Aiptu Pudji Hardjanto, Polisi Mbois sahabat Jenazah

Aiptu Pudji Hardjanto, Polisi Mbois sahabat Jenazah. Tampilan Mbois identik dengan gagah, parlente dan wangi yang berjalan ditengah kerubutan manusia dengan penuh pesona. Namun Mbois yang disandang Aiptu Pudji Hardjanto justru terbalik, Ke-mbois-an dirinya dirasa keren bila sedang berada di antara gelimang jenazah yang membutuhkan tangan dinginnya untuk diidentifikasi. Apa pendapat kalian?

Kalau saya gak jadi orang Mbois, gapapa! Gak Pathek’en! Buat apa dandan necis kalau hanya bersinggungan dengan mayat! Hihi..

Aiptu Pudji Hardjanto, Polisi Mbois sahabat Jenazah. Mungkin banyak yang bertanya, apa asiknya mengidentifikasi jenazah sedangkan di luar sana banyak orang menutup hidung menahan gejolak harum yang menyengat. Bagi Pak Djie, panggilan akrab beliau, jenazah dianggap sebuah karya seni. Seni Dinamis yang menyimpan banyak rahasia untuk di korek tingkat mahakarya nya. Hal itulah yang membawa sosok yang karib dengan kacamata hitam memilih menjadi bagian Tim Inafis di Polrestabes Surabaya.

Sejak membaca buku TKP Bicara, nama Aiptu Pudji Hardjanto membayang-bayangi pikiran saya bak hantu bergentayangan. Hanya satu keinginan saya, menjelma dihadapannya dan minta konfirmasi segala hal tentang isi bukunya. Sekaligus juga menggali kepenasaran saya bagaimana seseorang bisa mengkaitkan insting terhadap keberadaan jenazah korban pembunuhan.

Baca Resensi Buku: TKP Bicara, Catatan Aiptu Pudji Hardjanto, mengungkap kasus bermodal Rumput

TKP Bicara 2

Nyatanya, pertemuan saya dan Pak Dji malah keduluan produser Hitam Putih yang menghubungi saya melalui inbox FB, “Mbak, saya mau undang Aiptu Pudji sebagai Bintang Tamu Prog. Hitam Putih, bisa bantu no kontak?”

Yayaya.. sudahlah biarkan Pak Pudji masuk TV dulu, masuk blog saya belakangan haha… kata wong Jowo, Lakon Menang Keri, Bro! 😀

Apa dikata, setelah masuk TV saya malah dapat nomer antrian 799 pakai cap jempol kaki, mengungguli para fansnya yang ingin bertemu beliau. Sempat bersua pun di Polres Tanjung Perak beberapa waktu lalu hanya bisa foto bersama. Itupun dapat foto dengan gaya yang Koplak 😀 Bisa ngobrol cuma sebentar, gak sampai 3 menit putus karena kehabisan koin haha..

2016-06-18_02-37-37

Di Kedai Ketan Punel tadi malam kemenangan telak berada di tangan saya! Pak Djie sukses saya ‘ikat’ di tepi pagar raya Darmo sampai jam 12 malam di temani 2 petugas Polsek Wonokromo. Selama berjam-jam saya interogasi beliau habis-habisan! Setengah tega, saya persilakan secangkir kecil wedang sereh menemani beliau.

Mengenakan kaos hitam lengan panjang, celana jins, dan sepatu corak ular, pemiliki akun FB Djie Saja, saya tuntut menjawab pertanyaan saya. Rambut gondrongnya yang aduhai (kayaknya habis direbonding, deh haha) mengingatkan saya pada Charlie ST 12. Kali ini rejeki saya bisa mengamati wajah sangar beliau tanpa kaca mata hitam. Tuh, kan, saya bilang apa, Lakon Menang Keri, Reeek! 😀

Sebagai Polisi Identifikasi, Pak Djie banyak menyimpan foto hasil olah TKP beberapa kasus kejahatan. Kerajinan Djie mendokumentasikan foto membawa dirinya ke hadapan Kapolrestabes Surabaya yang saat itu dipimpin KombesPol Yan Fitri Halimansyah, untuk menyusun buku tentang pengalamannya melakukan olah TKP. Tak main-main, perintah atasan itu harus Ia selesaikan dalam waktu 2 Minggu! Dibantu Kasatreskrim Surabaya, AKBP Takdir Mattanete, buku itu diserahkan kepada Pak Yan tepat 2 Minggu kendati belum semuanya tuntas.

Baca juga Tentang AKBP Takdir Mattanete, Kasat Reskrim Surabaya dan sosok Polisi Wangi

2016-06-18_02-38-08

Rupanya, trik Pak Yan melecut semangat anggotanya untuk berkarya, membawa sisi kebaikan yang tak terduga bagi Pak Djie. Buku yang awalnya di beri judul “Aku Bukan Siapa-siapa” yang kemudian melalui tahap revisi sebanyak 5 kali plus penggantian judul menjadi TKP Bicara, menunjang popularitas dan rejeki bagi diri orang tua Rizki dan Mentari.

