[GagasDebut] Wawancara bersama novelis Ninna Rosmina

Nah, kemarin saya sudah mempostingย review Novel One More Chance karya Ninna Rosmina. Supaya bedah buku Novel One More Chance ini lengkap sekarang saya akan mempersembahkan wawancara saya bersama Mbak Ninna Rosmina.

Berikut obrolan saya bersama Mbak Nina:

  • Assalamu Alaikum. Apa kabar Mbak Ninna? Sekarang sedang sibuk apa nih?

Wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh. Alhamdulillah baik. Sekarang alhamdulillah masih sibuk menulis kok

  • Novel One More Chance (OMC) ini kan debut novel Mbak yang pertama, dari mana ide yang Mbak dapatkan?

Sebelumnya Novel OMC memang novel debut saya di GagasMedia. Tapi bukan novel pertama saya. Sebelumnya saya pernah menulis di Bukune dengan judul Cinta Yang Lain. Ide menulis novel ini awalnya dari membaca sebuah novel berjudul Ways To Live Forever, sekitar tahun 2008. Kemudian ini diperkuat setelah saya menonton acara infotainment mengenai seorang aktor senior yang berhasil mendapatkan titel S2 nya, padahal aktor ini tidak bisa bebas beraktiftas selain hanya berbaring di atas tempat tidur. Mungkin Mbak Yuni pernah mendengarnya, yaitu saudara Pepenk. Selain dari dua hal di atas, ada hal lainnya yang juga mendorong saya menuliskan novel bertema HARAPAN ini.

  • Bisa diceritakan proses pembuatan novel OMC ini mulai riset, penulisan hingga self editing?

Seperti yang saya katakan, idenya sudah ada sejak tahun 2008. Namun dalam perjalanan menulisnya, lumayan mendapatkan banyak halangan ya. Diantaranya saat itu, saya menulis tanpa memperhatikan plot atau outline, alias langsung menulis bebas seperti yang ada di kepala saja. Akibatnya sampai dengan halaman 180 masih belum memasuki klimaks dan belum ada tanda-tanda kata TAMAT akan ditorehkan. Akhirnya naskah ini mendekam di dalam laptop. Sampai akhirnya tahun 2012 kemarin, saya memutuskan untuk melanjutkannya,tapi tentu saja banyaaak yang harus saya hapus. Kalau mengenai jurusan Arsitektur, kebetulan memang saya berkuliah mengambil jurusan ini, dan sempat selama dua tahun bekerja di kontraktor. Sedangkan kalau untuk riset tentang Leukimia, banyak cara yang saya tempuh. Sampai akhirnya semua data sudah kumpul, baru saya mulai menulis. Berhubung karena waktunya mepet, saya tidak terlalu memiliki waktu untuk self editing sih… tapi saya coba sebaik mungkin

  • Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaian novel ini?

Tidak menghitung dari tahun 2008, waktu penulisan memakan waktu kurang lebih dua bulan, tapi ditambah sebulan lagi untuk revisi dan editing, jadi total sekitar tiga bulan… mungkin lebih ๐Ÿ˜€

  • Bisa dibagikan sejarah Mbak dalam dunia kepenulisan.

Sejarah kepenulisan saya belum lama ya. Saya mulai benar-benar terjun di dunia kepenulisan sejak tahun 2011, ketika bergabung dengan Women Script and co. Dan kami sempat menerbitkan satu novel berantai yang ditulis oleh 16 penulis wanita berjudul Love Asset. Sejak itu seperti semua pintu mulai terbuka, naskah saya diterima diBukune, kemudian di Gagas Media. Barokallah Alhamdulillah. Padahal tahun-tahun sebelumnya sangat sulit sekali menembus penerbit, sampai saya hampir putus asa dan malah belajar menjahit.

  • Tokoh-tokoh di novel OMC banyak banget. Mengapa Mbak tidak meringkas cerita saja supaya tidak terlalu banyak nama yang muncul. Apakah Mbak tidak bingung dengan banyak nama-nama tersebut?

