Dua hari kemarin berturut-turut saya kehilangan karcis parkir. Mau marah gimana, bisanya cuma misuh-misuh pada diri sendiri. Merasa karcis parkir itu saya lipat lalu saya masukkan ke dalam saku celana. Sakunya nggak bolong, lho. Kok ya pas mau keluar parkir karcisnya raib. Sudah bongkar tas, dompet, celana, celana dalam, beha, selembar kertas kecil itu tak ketemu juga.
Jangkrik!
Jamput!
Jancuk!
Pokoknya segala jenis sinonim umpatan sudah habis saya keluarkan!
Saya nggak akan kejet-kejet gak jelas kalau hanya kehilangan karcis parkir. Yang bikin semaput itu bayar dendanya!
Kertas karcis hilang begitu aja, harga dendanya ngajak gelut. Seandainya boleh hanya dengan nunjukkan KTP dan STNK aja sih gak masalah. Tapi dendanya bisa dapat bakso 3 mangkok. Wagelaseh!
Apa sayanya aja yang lebay?
Kejadian hilang karcis parkir pertama waktu mau keluar parkiran HiTech Mall. Bayar parkirnya, sih, murah aja, Rp. 2000,-. Walau udah jadi alumnus, saya masih kerap main nyelonong aja masuk ke parkiran. Gak usah karcis-karcisan, bayarnya pakai salam tempel, hehe..
Sebaliknya, biarpun saya masuk pakai bayar karcis dan pegang karcis, keluar parkiran gak nunjukin karcis pun gak jadi masalah. Yang penting bisa nunjukkan STNK motor.
Tapi hari itu saya kebagian petugas satpam baru. Masih muda, sialnya, dia udah pinter dalam hal ‘bermain’ karcis parkir.
Merasa kehilangan karcis, saya cari dulu ke semua penjuru tubuh. Gak semena-mena bilang “ah, aku kan mantan anak HiTech Mall”.
Usaha pencarian tak membuahkan hasil, saya hampiri dulu satpam parkir dan menyampaikan duduk masalahnya. KTP dan STNK udah siap di tangan.
“Kalau karcis hilang kena denda, Mbak” kata satpam yang masih unyu-unyu namun bertampang sok tau. Detik itu saya memberikan tepuk tangan dalam hati kepada satpam parkiran bahwa mereka telah menerapkan wajib BAYAR denda kehilangan karcis parkir. Tapi dalam hati mbatin, “Jamput, sejak kapan karcis hilang di Hi Tech Mall dimintai denda?” Aih, mungkin saya yang sok merasa senior.
Maksud saya gini, iya saya baca, memang ada peraturan yang menyebutkan ada denda yang tertuang di karcis parkir tertulis denda kehilangan, akan tetapi selama bertahun-tahun jadi penghuni Hi Tech Mall, sampai status saya menjadi alumni, gak pernah, tuh, ada kejadian bayar-bayar denda parkir. Kalau karcis hilang, ya udah hilang, mana KTP dan STNKnya? Sini dicatat. Tapi ya sudahlah, saya harus akui kegigihan satpam muda ini.
“Ini, lho, Mbak, ada tulisannya, karcis hilang denda Rp. 20.000,-“ Ia menunjukkan tulisan dari karcis parkir bekas. Iya, saya maklum.
Ndilalahnya, ketika saya sedang ngeluarin dompet, ada orang yang keluar parkiran bayarnya pakai salam tempel. Tanpa nunjukin STNK dan karcis parkir pula.
“Lha, orang itu kok gak nunjukin karcis parkir main lewat aja” kata saya. “Ya udah kalau gitu saya bayar dendanya Rp. 5000,- aja!”
“Gak bisa, Mbak. Orang tadi itu udah langganan. Kalau gitu Mbak bayar separuh harga aja” kata si satpam.