Bukan tak mudah menerbitkan sebuah buku, beragam pertentangan diterima Djie dari berbagai kalangan, terutama dari institusinya sendiri. Bila kita baca buku TKP Bicara, sangat jarang kita temukan istilah-istilah ilmiah tentang identifikasi. Justru di buku itu lebih banyak kita dapatkan cerita seputar kisah dibalik pengungkapan kasus pembunuhan. Itulah yang menjadi perdebatan karena isi buku itu dianggap tidak memiliki dasar. Djie pun tak tinggal diam, Ia merasa buku TKP Bicara diperuntukkan bagi pembaca non akademis sehingga Ia menulis segalanya dengan bahasa yang mudah dipahami.

Baca juga Kombes Pol Yan Fitri Halimansyah: Jadi Polisi karena takut Polisi

Sebagai pembaca non akademis, saya merasakan benar manfaat buku TKP Bicara, karena dari sanalah saya memahami TKP detail, cara membaca jejak, dan merangkai bukti.

“Berkembanglah kamu, tanpa melanggar hal yang ditentukan” – Djie Saja

Buku TKP Bicara menunjukkan bahwa sebenarnya tim Identifikasi berperan besar MEMBANTU mengungkap sebuah kasus. Berdasar fakta dan TKP, pelaku kejahatan mudah dikenali walau sangat disayangkan bagian Identifikasi jarang mendapat publikasi. Selama ini kan, masyarakat hanya tau, dan media selalu menyorot kegiatan Polisi sedang menangkap pelaku, padahal dibalik itu ada proses besar yang telah dilewatkan, yaitu identifikasi. Dari buku TKP Bicara lah terkuak tugas iden ternyata tidak mudah.

Setiap melihat Pak Djie tak pernah sekalipun memakai seragam dinas Polisi. Ketika saya tanya tentang seragam, Pak Djie malah tertawa. Ia mengaku sudah jarang memakai seragam Polisi. Semenjak bertugas menjadi serse dan Iden, seragam tak lagi sering menempel di badannya. Lucunya, anak-anak Pak Djie malah tidak tau bahwa Papa nya ternyata seorang Polisi!

Ketika saya tanya apa harapan menjadi seorang Polisi ‘tanpa seragam’, Pak Djie menjawabnya, “Saya tidak ingin menjadi Polisi Sukses, Saya ingin Menjadi Polisi Baik”

Ada sepercik keanehan yang saya dapat dari jawabannya. Di saat orang lain berlomba ingin menjadi orang sukses, justru seorang Djie, malah ingin menjadi orang baik. Lihat saja bagaimana Ashoka selalu terkendala masalah karena menjunjung tinggi asas kebaikan. Sedangkan di pihak Sushima, dia lebih mendapatkan kemenangan karena mengejar kesuksesan dan jabatan.

“Buat saya Polisi Baik akan dikenang baik kalau perbuatannya baik. Kalaupun tidak mendapat kebaikan, saya anggap buah jatuh di tempat yang salah”

Mumpung di hadapan Pak Djide, iseng saya bertanya tentang ‘kejahatan’ lalu lintas seperti menanggalkan helm saat berkendara. Ternyata kejadian ditilang Polisi kerap dilakukan putranya sendiri, Rizki, sepulang sekolah di SMAN 2 Surabaya. Usia 18 tahun belum memiliki SIM merupakan kenakalan remaja. Di saat teman-temannya kena tilang, Rizki pun menyerahkan diri untuk ditilang. Teman-temannya bilang, “Bapakmu kan Polisi, kok mau ditilang?”, jawaban Rizki, “Justru kalau gak ditilang, saya kena marah Bapak!”

Lebih lucu lagi, ada Polisi yang hapal kelakuan Rizki sering kena tilang lalu lapor ke Pak Djie, “Djie.. Djie.. lain kali selipkan fotokopi KTA mu di STNK, biar kami gak nilang” Pak Djie tertawa dan menjawab, “Tilang ya tilang aja. Tinggal bayar kok!”, Di balas oleh rekannya, “Duit gajimu berapa, bisa-bisa habis dipakai bayar tilang” haha..

Pernah pula nama Pak Djie dijadikan taruhan ponakan agar lolos dari tilang. Mendapat laporan dari rekannya, Pak Djie malah minta saudaranya agar ditilang. Alasannya sepele, “Ketika saya tugas di pelosok dengan segala kekurangan, apa mereka membantu saya? Ketika saya bekerja berat dan susah, saya gak minta bantuan mereka. Tapi ketika mereka berurusan sama Polisi kok minta saya selesaikan? Saya mau bantu kalau posisi mereka benar. Kalau salah, ya tilang aja..”

Aiptu Pudji Hardjanto, Polisi Mbois sahabat Jenazah mengakui dirinya tidak pernah merasa takut hantu. Bagi Djie, rasa takut hanyalah khayalan, khayalan yang membentuk imajinasi dalam bentuk hantu. Saat bersinggungan dengan jenazah, Djie merasa mereka adalah kawannya. Ia lebih tega melihat orang mati ketimbang orang sakit. Menurut Djie, Orang hidup pasti mengalami kematian, sedangkan tidak semua orang hidup mengalami sakit. Alasan itu yang membuat Djie takut melihat jarum suntik dan selang infus.

