Kali ini saya menceritakan kembali tentang kebiasaan saya memperhatikan penampilan dan mendengarkan orang lain bicara. Entahlah mengapa saya begitu tertarik dengan hal-hal seperti itu apalagi kalau pembicaraan mereka berkaitan dengan informasi yang sedang hangat atau cerita kehidupan yang mengandung hikmah.
Kejadian itu terjadi saat saya berniat mengisi pulsa di sebuah counter penjualan hp dan pulsa didekat kantor. Saat saya datang dicounter itu sudah ada pembeli laki-laki yang sepertinya membeli kartu perdana dan dilayani oleh pegawai counter. Di counter itu selain pegawai yang melayani itu ada pula seorang bapak yang duduk dibelakang meja yang sepertinya seorang pemilik counter tersebut.
Tak begitu lama menunggu sang pemilik counter menyuruh pegawainya untuk mendahulukan saya. Saat si pegawai menunggui saya menulis no HP yang akan diisi pulsa, sang pemilik counter berdiri lalu membantu melayani pembeli laki-laki yang membeli kartu perdana tadi.
Sambil menunggu si pegawai mencet-mencet HP tanda sedang mengetik sms mengisi pulsa, saya mendengar pembicaraan antara pembeli laki-laki disebelah saya dan bapak pemilik counter. Awalnya saya tidak begitu tertarik dengan obrolan mereka, tetapi saat sang pemilik berkata dengan suara keras barulah saya ke mulai tertarik untuk mendengar dan memperhatikan topik yang sedang mereka bicarakan.
“Sampean beli HP ini, Mas?” seru pemilik counter. Seruannya itu terus terang membuat saya kaget, begitu juga dengan pembeli laki-laki itu. Kekagetan kami sepertinya beralasan sebab kami datang ke counter ini hanya ingin membeli pulsa dan bukan untuk pamer hp.
“Sampean beli HP ini berapa?” tanya pemilik counter sambil membolak-balik HP No*** seri 62** second yang sudah tidak mulus lagi.
“Seratus lima puluh ribu, Pak” jawab laki-laki itu datar.
“Waduh, Mas, sampean kemahalan belinya! HP ini tadi di jual ke saya seharga 80 ribu aja saya tolak”.
Batin saya, siapa juga yang mau jual hp itu ke bapak.
“Kenapa nggak mau, Pak?” tanya si pembeli itu.
“Sini saya kasih tau alasannya..” sambil si bapak membuka casing belakang HP lalu menyisipkan sim card yang baru dibeli didalamnya. “Ini pecah, Mas” si bapak menunjukkan bodi bagian bawah HP yang cuil sedikit. “Yang pecah ini bukan casingnya loh tapi bodinya” sambil si Bapak menunjukkan tempat yang rusak.
Saya yang awalnya berdiri agak jauh pelan-pelan mulai tertarik untuk mendekati pembeli laki-laki itu sambil melihat dan mendengarkan penjelasan dari pemilik counter. Begitu juga dengan pegawai yang melayani saya tadi juga ikut mendekat ke bosnya. Rupanya hal-hal aneh seperti ini mampu menarik orang untuk mencari sebab musababnya, ya..
Biar bagaimana dia adalah penjual HP, tentunya sedikit banyak mengerti seluk beluk ponsel.
“Trus Flash kameranya rusak” lanjut si pak Bos seraya menunjuk kamera. “Okelah barangkali tak seberapa masalah kalau flashnya rusak asal masih bisa dipakai memotret” lanjutnya.” Tapi kalau volume suaranya kecil meski sudah di maksimalkan, gimana? Ini nih dengarkan..” si Bapak menyalakan nada dering.
Seketika saya, pemilik hp, dan si pegawai bebarengan mendekatkan telinga ke hp tersebut. Persis anak kecil yang baru saja menemukan mainan unik, semua dibuat penasaran.
“Nggak kedengaran, Pak” akhirnya saya turut andil dalam obrolan.
“Dengar, mbak, tapi kuuecil” kata si pemilik hp.
Saya manggut-manggut, setuju.
“Lho, Bapak kok tau kalau Mas nya ini baru beli hp?” tanya saya kepada sang Bos. Investigasi dimulai hihi..
“Ya tau dong, Mbak, lha wong tadi yang punya HP ini mau jual ke sini. Tapi saya tolak”
“Kenapa ditolak, Pak?”
“ya nggak berani aja Mbak, lha kondisinya seperti itu..”. “Awalnya dia mau jual hp itu 150ribu. Lalu saya tawar 100ribu dengan syarat saya cek dulu kondisinya. Sama yang punya dikasih. Nah setelah saya cek dan ternyata hasilnya seperti itu saya tawar lagi 80ribu. Dan di kasih sama dia. Setelah nawar 80ribu saya pikir-pikir lagi kondisinya, akhirnya saya memutuskan tidak berani membeli”
“Wah saya kena tipu dong, Pak” kata pemiliknya
“Sampean gak kena tipu, Mas. Salahnya sampean sewaktu beli HP tadi kenapa tidak dicek”
“Soalnya saya sedang nggoreng, Pak. Jadi saya nggak memperhatikan betul-betul”
“Sampean tinggal dimana sih Mas?”
“Di sana, Pak. Saya jual gorengan Bandung” jawab si pemilik HP sambil tangannya menunjuk ke satu arah.
“Sebetulnya dengan harga 150ribu sampean nggak rugi, Mas. Karena memang pasarannya HP itu secondnya segitu, tapi kalau dengan kondisi normal”
Laki-laki itu diam dan termenung. Dan saya kok ikut-ikutan iba melihatnya.
“Lain kali kalau beli HP second hati-hati, Mas. Dicek dulu kondisinya” kata sang Bos.
Sebelum meninggalkan counter, saya kok merasa bahwa seharusnya si pemilik counter itu nggak perlu menceritakan secara detail kepada si pemilik. Ya memang sih memberi informasi yang baik boleh-boleh saja tapi kembali lagi ke status HP itu. HP itu kan sudah dibeli dan gak mungkin dikembalikan lagi sama yang punya. Dan lagi antara pemilik HP dan si Mas yang jual gorengan kan gak saling kenal, trus harus mencari kemana dong?
Kasihan si Masnya, jadi ‘gelo’ dan merasa ditipu. Padahal kalau dipikir-pikir yang salah bukan si penjual HP tapi karena keterbatasan informasi dan budget yang dimiliki si pembeli.
Leave a Reply to Akhmad Muhaimin Azzet Cancel reply