Hahaha… iya, lumayan banyak. Itu sudah lumayan berkurang daripada ketika awal saya menulisnya.mungkin kalau pembaca akan sedikit kesulitan, tapi karena rata-rata nama tokoh di dalam sini saya ambil dari nama-nama teman kampus saya, jadi lumayan terbantu. Mungkin yang perlu saya sampaikan, kunci para tokohnya adalah Vio, Cello, Rida, Rully, Rizki dan Wisnu.Oh, dan Pak Sani. Itu untuk yang dunia kampus. Untuk yang dunia SMA, karena bagian dari Flashback, hapalkan saya tokoh yang kalian sukai *tidak membantu sama sekali :p

  • Tentang Cello. Mengapa Mbak menggambarkan sosok dia sebagai lelaki berambut panjang. Bukankan lelaki berambut panjang biasanya mengesankan dia tidak romantis?

Tentang Cello, kenapa dia saya gambarkan berambut panjang tidak lain karena bagian dari simbol anak-anak teknik di kampus saya atau kampus lainnya pada tahun tersebut, kebanyakan mereka memanjangkan rambut, tapi mungkin memang jarang sampai ada yang melebihi punggung, tapi ADA ๐Ÿ˜€

  • Kesulitan apa yang Mbak hadapi selama menulis novel ini?

Seperti cerita di atas, ide cerita ini sudah ada sejak 2008, jadi tadi kurang lebih sudah saya jabarkan ya kesulitannya. Ditambah dalam pengkarakteran, mungkin itu juga sebabnya membuat novel OMC ini ada begitu banyak karakter. Ketika saya membayangkan plot dalam novel ini juga terbagi dua, yaitu masa kecil Vio sampai SMA, dan masa kini yaitu masa kuliahnya. Dan hal itu lumayan rumit, sehingga sepertinya kalau ingin saya tuliskan semua, novel ini bisa menjadi dua seri :p

  • Sekuel mana yang Mbak suka dan tidak suka dalam novel ini. Mengapa?

Saya tidak bisa mengatakan bagian mana yang saya tidak suka, karena saya menyukai kisah yang dialami oleh sang tokoh utama, dalam berjuang melawan takdirnya. Dia yang tadinya menjadi dingin dan tidak berperasaan, berubah ketika penyakit tersebut dialaminya. Bukannyamenjadiputus asa, Vio malah jadi lebih bersemangat menjalani hidup ini.

  • Bagaimana awal mulanya sehingga novel One More Chance ini berjodoh dengan Gagas Media?

Awal saya bisa menerbitkan di Gagas, saya kirim naskah saya berupa print out ke abang Christian Simamora. Sebulan kemudian dapat jawabannya. Tapi sebelum saya kirim, saya sempat salam sapa dulu selama beberapa lama dengan abang Chris, berkenalan. Sopan santun gitu deh. Kemudian saya bilang kalau saya mau kirim naskah, beliau bilang silahkan. Begitu sih ๐Ÿ™‚ alhamdulillah jodoh

  • Tentang Jurusan Arsitektur. Dibanding pengetahuan penyakit Leukimia yang diderita Vio, sepertinya Mbak lebih bisa menceritakan secara detail tentag arsitektur. Apakah ini ada hubunganya dengan latar belakang pendidika Mbak atau orang terdekat?

Sudah saya jawab ya di atas. Saya kuliah Jurusan Arsitektur dansempat bekerja selama dua tahun di proyek bangunan.

  • Setelah hadir di msyarakat apakah Mbak puas dengan keseluruhan tampilannya seperti cover, isi cerita, susunan bahasa dan sebagainya. Andai ada yang tidak puas bagian mana itu? Mengapa?