Momen bersama Pak Djie di Gapura Surya. Merasa aman ditemani Polisi Mbois :D
Momen bersama Pak Djie di Gapura Surya. Merasa aman ditemani Polisi Mbois 😀

Ngobrol dan bicara panjang lebar dengan Pak Djie menjadi kesenangan tersendiri. Pribadinya yang sederhana dan santai menanggapi persoalan mampu menarik magnet tiap orang berkawan dekat dengan beliau. ‘Kepolisiannya’ tidak membatasi pergaulannya terhadap siapa saja. Saya jadi makin yakin, dibalik satu Polisi brengsek, ada sejuta Polisi baik yang menjaganya. Sukses selalu untuk Pak Djie dan keluarga…

Mengenal Lebih Dekat Komunitas Tukang Bangunan di Indonesia

Baru tau, ternyata tukang bangunan juga punya komunitas! Selama ini yang saya tau, profesi tukang kerjanya profesional. Nyari order sendiri, desain rumah sendiri, pasang tarif sendiri, pokoknya semuanya sendiri. Makin terperangah saja mendengar bahwa jumlah anggota komunitas tukang seluruh Indonesia saat ini telah tercatat sebanyak 11.500 orang! We O We, WOW!

Jadi, kemarin itu saya menghadiri acara pembukaan Pembekalan dan Fasilitasi Uji Kompetensi Tukang Bangunan Umum di Hotel Slamet, Mojokerto. Awalnya bingung saya, bakal disuruh ngapain di sana nanti? Udah macak cakep masa harus ngayak pasir? 😀

Komunitas Tukang

Sebelum masuk ke lokasi acara, meja registrasi penuh sesak dengan kaum Adam. Langsung tepuk jidat, Oh, iya.. ini kan acaranya lelaki. Eh, tapi ada juga lho tukang yang cantik, sepenglihatan saya ada 3 orang peserta yang perempuan.

Karena meja registrasinya power full, saya dan teman-teman di by pass masuk ke ruangan. Double kaget, seruangan isinya laki semua! Kami pun diberi alternatif duduk di kursi nomer 2 dari depan. Asiiikkk… ala-ala pejabat gitulah hehe

Komunitas Tukang

Sebelum acara dimulai, jujur aja saya masih gak paham-paham banget tema acaranya ini apa. Dan kenapa di sana banyak banget tukang bangunan. Baru deh paham setelah Mas Danu Fahid, Marcomm PT. Semen Indonesia menjelaskan bahwa, acara Pembekalan dan Fasilitasi Uji Kompetensi Tukang Bangunan Umum merupakan kegiatan pelatihan khusus Tukang dengan harapan ada peningkatan kompetensi dan ketrampilan dari para tukang itu sendiri.

Mas Danu, Marcomm Semen Indonesia
Mas Danu, Marcomm Semen Indonesia

Acara yang dihadiri oleh 120 Tukang Bangunan se Mojokerto mendapat dukungan dari beberapa pihak, antara lain PT. Semen Indonesia, Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya, dan Pemerintah daerah setempat.

Komunitas Tukang di gagas oleh Semen Indonesia sejak tahun 2007 hingga 2016. Dari hampir 12 ribu member tercatat, 5000 diantaranya telah lolos verifikasi dan mengantongi sertifikat bertaraf Nasional.

Komunitas Tukang

Yang unik dari komunitas Tukang ini adalah sistem komunikasi antar member yang masih bersifat konvesional. Yaitu menghubungi antar tukang melalui fasilitas sambungan pulsa.

Mungkin teman-teman heran. Sama, saya juga heran! 😀

Untuk mempermudah komunikasi, Semen Indonesia akan memfasilitasi member komunitas agar saling terhubung satu sama lain. Caranya dengan diberikan kartu telepon khusus dimana nomer telepon yang telah diberikan adalah sebagai pengikat anggota.

Ketika saya tanya, mengapa tidak dibuatkan grup khusus tukang di Social Media atau melalui aplikasi chatting agar komunikasi lebih mudah terpantau?

Menurut Mas Danu, justru lebih efektif pulsa.
Kok bisa? Aneh, kan?

Begini, para tukang bangunan bukan seperti blogger yang tiap hari hidup di dunia online. Ponsel yang dipegang para tukang ini bukanlah ponsel sejenis telepon cerdas yang penuh dengan aplikasi dan paket data kondisi selalu On. Yang penting bagi mereka teleponnya bisa nyala dan bisa digunakan untuk telepon dan SMS. Justru dengan diberikan kartu perdana, Semen Indonesia berusaha mengikuti gaya hidup mereka.

Hmm, saya jadi berpikir, bener juga sih kalau mereka diberikan kartu perdana. Kalau tukang-tukang itu dibuatkan grup chatting atau grup sosmed, pekerjaan mereka pasti terganggu. Lagi asik masang bata, liat notif. Lagi sibuk ngaduk semen, cek notif. Trus kapan selesai bangunannya? iya juga ya. Dan kenapa tiba-tiba saya kangen masa 90-an yang tiap hari sibuk ngobrol sama teman-teman sambil beratap muka. Bukan lagi komunikasi melalui perangkat.

