Apa yang teman-teman lakukan ketika ada teman atau sodara mau pinjam kamera. Dikasih aja karena merasa sungkan walau hati sebenarnya kurang ikhlas, atau nggak dikasih meski dikata pelit?
Kamera saya beberapa kali dipinjem sodara. Karena minjemnya gak sering dan beda-beda orang, saya kasih aja langsung. Jujur, sebenarnya berat untuk meminjamkan, tapi karena gak mau ribut, saya (berusaha) ikhlas menyerahkan tuh kamera. Rasa kesal, gak ikhlas, saya buang jauh-jauh supaya tidak menimbulkan perasaan-perasaan sakit atau kecewa. Lucu juga, sih, kamera ada yang minjem dikasih, tapi kenapa hati masih gak ikhlas, ya, haha.. Kayak ada yang ngganjel, gitu di dalam dada. Itu pernah banget saya rasakan, haha.. padahal sepele aja. Kalau gak mau ngasih, ya udah, tinggal bilang gak boleh. Saya malah cari masalah sendiri, hehe..
Dua hari lalu kembali saya dihubungi sodara yang berniat pinjem kamera DSLR. Kebetulan kamera DSLR nganggur di rumah dan jarang dipakai. Kamera yang sering saya pakai sekarang jenis mirrorless. Sebetulnya gak masalah dong ya, daripada nggak dipakai. Cuman masalahnya, saya gak yakin sodara saya itu bisa mengoperasikan kamera DSLR. Yang saya takutkan antara 2: tidak kepakai karena berat atau settingannya amburadul sehingga hasil jepretannya tidak maksimal. *ah, gak usah mikir sejauh itu kali, Yun, kalau sudah dipinjam suka-suka dia mau diapain*
Hahaha, iyaa, beneer. Ngapain ya saya mikir ruwet-ruwet..
Tapi saya ingat beberapa waktu lalu dia minjem kamera DSLR saya untuk acara ulang tahun. Namanya diundang saya datang ke acaranya. Selama acara berlangsung, saya gak lihat sama sekali sodara saya itu foto-foto menggunakan DSLR saya. Boro-boro foto, wong dia sibuk difoto, kok! Gak tanggung-tanggung, dia menyewa jasa fotografer lengkap dengan backgroundnya.
Karena penasaran saya mencoba konfirmasi dikemanakan DSLR saya. Rupanya kamera saya teronggok di pojokan dengan kondisi mengenaskan. Yang saya sedihkan, itu kamera harga 10 juta lebih, tapi cara naruhnya seperti gelas kopi yang tinggal ampas dengan remah-remah bakaran rokok di sekitarnya.
Nggak pakai ijin-ijinan, itu kamera langsung saya ambil dan saya bungkus ke dalam tasnya kembali. Saya tahan rasa kesel dan mau ngamuk.
“Ini kamera saya nggak dipakai? Kalau nggak saya simpan, ya”
“Oh iya, kalau gitu Tante aja yang foto-foto, ya”
“Lho, kan sudah ada tukang foto. Mau foto model apalagi?”
“Lho, itu kan buat foto ala ala studio. Yang ini foto buat senang-senang..” saya paham, mungkin maksudnya foto buat momen remeh temeh. Ya udah, daripada udah didatangkan jauh-jauh dari rumah trus nganggur, akhirnya saya menerjunkan diri dari status tamu yang kemudian merangkap sebagai tukang foto.
Tapi sebelumnya saya heran. Pertama kali mencoba jepret, saya kesulitan melakukannya. Kamera, kamera saya. Bahkan untuk foto aja saya gak bisa. Saya merasa ada yang utak atik setingan.
“Eh, kameranya habis kamu apain, kok begini?”
“Lho, gak diapa-apain, kok..”
Daripada saya dikira menuduh, saya solusikan sendiri akar masalahnya. Saya gak tau habis diapain, setelah saya utak atik, hasil jepretan kamera itu masih jauh dari ekspetasi saya. Baru berhasil setelah saya minta tolong Mas Fotografer untuk benerin. Agak lama dia utak-atik yang akhirnya berhasil.
Selanjutnya, selama acara saya yang melakukan foto-foto. Tuan rumah yang notabene sang peminjam malah asik minta difoto.
Pelajaran penting, kalau ingin jadi model foto, gak usah deh merangkap jadi tukang foto. Kalau pengen narsis, gak usah deh sok-sokan punya kamera profesional.
Ini contoh paling nyata, fotografer yang ingin jadi model:
Hingga selesai acara, dan sampai hari ini hasil foto-foto acaranya masih ada di komputer saya. Peminjam sama sekali tidak menanyakan atau berusaha mengcopy filenya. Ya gimana, dia udah puas memiliki foto-foto cantik milik sang fotografer sewaan.
Dan ketika baru-baru ini sodara saya meminjam kamera DSLR lagi, saya memutuskan tidak ngasih pinjam. Namun sebelum saya memutuskan TIDAK, saya sempatkan dulu bertanya ke grup WA teman-teman blogger.
“Teman-teman, kalau ada sodara minjem kamera, sebaiknya dikasih nggak?”
Rata-rata mereka menjawab TIDAK
Saya tanya alasannya, jawaban mereka beragam. Antara lain:
1. Kamera buat kerja, jadi sewaktu-waktu akan dipakai motret
2. Takut rusak, karena belinya butuh pengorbanan
3. Yang makai bisa ngoperasikan apa nggak, kalau nggak, gak berani minjami
4. Takut disepelekan, seringnya barang pinjaman tidak dirawat dan dijaga dengan baik
Pinjam meminjam barang apalagi antar sodara menurut saya agak runyam. Sodara, ya, sodara. Kalau gak dikasih pinjem, ntar dikata pelit.
Persis jawaban sodara saya ketika saya bilang, “Maaf, ya, kameranya sedang saya pakai untuk acara Agustusan di kampung” memang lagi saya pakai secara diminta jadi sie dokumentasi
“Aku pakainya 2 hari aja, kok”
Dua hari buat saya itu lama. Tidak sekedar, kok. Ya, kan, undangan blogger kadang datang secara mendadak.
“Ya udah, lihat besok, ya. Kalau gak ada acara pakai aja. Besok tak kabarin lagi”
“Ya udah, ya udah.. Kalau gak boleh pinjam, aku tak sewa aja” nadanya gak enak banget.
“Lho, kan aku bilang besok tak kabarin lagi”
“Wes gak usah, gak usah, tak sewa aja. Masalahnya untuk sewa itu gak bisa mendadak..” kali ini nadanya agak galau. Setengah kecewa karena minjem gak dikasih, setengahnya lagi minta diperhatian supaya dikasih pinjam.
Setelah saya pikir-pikir ulang dan membaca jawaban teman-teman di atas, akhirnya saya putuskan tidak memberikan pinjaman. Mohon maaf, ya, sodaraku..
Kalau teman-teman menemukan masalah hidup seperti yang saya alami, kira-kira bersikap seperti apa, komen dong…
Leave a Reply