Secara Cover saya sangat suka, isi cerita juga. Kalau susunan bahasa saya tidak bisa tidak suka, karena begitulah gaya saya dalam menulis, walaupun memang masih perlu bnyak diperbaiki dan banyak berlatih ๐Ÿ™‚ Dan sayajuga tidak bisa bilang kalau saya tidak puas, karena novel ini sudah beredar di masyarakat. Kekurangan dari novel ini merupakan bagian dari saya, yang sebaiknya saya ambil pelajarannya dan berusaha menulis lebih baiklagi di karya saya yang berikutnya. InShaa Allah

  • Setelah OMC terbit dan dibaca oleh masyarakat, apa tanggapan mereka sejauh ini?

Sama aja ya, terbagi dua, ada yang suka dan tidak ๐Ÿ˜€

  • Di web Goodreads ada banyak komentar yang masuk tentang novel OMC ini, bagaimana cara Mbak menyikapi komentar pedas yang dilontarkan pembaca?

Mmmm… untuk yang berkomentar pedas sih, terserah mereka ya mba, itulah bagian dari dunia tulis menulis. Saya lebih suka diam dan terus berkarya ๐Ÿ™‚

  • Lebih suka mana fiksi atau non fiksi? Seandainya harus menulis fiksi lagi Mbak ingin mengangkat tema apa? Dan kalau non fiksi mbak akan menulis apa?

Sejauh ini saya masih menyukai tema Harapan. Di dunia yang kejam ini, harapan itu sangat kita butuhkan. Oh, dan tema kesempatan kedua. Terus terang…. saya tidak bisa menulis non fiksi selain blog tentu saja

  • Sebetulnya pesan apa yang ingin Mbak sampaikan ketika menuliskan novel ini?

Sesulit apa pun, harapan itu pasti masih selalu ada. Jadi teruslah berjuang sampai akhir

  • Sebutkan 5 penulis Indonesia yang Mbak favoritkan! Mengapa?

Dyah Rinni – selain saya kenal dekat, mba Dyah tulisannya juga sangat segar dan menarik
AndreaHirata – Saya suka gaya bahasanya, bisa membuat saya tertawa tapi yang tidak berlebihan
Tere Liye – Dalam semua bukunya pasti banyak hikmah yang bisa kita petik
Ilana Tan – Gaya bahasanya seperti novel terjemahan, dan sangat romantis, tapi nggak vulgar
Achi TM – salut dengan mba Achi, sudah punya anak dua, masih kecil-kecil, tapi terus berkarya. Komitmennya dalam mengurus keluarga dan karir patut diacungi jempol

  • Sebutkan 3 buku fiksi dan non fiksi favorit Mbak!

Buku Fiksi – nggak cukup kalau hanya disebutkan tiga ๐Ÿ™‚
Buku Non Fiksi – Kebanyakan buku traveling

  • Pertanyaan ini berhubungan dengan blog. Menurut Mbak blog yang bagus itu yang seperti apa?

Yang rajin posting alias update banget, ceritanya menarik, banyak foto-fotonya. Itu aja sih, standar sayanggak tinggi untuk blog

  • Mbak Ninna kan punya blog nih, bagaimana cara Mbak membagi waktu antara posting blog, BW dan menulis novel?

Sebelumnya BW itu apa ya? Kebetulan saya tidak termasuk rajin menulis blog. Jadi sejauh ini saya tidak mendapat kesulitan untuk membagi waktu antara mengisi blog atau menulis novel. Justru kesulitan saya antara membagi waktu dengan keluarga dan menulis novel.

  • Bagaimana cara Mbak menyiasati block writer?

Saya tipe yang nggak ngoyo,kalau lai mentok, saya bawa refreshing dulu. Hal itu otomatis kok, setelah segar biasanya pasti ingin kembali menulis.

  • Apa pesan Mbak buat teman-teman yang ingin menulis novel?

Banyak berlatih, kursus kalau perlu, banyak-banyak membaca, dan jangan pernah menyerah mengirimkan karya kalian ke penerbit.

Waaaahhh.. baru sadar kalau pertanyaan saya kepada Mbak Ninna buanyaak banget. Untung saja Mbak Ninna orangnya baik dan cepat responnya sehingga saya bisa bertanya-tanya lagi.