Komunitas Tukang

Agar komunikasi antar tukang semakin intens, Semen Indonesia membuat beberapa program yang selama ini telah berjalan, antara lain:

• Arisan tukang
• Call Center Tukang, semacam tempat konsultasi para tukang kepada ahli bangunan. Dengan Call Center mereka bisa konsultasi seputar disain rumah, ukuran rumah, arsitektur rumah, dan lain sebagainya.
• Pelatihan tukang
• Pembagian Merchandise kepada para tukang yang diberikan tiap 6 bulan sekali
• Lomba Pekerja Konstruksi bangunan

Pembekalan dan Fasilitasi Uji Kompetensi Tukang Bangunan Umum yang diselenggarakan di Mojokerto selama 3 hari, terhitung dari tanggal 1-3 Juni 2016, seluruh peserta akan mendapat pembekalan teori dan praktek. Prakteknya seperti pelatihan pemasangan bata, pemasangan kusen, Membuat Kolom, dan lain sebagainya yang akan berlangsung di desa Banjar Agung, Mojokerto.

Menurut Kepala Dinas PU Cipta Karya, Guntur Prihantono, dalam sambutannya mengatakan tukang harus memiliki sertifikasi tukang. Harapannya, dengan sertifikasi itu para tukang semakin memahami spesifikasi material, Metode pengerjaan, Waktu pengerjaan, dan Kualitas bangunan. Jika ke 4 hal di atas diberlakukan, maka ongkos tukang yang diterima dapat memperbaiki ekonomi para tukang

Guntur Prihantono, Kepala Dinas PU Cipta Karya
Guntur Prihantono, Kepala Dinas PU Cipta Karya

Mendengar paparan fungsi Komunitas Tukang ini menurut saya jelas akan menguntungkan nasib para tukang kedepannya. Bersama rekan komunitasnya, mereka seperti mendapat wadah berkomunikasi, tempat berbagi info, dan tak menutup kemungkinan berbagi job dan berbagi info fee. Lho lho macam dunia blogger aja hehe.. Yap, begitulah seninya berkomunitas!

Misteri Paket Kayu

Judulnya ala ala cerpen Bobo 😀

Postingan ini terinspirasi dari paket kayu yang datang ke rumah beberapa hari lalu. Paket kayu yang bagi 2 teman saya bak kotak misteri pandora, tatapi buat saya lebih mirip kotak zonk!

Alinea pembuka ini sekaligus prakata bahwa postingan ini tidak bermaksud menjelekkan pihak lain, saya hanya berbagi cerita saja. Cerita yang menurut saya lucu, yang kemudian memutuskan saya untuk tertawa. Kalau ada yang menganggap kisah saya ini nggak lucu, ya bolehlah ikut tertawa, sumbang-sumbang suara buat rame-ramean 😀

Kisah ini bermula dari undangan vendor smartphone. Semacam undangan gathering gitulah. Jujur, dari sekian tahun hidup bergelimang informasi seputar gadget dan teknologi, baru kali itu saya mendengar merk smartphone yang konon pemasarannya hanya melalui toko online. Lucunya, tiap hari berhadapan dengan dunia online, saya malah gak tau blass tentang merk tersebut :D. Yaah, gimana bisa tau kalau buka toko online hanya pas punya voucher diskon. Punya voucher diskon-pun, kalau ada aturan minimal pembelian juga gak mau makai. Kecuali dapat job review toko online, ini wajib buka, belum tentu beli juga haha..

kotak kayu

Seperti acara gathering pada umumnya, kami ngobrol-ngobrol dan disuguhi 3 smartphone untuk dinikmati performanya. Saya lebih banyak ngetes kualitas kameranya. Taraf penilaian saya, HP bagus, adalah yang pixel kameranya gede! huehue..

Di akhir sesi, penyelengaara mengadakan games. Disinilah kaitan munculnya misteri kotak kayu.

Seluruh peserta di bagi 3 bagian. Tim 1, Tim 2, dan Tim 3. Satu tim terdiri 7-8 orang. Saya kebagian Tim 2, yang didalamnya terdapat Aya sama Vika. Lagi-lagi ketemu orang ini, hih! 😀

Gamesnya adalah, peserta berdiri di panggung dan diminta pasang mimik muka sesuai permintaan panitia. Seperti, muka kepo, muka nangis, muka boker, muka galau, dan lain sebagainya. Satu tim, dikasih 5 perintah. Pemenangnya adalah yang memiliki banyak like di akun sosmed penyelenggara. Penilaian cara begini saya lebih pasrah bongkokan, males kalau harus ngemis-ngemis like ke orang, walo ke teman sendiri.

Sebelum naik panggung, kami minta kejelasan hadiah kepada panitia. Saling timpal-timpalan dan sambil guyonan. Rame dan seru..

Mbak hadiahnya apa? Males, ah, kalau gak ada hadiahnya
Hadiahnya Smartphone, ya?”

Panitia jawab dengan ragu-ragu, “Ada hadiahnya, nanti dikirim ke rumah”

Karena dikejar sama teman-teman, panitia pun ngasih tau: “Hadiahnyaaa….. power bank” entah ini beneran atau asal jawab 😀

Kami masih ngejar,

Yaah, powerbank udah banyak, Mbak, di rumah. Ya udah deh daripada gak dapat huahaha
Mbak, powerbanknya dapat satu orang, satu, apa setim dapat satu?
Kalau setim dapat satu, pakainya gantian, seorang sehari haha

“Pokoknya nanti di kirim ke alamat pemenang, deh. Bantuin like ya di FB kami” kata penyelenggara.

