Desa wisata Osing dan potensi Desa Wisata di Jawa Timur
Ada yang pernah berkunjung ke desa wisata? Atau malah belum tau mengapa disebut desa wisata?
Hmm.. Saat pertama kali mendengar sebutan desa wisata, yang tergambar dipikiran saya adalah sebuah desa yang dibangun dengan konsep suasana asli pedesaan. Rumah-rumah tradisional berdinding anyaman bambu, dengan pagar terbuat dari kayu, serta suasana perkampungan yang penuh dengan rerimbunan pohon pring, dimana ketika tertiup angin berbunyi kretek kriyeekk..
Bayangkan bagaimana serunya mendapati sebuah desa yang masih alami begini. Tak ada polusi, tak ada deru kendaraan, dan tak ada AC. Jangankan AC, tertiup Angin mBrobos Campur Debu alias ABCD aja badan sudah nggigil duluan. Jangan-jangan malah nggak berani mandi.. bangun dari tidur, cuci muka trus ngolesi sekujur badan dengan deodoran π
Namun semua itu ternyata rekayasa pikiran saya aja. Desa wisata tidak hanya menjual konsep suasana tradisional sebuah desa tetapi juga segala yang mengandung keindahan sehingga wisatawan yang datang betah berlama-lama tinggal di desa wisata.
Di Sidoarjo sendiri, beberapa tahun lalu sempat pernah ada desa wisata. Lokasinya di desa Wedoro β Sidoarjo. Di desa ini konsepnya tidak βdesaβ banget, nggak ada rumah berdinding anyaman bambu, nggak ada pohon pring, yang ada justru asap debu kendaraan dimana-mana. Yang menjadikan desa Wedoro dikenal luas adalah karena aktifitas warga desa yang hampir kebanyakan memiliki usaha pembuatan sandal dan sepatu. Konon sandal dan sepatu produksi Wedoro telah berhasil menembus pasar internasional.
Desa Wisata Wedoro booming di akhir dekade 90 hingga awal milenium, tepatnya sekitar tahun 1995-2003. Saya masih ingat di Jalan Wedoro, deretan rumah-rumah penduduk disulap menjadi stand penjualan sandal dan sepatu. Setiap menit pengunjungnya begitu melimpah. Untuk sekedar melihat sepatu saja rasanya penuh sesak. Jalanan raya Wedoro yang mulanya lengang tiba-tiba dijadikan tempat parkir dadakan. Otomatis, ekonomi warga Wedoro meningkat drastis. Tak sampai setahun, bekas rumah-rumah penduduk yang sederhana berubah menjadi ruko dan gerai sepatu sandal berpintu kaca.
Namun entah mengapa desa Wisata Wedoro kini tak seterkenal dulu. Ruko, stand, dan gerai sepatu pelan-pelan berganti usaha. Meski masih ada 2 β 3 stand yang masih menjual sepatu, namun tak begitu menarik minat pengunjung untuk kembali mengangkat potensi desa Wedoro sebagai desa home industry. Meski sudah tak seramai dulu, desa wisata Wedoro telah mencatatkan diri menjadi desa Wisata yang dikenal sebagai desa pengrajin sandal dan sepatu.
Desa wisata lain di Jawa Timur yang pernah saya kunjungi adalah desa wisata Osing di desa Kemiren Banyuwangi.
Berbeda dengan desa wisata Wedoro, di Kemiren justru begitu kental adat budayanya. Mulai dari bentuk rumah adat, bahasa daerah, dan kelompok masyarakat (suku)nya. Itulah mengapa desa ini dikenal sebagai desa wisata Osing.
Lokasi desa wisata Osing terletak di desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi, sebuah daerah yang memiliki sejuta potensi yang bersifat lokal. Daerah ini merupakan tempat tinggal suku Osing dengan bentuk rumah tradisional Osing. Bagi masyarakat Banyuwangi, suku Osing merupakan suku yang masih kental memegang adat budaya nenek moyang. Bahkan sebagai penghargaan, Pemerintah setempat menjadikan desa Kemiren sebagai daerah cagar budaya.
Produk lokal yang saat ini terus dikembangkan adalah kopi Kemiren. Kopi Kemiren ini diproduksi oleh sebuah Sanggar Paguyuban Tholek Kemiren (Pathok), yakni sanggar yang diprakarsai oleh Bapak Setiawan Subiakto seorang tester kopi kelas dunia, serta pemilik sanggar Genjah Arum.
Jika sedang berada di Banyuwangi, teman-teman silakan datang ke desa wisata Kemiren ini. Penduduk desa ini sangat terbuka menerima siapa saja yang datang ke desanya. Bahkan sekedar untuk melihat bentuk rumah adatnya pun, mereka dengan senang hati menyilahkan π