Buat teman-teman yang ingin ngobrol-ngobrol dan bertanya seputar kepenulisan kepada Mbak Ninna Rosmina bisa melalui:
Facebook: Ninna Rosmina
Twitter : @NinnaKrisna
Blog : http:nichi-781.blogspot.com

Tentang Ninna Rosmina

Foto: Dok pribadi Mbak Ninna
Foto: Dok pribadi Mbak Ninna

Seumur hidup, Ninna Rosmina habiskan di kota besar ini. Tapi berkat pekerjaan suami, dia jadi bisa merasakan yang namanya naik pesawat terbang untuk pertama kalinya dan juga bisa menginjakkan kaki diatas tanah selain kota Jakarta. Sangat hobi menonton acara Amazing Race dan juga membaca buku-buku travelling, dia jadi terinspirasi untuk bisa keliling dunia dengan budget murah, bahkan kalau bisa gratis

[GagasDebut] Review Novel: One More Chance

Cintaku tak bisa habis untuknya.

Naif, tapi itulah cinta yang kurasa.
Tak sepadan dengan waktu yang selalu tepat waktu.

Tapi tahukah kamu dimana letak ironisnya situasi ini,
ketika menyadari cintaku ternyata berbanding terbalik dengan perjalanan waktu.

Pintaku ini nyaris mustahil. Tapi, jika memang bisa, sudikah waktu berhenti sejenak untuk mengabulkan ingnku, agar bersamanya lebih lama lagi?
Karena bersama dia selamanya pun sebenarnya tidaklah cukup…

one-more-chance

Ada yang bilang kalau mereview blog tidak boleh mengatakan jelek atau bagus. Akan tetapi sah-sah saja kan jika saya memberikan kritikan sebagai ungkapan ketidakpuasan saya walau sebetulnya bukan ingin berkata nyinyir terhadap penulisnya.

Seperti kebiasaan saya setiap akan membeli buku, saya terlebih dulu melihat covernya dan membaca sinopsisnya. Kalau perlu mengintip juga isinya. Tentu saja saya mengintipnya menggunakan buku yang kemasannya sudah terbuka.

Sama halnya ketika memilih novel One More Chance (OMC) karya Ninna Rosmina. Saat membaca judulnya saya pikir novel ini menceritakan suatu hubungan yang sudah terjalin kemudian retak lalu salah satu pelakunya ingin kembali lagi. Ternyata dugaan saya salah, novel ini malah menceritakan seorang gadis yang menderita Leukimia. Hmm.. bisa juga sih, walaupun agak-agak gimanaa gitu, karena penyakit ini kan biasanya berhubungan dengan umur. Dan tebakan saya mungkin endingnya meninggal dunia. Ternyata benar.

Diawal-awal cerita penulis tidak menyebutkan nama penyakit yang diderita Dawai atau Vio, sang tokoh utama. Akan tetapi saya yakin pembaca bisa langsung menebak nama penyakit itu.

Yang membuat aneh menurut saya adalah nama sang tokoh. Violina Dawai Martadipura (dipangil Dawai dan Vio) dan Anugrah Putra Cello (dipanggilnya Cello). 2 Nama yang berhubungan dengan musik. Buat Cello mungkin pantas karena dia seorang gitaris band dikampusnya. Sedangkan Vio, dalam dirinya tidak ditemukan sesuatu sama sekali yang berhubungan dengan musik, melodi atau lagu. Nyanyi aja yang dihapal Cuma Itโ€™s my life Bon Jovi. Dan penulis juga tidak menyinggung latar belakang orang tuanya Dawai sebagai penyanyi atau pecinta seni.

Vio kuliah di jurusan Arsitektur, jurusan yang biasanya dihuni para cowok-cowok, namun dinovel Vio seolah tak memiliki teman cowok, kecuali kakak tingkat atasnya seperti Cello, Wisnu dan Rizky. Teman-teman Vio yang sering disebut Rully dan Rida.