Selama games berlangsung, kami ngakak berjamaah, muka peserta lucu-lucu semua. Panitia yang bagian foto-foto juga ngakak.

Acara udahan, bubar, pulang masing-masing. Dari itungan like, pemenangnya adalah Tim 2. Yeayyy menaang..

Beberapa hari kemudian, sebuah pesan WA datang dari salah satu tim 2.

“Mbak, kemarin hadiah dari ********** bilangnya Powerbank, kok isinya gelas”

Karena hadiah punya saya belum datang, saya terkejut. “Masa??”

Lalu si teman menyertakan foto packingan kayu. Saya pun tertawa.. saya jawab sambil guyon, “mahal kayunya ketimbang gelasnya haha..”

Esoknya, giliran paketan kayu saya datang. Setelah menerima, saya gak lantas membuka paketan itu. Saya biarkan tergeletak di lantai. “Ah, isinya gelas, biarin deh, kapan-kapan aja bukanya” pikir saya. Gelas di rumah ada lusinan. Apalagi gelas keramik, banyaaak, sponsor semua haha..

Dua hari kemudian, saya terima pesan WA lagi yang juga anggota tim 2

“Mbak, udah terima paket dari **********? Kirain isinya HP, bukanya aja saya harus ngeluarin tenaga dalam, pelan-pelan dan hati-hati takut pecah. Bungkusannya rapat, pakai kayu. Ealaaah, ternyata gelas hahaha”

Makin ngakak aja baca pesan yang kedua. Untung saya dikasih tau sama teman duluan kalau isi paketanya gelas, kalau nggak, ya kena jebakan betmen juga huahua

Hingga hari ini pun, paketan kayu saya masih anteng di pojokan. Biar orang lain aja yang buka, urusan mereka kena jebakan betmen 😀

Apapun itu, ya udahlah terima kasih buat penyelenggara yang udah niat banget ngirim hadiah kepada kami 😀

Tentang AKBP Takdir Mattanete, Kasat Reskrim Surabaya dan sosok Polisi Wangi

Tentang AKBP Takdir Mattanete, Kasat Reskrim Surabaya dan sosok Polisi Wangi

Siapa AKBP Takdir Mattanete? Semua orang pasti sepakat menjawab, Kasatreskrim Surabaya!
Ya ya ya sosok Polisi satu ini memang sedang jadi perbincangan hangat warga Surabaya, terutama yang sehari-harinya rajin mantengin berita kriminal. Meski sehari-harinya hidup di lingkaran beraura ‘kejahatan’, namun sosok ‘Polisi Wangi’ ini selalu menjadi bual-bualan manis para fansnya di dunia maya.

Tentang AKBP Takdir Mattanete, Kasat Reskrim Surabaya dan sosok Polisi Wangi. Polisi Wangi? siapa dia?

Takdir Mattanete, Kasat Reskrim Surabaya

Polisi Wangi adalah sebutan saya untuk Bang Takdir Mattanete. Maaf sedang songong manggil beliau Bang. Kita akrab-akraban dikit napa, Bang.. jangan sadis gitulah ama saya *kemudian dijitak duren*

Pada jam 1 dini hari, ketika saya kena ‘sandera’ 5 Jam bersama Polisi, sosok Polisi berkuncir ini berada di dekat saya. Saat itu saya adalah orang cuek yang gak ngerti dunia kepolisian dan gak penting ngapalin nama dan wajah pejabat Polisi. Yang saya ingat waktu itu hanyalah aroma wangi sabun GIV yang membaur diantara gelas-gelas es teh dan piring gorengan, tepat ketika sekelompok orang datang mengelilingi saya, satu diantaranya Bang Takdir. Iya, saya di sandera! Satu kata, kasian! 😀

“Siapa sih yang habis mandi malam-malam begini, baunya GIV banget!” batin saya. Sejak itu saya menyebut beliau Polisi Wangi, dan entah mengapa sebutan itu langsung menyebar di telinga Emak-emak Blogger haha.. *viral banget yak*

Sayangnya kita ((KITA)) gak bisa langsung berteman di Facebook. Beneran deh, fans beliau buanyaaak banget. Slotnya udah pas 5000. Saya gak dikasih geser kursi satu pun! Pertemanan saya di tolak mentah-mentah 😀

“Saya bingung, Facebook saya udah full 5000, gak bisa lagi nambah teman” curhat Bang Takdir saat bersiap melakukan pengamanan malam Taun Baru.
“Bapak bikin FP laah, fansnya banyak gitu. Kan lumayan dapat duit kalau ada yang endorse sepatu booth” *jawaban koplak*
“Selain FP, gimana caranya?”
“Bikin akun FB Takdir 2!”

Jangan kalah ama Tersanjung 7! 😀

Hingga pada suatu siang kami janjian kopdar di gedung Reskrim Polrestabes Surabaya, tempat lelaki kelahiran Makassar ini berdinas. Saya datang bersama Mas Rinaldy, Chandra, dan Dito. Sambil menunggu kami di tanya oleh seorang Ibu, “mau lapor kasus apa?”