“Langganan nggak pernah bayar parkir maksudmu? Apa bedanya sama yang nggak langganan. Sama-sama nggak menunjukkan karcis parkir, kan? Pokoknya saya tetap bayar denda 5000 aja. Lagian duitnya masuk ke kantong kamu, kan?” Senioritas diri saya mendadak timbul.
Masih ngeyel, dia minta saya bayar Rp. 10.000,-. Tetep, saya kasih dia Rp. 5000, dan langsung diterima aja duit dari saya. Selesai bayar saya nggak dikasih bukti bayar atau kuitansi. Seandainya benar uangnya masuk ke manajemen, harusnya saya dikasih kuitansi atau semacamnya supaya saya yakin uang denda tidak masuk ke kantong oknum. Biar lega gitu, lho, bayar mahal-mahalnya. Lagian sistem parkiran di sana tidak terlalu rumit. Tidak menggunakan palang. Mau keluar, ya keluar aja. Karcis parkir sifatnya hanya sebagai bukti titip motor dengan memanfaatkan lahan area Mall. Toh, udah tertulis juga motor hilang, rusak, pihak Mall tidak bertanggung jawab.
Saya pulang dengan perasaan ‘puas’. Puas berhasil merayu satpam bayar denda parkir Rp. 5.000,-, tapi juga heran, satpam masih baru udah pinter ngobyek.

Kejadian kehilangan parkir pernah juga saya alami saat di Pemkot Surabaya. Bayar parkirnya dengan cara digital, pakai mesin. Saat karcis saya hilang, petugas tidak mempermasalahkan. Mereka hanya minta saya nunjukin STNK motor aja. Prosesnya juga tidak ribet-ribet amat.
Yang lebih menyakitkan lagi kejadian hari esoknya saat saya ke Lippo Mall, Sidoarjo. Lagi, saya kehilangan karcis parkir. Nasibnya sama, karcis saya lipat lalu saya simpan di saku celana. Nggak saya apa-apain, saku nggak saya masukin apa-apa, eh, karcisnya hilang.
Parahnya, di Mall ini sistem parkirnya pakai aplikasi Ovo. Kalau mau bayar tunai, bayarnya di dalam mall.
Saat saya lapori kehilangan, petugas bilang dendanya Rp. 30.000,- untuk motor, Rp. 60.000,- untuk mobil. Itupun wajib menunjukkan KTP dan STNK. Bayarnya nanti sama petugas palang parkir di pintu keluar parkiran.
Lemes, saya.
Gimana nggak sebel, coba, gara-gara kertas karcis selembar kecil, saya harus mengeluarkan uang seharga 3 cup es kepal
Milo, yang saya bingung di mana letak kenikmatannya.
Agar uang 30 ribu saya tidak melayang sia-sia, saya mengulang keliling Lippo Mall menyusuri rute yang tadi saya lewati. Tiap ada kertas kecil, mata saya mendelik. Tapi yang saya dapatkan bukan yang saya cari. Udah capek keliling, karcis tetap tidak ketemu.
“Ya udahlah, kalaupun harus bayar, bayar, deh.” Pasrah.
Sampai di pintu keluar, seperti yang diminta, saya menyerahkan KTP, STNK dan uang Rp. 30.000,-. Sambil petugas menanyakan jam berapa saya masuk parkiran. Ajaib, tak sampai 2 menit, palang pintu parkiran terbuka dan saya langsung bisa keluar.
Pertanyaan saya, lha terus uang denda segitu besar buat ngadminin apa? Ide siapa, sih, yang memberlakukan bayar denda atas kehilangan karcis parkir? Mbok, ya, tarif dendanya yang masuk akal, gitu, lho!
Agar kejadian pahit saya tidak menimpa teman-teman, sebaiknya simpan karcis parkir baik-baik. Kehilangan karcis parkir, dendanya bikin ngenes! Atau ada yang pernah merasakan hal yang lebih pahit dari saya?
Leave a Reply to mbak avy Cancel reply