Menyusuri situs wisata Pesanggrahan Taman Sari
Dipandang dari berbagi sisi manapun, keindahan kota Yogjakarta selalu berhasil membius hati. Walaupun diulang sampai beberapa kalipun datang ke Yogja tak akan pernah bisa bosan! Mulai dari pusat kotanya, kemudian Maliorobo yang menjadi daya tarik para wisatawan, hingga daerah-daerah pusat kerajaan dan wisata lainnya. Nah, salah satu destinasi yang pernah saya kunjungi di propinsi istimewa ini adalah Taman Sari. Wuih, jangan ditanya bagaimana cantiknya Taman Sari ini. Perpaduan cagar budaya yang kental dengan nuansa seni ini berhasil memikat saya ketika tiba di Yogja akhir tahun lalu.
Sebenarnya saya sekeluarga awalnya ingin pergi ke Malioboro, karena bisa dibilang tempatnya pas banget buat wisata, kuliner dan juga belanja hehe. Ditambah lagi dengan adanya berbagai pilihan penginapan dan hotel di kota Yogya yang cenderung terjangkau dari segi harga tapi pelayanannya tetap memuaskan. Tapi akhirnya, kami memutuskan untuk pergi ke tempat wisata yang lain. Dengan alasan, kalau Malioboro sudah beberapa kali dikunjungi hehe. Maka dari itu kami coba menelusuri cagar budaya Taman Sari.
Petualangan dimulai dengan kendaraan umum. Pertama, saya berangkat ke Yogjakarta dari Surabaya, tepatnya dari Terminal Bungurasih waktu masih menunjukkan dini hari. Sengaja saya berangkat jam 1 dini hari agar tiba di Terminal Giwangan antara jam 8-9 pagi. Kalau tidak salah waktu itu saya mengejar waktu Jumatan di Masjid Agung Kauman. Rencananya usai Jumatan saya mengunjungi Taman Sari yang kabaranya sangat eksotis. Dan konon Taman Sari adalah istana pemandian kerajaan pada zaman dahulu.
Jarak Taman Sari dari Masjid Gedhe Kauman Keraton Yogjakarta tidaklah jauh. Kurang lebih 500 meteran. Saya dan Suami memilih jalan kaki menuju ke sana menyusuri jalan KH. Ahmad Dahlan. Walau melalui jalanan yang macet dan panas kami tetap menikmati suasana Yogja yang khas sembari memotret sesuatu yang dianggap menarik. Jalanan menuju Taman Sari yang sedikit menanjak menghasilkan pemandangan indah di belakang sana.
Taman wisata Taman Sari ini tidak susah untuk ditemukan, karena di beberapa titik terdapat papan petunjuk yang akan membantu mengarahkan. Setelah berjalan selama puluhan menit tibalah kami di depan sebuah gapura berbentuk melengkung. Sesuai arahan warga sekitar, saya diberi alternatif masuk melalui jalan belakang yang katanya terdapat Sumur Gumuling dan Pulau Cemeti. Mulanya sempat ragu, takut salah arah, sebab yang kami lewati adalah gang-gang perkampungan yang sempit. Yang membuat kami yakin jalan itu benar adalah puing-puing bekas bangunan yang lebih mirip disebut situs. Ditambah lagi dengan adanya papan petunjuk yang bertuliskan Bangunan Cagar Budaya Situs Pesanggrahan Taman Sari, sehingga semakin meyakinkan kalau kami ada di jalan yang benar.
Semakin masuk ke dalam, kami seakan dibawa ke suatu tempat antah berantah melalui lorong mirip bunker. Bila dilihat sekilas lorong itu terkesan misterius. Saya dan Suami tetap berjalan mengikuti kemana arah lorong itu berujung. Sungguh, situs ini benar-benar membuat saya penasaran. Ternyata oh ternyata, ujung lorong itu adalah perkampungan penduduk. Dengan setengah bingung kami tetap berjalan dan olala.. kami baru tiba di depan pintu masuk Taman Sari yang sebenarnya!
Setelah membayar karcis masuk Taman Sari seharga Rp. 8.000/orang kami baru mengerti inilah situs pemandian itu.
Dari pintu masuk kami harus melalui gapura ala keraton. Gapura ini bentuknya unik dan saya suka banget lihatnya. Di balik gapura tampaklah taman-taman indah dengan rerumputan yang rapi dilengkapi jalanan setapak untuk lalu-lalang pengunjung. Di taman itu juga terdapat pot tanaman berukuran besar dan bentuknya seperti gentong. Di bagian sisi yang merapat ke tembok terdapat kayu tua berukuran besar tergeletak begitu saja di rerumputan. Keren banget pokoknya. Di sana, saya seperti sedang berada di dalam lingkup kerton masa lalu dan saya seakan-akan ikut terbawa suasana keraton di masa jayanya!
Puas menikmati taman, kami melanjutkan perjalanan menuju kolam pemandian. Meski sudah tidak dipakai mandi, namun kolam pemandian ini terawat bersih. Kolam-kolam itu dikelilingi oleh tembok tinggi dan diapit oleh Gedhong Gapura Panggung dengan ukiran artistik Jawa kuno. Ditengah-tengah kolamnya terdapat beberapa mata air yang bentuknya unik seperti jamur.
Tapi, yang membuat saya heran dengan cagar budaya Taman Sari ini adalah lokasinya yang terletak di tengah perkampungan padat penduduk. Padahal di setiap gang yang kami lalui banyak sekali bangunan bekas peninggalan keraton. Dan setelah saya browsing di internet, Taman Sari ini dulunya merupakan kompleks keraton. Di kompleks ini terdapat danau, pulau, sumur dan terowongan air. Dan yang sering dikunjungi oleh wisatawan saat ini merupakan kolam pemandian Umbul Binangun, dimana dulunya kolam ini digunakan sebagai tempat pemandian Sultan beserta istri dan putra-putrinya.
Meski sudah dianggap situs, namun keelokan Taman Sari masih saja mengeluarkan aura keindahan. Dan ini semakin menguatkan bahwa Yogjakarta merupakan Daerah Keistimewaan yang benar-benar istimewa.
Secara keseluruhan, Yogya ini memiliki banyak sekali keunggulan mulai dari tempat wisatanya, pusat kotanya, tradisi Kerajaannya, pilihan akomodasinya yang ramah dikantong, seperti Zodiak dan hotel Whiz Yogya, serta yang paling menarik adalah wisata belanjanya yang membuat hati ini ingin terus kembali ke sana.
Nah, bagaimana dengan teman-teman, adakah yang sudah pernah ke Taman Sari?