Saya baru ngerti kalau datang ke Polisi bagian kriminal, harus punya masalah kejahatan. Dan jawaban kami, “Nggak ada kasus, kami mau ketemu sama Pak Takdir”

Ditanya lagi, “Kasusnya apa?”

Belum sempat jawab, lalu sebuah siulan menghampiri kami. “Suiiuuiiiiiittt!”vokal i yang belakang panjang dan bernada. Khas siulan memanggil sahabat.. kalau manggil cewek siulannya beda lagi, gini “Suit.. suiiiiittt…” vokal i nya panjang dan datar, terdengar menggoda. *Malah bahas nada siulan* 😀

Spontan kami noleh ke arah suara. Tak terkecuali petugas yang ada disana, ikut menoleh juga. Sambil bengong. Haha..

“Hi, come on!” Tangan dan kepalanya digoyang sekali tanda ajakan masuk. Duh, Baaang.. ini kantor Polisi apa apasih, kok gak ada serem-seremnyaa.. dan gaya sampean, gaul bangeeeet.. 😀

Kantor Bang Takdir itu berada di lantai 3, kalau lampu mati resikonya harus naik tangga manual. Liftnya mati, Kaka.. Seperti yang saya lakukan hari itu. Ruangannya terdiri dari 2 sekat. Sekat 1 khusus meja kerja, ruang lainnya buat terima tamu.

Berada di dalam ruangan yang adem itu, saya seperti sedang berada di ……. “Saya suka nonton drama Turki, yang itu lhoo.. Kaisar siapa namanya, lupa..”.. “Kekaisaran Ottoman?”.. “Naaah, iyaaa.. makanya dinding ruangan ini saya tempeli wallpaper yang mirip seperti di drama Abad Kejayaan”

Apa ini!???!
Takdir Mattanete, Kasat Reskrim Surabaya, yang tiap hari nangani kriminal ternyata suka nonton drama!

Perhatikan wallpapernya ^^
Perhatikan wallpapernya ^^

Saya terperangah mendengar kejujurannya, bahwa dibalik seorang Takdir Mattente, Kasatreskrim yang penampilannya gaul itu, ternyata suka nonton drama berseri! Daaaan, rupanya rambut gondrong yang sekarang di pelihara, inspirasinya dari Meteor Garden, drama jadul jaman anak 90-an masih asik mainan patil lele 😀

“Selain drama Turki saya juga suka nonton drama India, Akbar siapa dulu itu..”… “Jodha Akbar?”
“Hahaha.. iya iya.. Jodha Akbar”
“Sukanya kenapa, Pak?”
“Saya suka lihat adegan Ratu Jodha marahan sama raja Jalal. Manja-manja gimanaa.. trus Raja Jalal juga sosok raja yang berani, tegas juga berwibawa”
“Dan gondrong, Pak!” haha..

Penampilan berbeda
Penampilan berbeda

Selama ngobrol dengan lulusan SMA Negeri Langnga – Pinrang, kami seperti sudah akrab aja. Padahal ketemu tidak tentu sebulan sekali, tapi cara Bang Takdir memperlakukan kami, sebagai teman barunya, seolah sudah kenal lama.

Ketika saya tanya, kenapa mau jadi Polisi, bukankah di luar sana banyak profesi yang lebih menggiurkan selain Polisi. Jawaban Bang Takdir jauh dari prasangka saya. Ternyata daftar menjadi anggota Polisi alasanya sepele, supaya gak nganggur di rumah! Jadi ceritanya, masa muda dulu Bang Takdir pernah daftar UMPTN. Orang tua taunya anak lelakinya daftar UMPTN, tapi rupanya takdir membawa Takdir Mattanete masuk menjadi anggota Kepolisian.

Dalam keluarga besarnya, anak ke 5 dari 6 bersaudara ini tak ada satupun yang menjadi Polisi, kecuali Kakeknya. Di usia anak-anak, Takdir tinggal bersama Ibundanya, Haji Hasma. Ayahnya, Abdul Latif wafat ketika Takdir berusia sekitar 5 tahunan. Untuk membantu keluarga, Takdir hidup seperti anak-anak kampung di desanya, Desa Labolong, Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, bekerja di sawah dan jualan es lilin.

Sebagai anak desa, Takdir tumbuh menjadi pribadi yang humanis, mudah bergaul dan grapyak pada semua orang. Seperti yang kita lihat sekarang, Takdir dikenal sebagai sosok rendah hati dan dekat kepada siapa saja. Di kalangan media, lelaki perwira berpundak Melati Dua ini akrab dipanggil dengan sebutan, Nette Boy.

