.
Jadi Bono sama Aruna hubungannya cuma sahabat, Gaes. Nggak cinta-cintaan seperti di film Ada Apa Dengan Cinta. Justru mereka ini malah punya kandidat pasangan masing-masing yang kemudian bertemu di kota pertama, yakni Surabaya, yang kemudian jalanlah mereka bareng-bareng ber 4.
Adalah Faris (Oka Antara) cowok gebetan Aruna yang ditaksirnya sejak lama. Tiba-tiba saja datang menemui Aruna dan mendapat tugas dari kantornya membantu pekerjaan investigasi. Ada juga Nad (Nadeszhda) yang diperankan oleh Hannah Al Rasyid yang ujug-ujug datang lalu ikut kulineran bersama.
Dari 4 orang ini yang nggak terlalu asik cuma Faris. Menurutnya kehadiran Bono dan Nad justru mengganggu pekerjaan Aruna. Sementara Aruna sendiri meyakinkan Faris bahwa keberadaan mereka dijamin tidak akan mengganggu profesionalitasnya. Justru dalam hal ini Faris-lah biang konfliknya.
Rawon, Rujak Soto, hingga Nasi Goreng Mbok Sawal
Kota pertama yang disinggahi oleh Aruna dan Bono adalah Surabaya. Saya cukup terkesan karena film ini menampilkan beberapa spot ikonik di Surabaya. Untuk urusan pekerjaan Aruna, saya tebak syuting lokasinya di RS Karangmenjangan, bentuk dan warna ruangannya khas banget RS Provinsi.
Untuk kulinernya mereka makan Rawon di depot seberang kantor Pemkot Surabaya dan pertama kalinya ketemuan sama Faris. Yang lebih mengagetkan, Aruna sempat protes ketika makan Rujak Soto. Menurutnya Rujak sama Soto itu gak bisa digabung. Ibaratnya, orang yang ingin hidup sendiri-sendiri jangan dipaksa untuk bersatu. Dan untuk bagian ini saya setuju, hehe..
View this post on Instagram
Tujuan selanjutnya dan menjadi tempat yang paling ditunggu-tunggu oleh Aruna dan Bono adalah Pontianak. Karena di sinilah mereka berharap menemukan nasi goreng dengan cita rasa khas buatan Mbok Sawal.
Tapi rupanya, saat di Singkawang kebersamaan mereka terpecah karena satu sama lain timbul sebuah konflik yang berimbas pada perpecahan personil.
Antara Dian Sastro dan Judul Film Aruna dan Lidahnya
Meski ada 4 tokoh, yang paling utama di film Aruna dan Lidahnya adalah sosok Dian Sastro. Aktingnya natural banget dan pinter memainkan ekspresi. Sekelas Disas gitu lho!
Dari sekian film yang diperankan Disas, saya paling suka karakter dia di sini. Lucu-lucu nggemesin. Apalagi waktu dia keGRan di depan Faris, penonton jadi terbawa kondisi. Berharap serius, ternyata malah salah paham.
Hampir semua pemainnya bermain apik. Mungkin karena sudah saling kenal kali ya, bawaan mereka santai. Akting ngobrol maupun becanda sudah kayak kejadian beneran. Nggak tampak lagi syuting film.
Tapi syukurlah, film ini happy ending. Bagian yang mengganggu buat saya hanya bagian judul. Terlalu datar kata-katanya. Aruna dan Lidahnya. Tapi ya nggak bisa dipaksa puitis juga seperti Dee Lestari, tapi sayang aja film bagus begini judulnya B aja, hehe..
Hayo, adakah teman-teman di sini sudah nonton filmnya?
Dwi Puspita
Belum nonton nih, kalau baca reviewnya menarik banget apalagi soal kuliner begini. Dari film ini bisa juga para penonton mengenal nama-nama kuliner daerah ya
Ria Agustina
Mbaaak aku nonton ini di Bioskop. Pernah tak tulis juga di blog. Hehehe … bagian yang kusuka pas adegan menyatakan cinta di gerobak nasi goreng. Antara si Aruna sama Faris. Sumpah gemes lihat mereka. Oiya, ini diangkat dari Novelnya Laksmi Pamuntjak. Mungkin kalau udah baca novel duluan, akan bilang lebih bagus novelnya.
Joko Yugiyanto
jadi pengen napak tilas juga, secara kulineran bisa jadi hobi sejuta umat dan di mulai dari yang paling dekat dulu aja ya. oh iya perlu cek detail juga nih mereka makan apa saja dimana saja jangan sampai salah di sebelah gitu
Triani Retno
Aruna dan Lidahnya ini angkat dari novel Laksmi Pamuntjak ya. Karena isinya tentang icip-icip makanan alias kulineran, cocok aja sih. Biasanya kalo udah baca bukunya, males nonton filmnya sih. Kecuali kalo pemerannya memang jaminan mutu.
diane
Aku malah belum nonton e…Pengen juga nonton..apalagi ceritanya ada ttg kulineran di tempat2 yang aku kenal…
Dian Farida Ismyama
Aku udah nonton di bioskop pas tayang zaman dulu. Duh sepanjang film ngeces doang dishoot itu makanan mulu. Apalagi yg aku belum pernah coba kayak makanan2 yg di singkawang. Mupeng berat sampai sekarang