Menjalani Hidup Tanpa Beban Utang

Sebulan menjelang lebaran, tabungan arisan PKK kami dibagikan. Tujuannya tentu saja agar uangnya dimanfaatkan untuk belanja persiapan puasa sekaligus lebaran. Ekspresinya? ada yang kesenangan, ada yang biasa saja. Bahkan ada yang ngenes.

Kok gitu?

Yang ngenes adalah Ibu-Ibu yang memiliki pinjaman PKK sehingga Ia harus pasrah uang tabungannya digunakan untuk menutupi kekurangan cicilan. Saya sendiri Alhamdulillah dalam kategori kesenangan karena tak pernah berutang di PKK

Utang. Entah karena butuh atau kebiasaan, setiap kali arisan ada saja yang mendaftarkan diri menjadi debitur. Dalam aturan organisasi kami, debitur harus mengembalikan hutangnya selama 3 bulan (dibayar tiap bulan) dengan bunga 10% dibayar didepan (Saya lupa istilah ekonominya apa). Misalnya, A hutang satu juta. Uang yang diterima adalah Rp. 850.000. Tetapi dalam 3 bulan, Ia harus mengembalikan 1 Juta Rupiah.

Menjalani Hidup Tanpa Beban Utang

Sebenarnya utang adalah rahasia pribadi. Namun saat pembagian tabungan, rahasia itu jadi bocor. Bagaimana tidak bocor kalau beberapa orang mengeluh isi amplopnya hanya beberapa lembar ribuan. Malah ada yang kosong karena habis dipotong cicilan.

“Lihat Yun, amplopku kosong” kata salah satu Ibu sambil menunjukkan isi amplopnya. “Enak ya kamu, utuh” katanya lagi yang saya balas dengan senyum datar.

Dalam hati saya nyengir. Punya utang memang pahit. Nggak masalah punya utang kalau memang lagi butuh. Tapi kalau alasannya karena ‘Nggak punya utang gak enak’, ingin saja saya tertawa koprol. Jadi ingat teman kerja saya dulu yang rajin ngebon ke akunting dengan alasan: utang membuat kerja jadi semangat

Lantas apakah saya tidak punya utang?

Alhamdulillah punya, haha..

Jika boleh bilang, berutang atau tidak, semua kembali pada kebutuhan masing-masing. Jangan sampai utang itu menjadi beban hidup. Kalau boleh memilih, saya inginnya tak punya utang.

Berutang Tanpa Beban

IDE UTANG
Foto Freepik

Utang saya satu-satunya sekarang adalah cicilan tanah. Total kekurangannya 10 jutaan saja, cuman sengaja tidak saya lunasi. Biarlah tetap saya cicil tiap bulan, toh sesuai perjanjian awal kami tidak dikenai bunga.

Sementara cicilan yang lain, hmmm Alhamdulillah tidak ada. Sudah menjadi komitmen saya beberapa tahun ini tidak mau memiliki utang. Prinsip saya, kalau bisa dibayar lunas kenapa harus mencicil?

Bagaimana bisa hidup tanpa cicilan?

Alhamdulillah sejak memegang prinsip, saya berusaha melupakan IDE berutang. Saya selalu berharap, setiap ingin apapun, jangan sampai keIDEan utang! Jika IDE sampai muncul, alamat bubar prinsip saya!

Satu-satunya cara untuk melupakan IDE UTANG adalah memperbanyak nabung. Untuk nabung, rasanya saya seperti orang kesetanan. Nabung emas, deposito, hingga reksa dana. Uang tabungan ini berguna sebagai dana darurat atau simpanan sewaktu-waktu butuh.

Jangan bilang uang saya banyak, semua tabungan itu saya lakukan dengan cara sedikit-sedikit. Saya berusaha melupakan uang 10 ribu yang ketinggalan di saku celana. Ketika ingat, uang itu saya gunakan untuk menambahkan saldo emas.

Begitupun saat INGIN ganti motor. Ganti motor kan hanya sebuah keinginan. Tidak harus membeli baru untuk memilikinya. Jadi cara saya adalah membeli motor bekas. Motor yang saya gunakan sekarang keluaran 2009. Sudah jadul, tapi saya sedang belum ingin ganti. Entahlah kalau nanti ada yang jual dengan harga murah, hehe..

Wah hidup hemat, ya. Untuk hidup sehari-hari bagaimana?

Kebutuhan sehari-hari plus tagihan rumah seperti listrik air saya anggap pengeluaran rutin. Untuk meminimalisir kekurangan pangan, belanja sembako saya lakukan sekaligus banyak untuk stok sebulan. Artinya, saya tinggal mengatur pengeluaran tak terduga seperti jajan, sumbangan, dan lain-lain termasuk nraktir teman.

Kesimpulan dari tulisan ini adalah utang timbul karena IDE. IDE muncul didasari oleh hasrat. Mengutip ucapan Li Hao Yi di serial drama Mandarin Before We Get Married, “Kehidupan dikendalikan oleh diri sendiri. Berhutang pada dasarnya tidak ada rasa nyata. Hanya transaksi dengan tunai baru bisa menghindari belanja yang tidak berarti”

 

You Might Also Like

Leave a Reply