Menyinggung kiprahnya di korps baju coklat, saya bertanya mengapa suka dengan kriminal. Bukankah kriminal resikonya besar. Dibenci keluarga korban, dibenci pelaku, bahkan beresiko punya musuh. Meski daftar di Polisi awalnya tak berniat serius, namun lagi-lagi takdir membawa Bang Takdir harus terlibat di ranah kriminal. Padahal sejujurnya, Takdir menginginkan menjadi Polisi Lalu Lintas. “Saya sebenarnya ingin jadi Polantas, Mbak. Tapi fisik ini lho, yang menjadikan saya Serse haha.. Badan saya kurang tinggi untuk jadi Polantas, Mbak”

Banyak pengalaman menarik yang dialami Takdir Mattanete selama menjadi Reskrim. Satu diantaranya adalah dibayang-bayangi pelaku tembak mati. Sampai 3 hari Takdir tak bisa tidur teringat wajah pelaku. Dalam jiwa Takdir sejatinya menolak untuk menembak mati, rasa kasihan kepada orang lain lebih besar dibanding harus menembak penjahat. Namun penjahat bisa nekat melakukan apa saja. Kenekatan penjahat bisa berlaku sangat sadis.

“Kasihan itu kasihan, Mbak.. tapi saya juga harus berani menghilangkan rasa kasihan saya, sebab pelaku ini kalau dibiarkan sangat sadis. Dia bisa membunuh orang dengan tega, apalagi kalau melihat wajahnya yang minta ampun dengan melas. Saya gak bisa melihat wajah melas, Mbak. Giliran mereka dilepas, mereka akan tega menghilangkan nyawa orang lain”

Dalam perjalanan memberantas kejahatan, Takdir pun pernah mendapat kiriman ancaman. Namun Takdir memahami bahwa sebagai Polisi Kriminal, ujian pasti ada. Menanggapi ancaman seperti itu, Takdir berusaha untuk memahami maksud kiriman ancaman tersebut. Takut sih takut, tapi lebih kepada sikap dan waspada.

Berbincang Tentang AKBP Takdir Mattanete, Kasat Reskrim Surabaya dan sosok Polisi Wangi bisa lupa waktu kalau kita nggak sadar diri. Ini hari kerja, dan jam kerja, Broo.. kalau diajak ngobrol terus kapan makan durennyaa.. Ehm, maksud saya kapan kerjanya.. 😀

Kesibukan Bang Takdir di kantor terasa banget beratnya. Di sela-sela ngobrol dengan kami, beliau berusaha menyempatkan diri membalas pesan masuk dan dering telepon dari HP merk lawas Nokia jenis Communicater. Sebagai Kasatreskrim, Bang Takdir adalah sosok pengabdi yang loyal. Seperti lagunya Armada, Pergi pagi, Pulang pagi, kecuali akhir pekan, beliau akan menghabiskan waktu khusus untuk keluarga. Tentu saja bercengkerama dengan putra-putrinya yang manis.

Reskrim Polrestabes Surabaya
Reskrim Polrestabes Surabaya

Menutup obrolan siang itu, saya sempat minta pendapat beliau terhadap kasus Jessica Sianida. Di mata reskrim, apa kesulitan yang sedang dihadapi Kepolisian. Dan jawaban yang saya terima cukup diplomatis, setelah diam beberapa saat, Bang Takdir menjawab kalem dan terdengar makjleb, “Kasus Jessica itu permainan otak” sambil telunjuknya diarahkan ke kapala. “Ibaratnya gini, ini ada orang mati, ada racun yang menyebabkan si orang mati. Siapa yang membunuh? Ini yang butuh kejelian. Kasus seperti ini lebih sulit dipecahkan ketimbang kasus pencurian. Bukti nggak kuat, pelaku bisa bebas pidana”

Curahan Hati Netizen kepada Kapolda Jatim

Curahan Hati Netizen kepada Kapolda Jatim di Tulungagung kemarin berlangsung sukses. Mereka menyampaikan kendala di daerah secara apa adanya. Bapak Kapolda saat itu didampingi oleh Kabid Humas, Kombespol Argo Yuwono serta Kapolres Tulungagung dan Kapolres Trenggalek, serta pejabat Polda beserta jajarannya.

IMG_20160304_215052

“Pak, pembuatan SIM di daerah saya sulit banget. Kenapa, Ya Pak?”

Pertanyaan itu terlontar dari Netizen Tulungagung saat acara Cangkruk Netizen bersama Polda Jatim, 4 Maret 2016 di Crown Victori Hotel, Tulungagung.

IMG_20160304_212924

“Pendaftaran SIM memang sengaja di persulit supaya pengendara benar-benar memahami fungsi rambu lalu lintas” jawab Bapak Irjen Pol Anton Setiadji, Kapolda Jawa Timur.

Urusan SIM sejak dulu hingga sekarang memang jadi satu-satunya momok bagi pengendara kendaraan bermotor. Kartu identitas khusus pengendara ini begitu susah sekali didapat. Saking susahnya, banyak Calo-calo SIM berkeliaran di kantor Samsat dengan harga yang begitu selangit. Bahkan bisa 2 – 3 kali lipat dari harga normal. Tak salah bila kemudian banyak masyarakat yang memanfaatkan calo SIM untuk meloloskan penerbitan SIM.