Awal ketertarikan Vio mengambil jurusan ini karena terpesona dengan Cello saat menonton konsernya. Dia tertarik karena Cello memiliki rambut gondrong.

Dari awal membaca novel ini saya begitu sulit menemuka benang merah. Hingga bab ke 15, saya tak menemukan gregetnya. Adegan yang muncul masih Vio yang terus menerus ngejar-ngejar Cello. Bahkan beberapa bab saya diajak membaca kisah Vio ketika duduk dibangku SMA. Saya nggak ngerti maksud bab ini apa. Disana diceritakan Vio menjadi anak yang kaku, gak mau bergaul dengan teman-teman, bergabung menjadi anak geng, hingga ikut-ikutan balap motor liar. Kesannya cerita ini makin melebar kemana-mana.

Rasa haru novel ini baru muncul di bab akhir, yaitu saat Vio berada di detik tutup usia. Vio dan Cello duduk di taman. Sambil menyandarkan kepala di bahu Cello Vio berpesan agar Cello mau menjaga Putri Dawai, puteri mereka.

Vio tak menyesal kalau harus meninggal saat itu karena dia merasa 100 wishesnya sudah terisi penuh: jatuh cinta, merasakan patah hati, menikah, memiliki anak, dan meninggal dalam pelukan lelaki yang mencintai da dicintai olehnya.

Aku tahu kalau Tuhan itu Maha Adil, aku diciptakan oleh-Nya dengan sangat sempurna tanpa kekurangan satu apa pun dan aku diberikan akal untuk berpikir. Bahkan sampai detik ini, aku tetap merasa sempurna

Membaca novel ini secara keseluruhan membuat saya tidak begitu nyaman. Karena selama saya berkutat dengan halaman tulisan bukan cerita yang saya dapatkan tetapi saya jadi seperti mendengarkan orang ngobrol. Kalau obrolan berbobot dan masih ada hubungan cerita sih gak masalah, tapi obrolan yang saya dapatkan kesannya bertele-tele. Anak gaul bilang menye-menye. Entahlah apa itu artinya. Obrolan yang mestinya gak perlu seharusnya gak usah dibuat panjang yang akhirnya malah menghabiskan halaman tanpa memberi cerita berbobot.

Untuk adegan. Ada catatan yang menurut saya janggal. Yaitu saat Cello mengajak Vio nikah. Biasanya dalam adegan romantis-romantisan seorang lelaki yang mengajak nikah cewek menggunakan kata-kata mesra atau sikap yang menunjukkan keseriusan. Menurut saya kalau Cello ngajak nikah trus bilang, โ€œVio, yuk kita nikahโ€ kok kayaknya seperti ngajak makan bakso, ya.. dataaaar bangeet..

Apalagi saat mengutarakan itu dikatakan kalau Cello keluar dari ruang sidang lalu mendekati Vio yang berdiri di kaca jendela. Namun di bab selanjutnya diungkit kembali bahwa Cello mengucapkannya di koridor kelas, didepan seluruh mahasiswa dan dosen yang hadir sehingga mendapatkan banyak tepuk tangan. Mana nih yang bener?

Satu lagi, untuk panggilan. Kadang dipanggil Vio, kadang Vi. Kalau buat saya sih enaknya Vi. Sebagai catatan lebih baik tidak menggunakan banyak panggilan seperti Dawai, Vio, Vi. Cukup satu saja asal pas ditelinga.

Yang paling saya suka adalah tampilan covernya. Berwarna hijau dengan pita warna merah. Pita ini yang membuat novel ini enak dilihat karena berhubungan dengan penderita kanker.

Judul: One More Chance
Penulis: Ninna Rosmina
Penerbit: Gagas Media
Terbit: Cetakan pertama, April 2013
ISBN: 979-780-642-1
Halaman: 313
Ukuran: 13 x 19 cm
Harga: Rp. 48.000