2016-03-08_10-48-51

Baca Juga SIM C harga 400 ribu

“Kalau pembuatan SIM dipermudah, banyak kecelakaan lalu lintas. Kalau banyak korban kecelakaan, Polisi juga nanti yang disalahkan. Yang paling utama ketika akan membuat SIM adalah memahami kesadaran berlalu lintas”

Hmm.. yang disampaikan oleh Pak Anton masuk akal juga. Tujuan mempersulit SIM sebenarnya agar masyarakat memahami betul peraturan lalu lintas. Jangankan dipermudah, sudah dipersulit saja, tiap hari hampir-hampir terjadi kecelakaan lalu lintas. Ini terjadi karena masih banyak pengendara yang tidak paham benar fungsi rambu-rambu lalu lintas seperti garis markah, garis batas berhenti, tanda lampu kuning menyala, belok kiri langsung, dan belok kiri mengikuti lampu. Dan masih banyak lagi.. Tapi masalahnya, akibat persulit ini banyak masyarakat yang memanfaatkan jasa calo yang kemudian merugikan dirinya sendiri.

“Fungsi Polisi adalah penegakan hukum. Penegakan hukum seringkali memicu kebencian terhadap Polisi” ujar mantan Kapolres Ngawi dan Kapolres Banyuwangi.

Cangkruk Netizen bersama Kapolda Jatim malam itu dihadiri blogger dan penggiat social media dari berbagai kota di Jawa Timur. Antara lain Tulungagung, Blitar, Malang, Bojonegoro, Surabaya, Bangkalan, Sidoarjo, Sampang, Pamekasan, Sumenep. Tujuan acara cangkruk’an ini adalah mengenal lebih dekat antara masyarakat dengan korp baju coklat. Selama acara cangkruk’an, masyarakat dipersilakan bertanya kepada Bapak Kapolda beserta jajarannya tentang apa saja. Dengan suasana santai ditemani botol air mineral serta gorengan, acara berlangsung sederhana dan gayeng tanpa protokoler. Santai, seperti sedang ngobrol bersama sahabat.

IMG_20160304_212959

Oya, ngomong-ngomong operasi lalu lintas, Bapak Kapolda Jatim malam itu memberikan tips yang sangat berguna bagi pengendara. Yaitu tips agar tidak kena tilang Polisi. Tips ini penting lho, dan pesan Pak Kapolda, jangan bilang-bilang Polisi..

Tips agar tidak kena tilang Polisi:
(Pssstt.. jangan bilang-bilang Polisi, ya. Janji? :D)

1. Ketika dijalan tidak bawa SIM dan STNK, jangan pasang muka takut di hadapan Polisi. Apalagi muka grogi. Lempeng aja, kayak biasanya. Kayak gak merasa bersalah. Kalau grogi justru Pak Polisinya curiga. Biasa aja.. 😀
2. Begitu ketauan gak bawa SIM, buru-buru minta maaf sama Polisi. Jangan ngeyel, lebih baik mengaku salah aja. Kalau ngeyel, Pak Polisinya malah ngeluarin surat tilang, dianggapnya kita gak mau nerima kesalahan. Orang lupa manusiawi, kok. Kalau Polisinya manusawi, mereka pasti memaafkan.. bukan begitu Pak Polisi?
Kalau masih tetap kena tilang, ya nasib.. hehe..
3. Selama di jalan banyak-banyak berdoa, semoga gak ada operasi Polisi. Bilapun ketemu Polisi, semoga Polisinya baik dan manusiawi, gak gampang ngeluarin surat tilang. Lak ngono se, Rek? 😀

Banyak sekali pertanyaan dan curhatan yang disampaikan netizen kepada Bapak Kapolda Jatim, Irjen Pol Anton Setiadji. Seperti bagaimana menghadapi pemberitaan di media yang cenderung ambigu dan memancing kesalahan pihak-pihak tertentu. Seperti yang selama ini terjadi di socialmedia, hal-hal ambigu seringkali memicu viral. Sebar sana, sebar sini, tanpa mencari tau dulu kebenarannya.

Pesan Bapak Kapolda:
Mari cermati hal-hal positif dan negatif lalu konfirmasikan dengan pihak terkait

IMG_20160304_231618

Curahan Hati Netizen kepada Kapolda Jatim di Tulungagung kemarin seakan menjadi pemuas dahaga masyarakat yang selama ini takut menghadapi Polisi. Canda-canda Pak Kapolda di hadapan netizen mencairkan suasana yang awalnya terasa mencekam. Di tengah-tengah obrolan, netizen dari Tulungagung sempat memberikan hadiah berupa 2 buah buku sebagai kenang-kenangan untuk Bapak Kapolda Jatim.

IMG_20160304_231505

Begitupula Netizen juga mendapat kenang-kenangan berupa kaos Netizen Polda Jatim yang diserahkan oleh Kapolres Trenggalek dan Kapolres Tulungagung.

IMG_20160304_232754
Kapolres Trenggalek, AKBP Made Agus Prasetya, menyerahkan kaos kepada perwakilan Netizen Malang

IMG_20160304_231417
Kapolres Tulungagung menyerahkan kaos kepada Netizen Tulungagung

Hingga hampir tengah malam, ngobrol bersama Bapak Kapolda di tutup dengan sesi foto bersama. Meski sudah foto bersama, masih ada rekan-rekan yang meminta selfie bersama Bapak. Untung Bapaknya baik, mau selfie, mau ingin lanjut ngobrol-ngobrol pun hayuuuk.. 😀

IMG_20160304_232609

AKBP Eddwi Kurniyanto Terpesona chevron Taruna Akabri

Masih terpesona lihat Polisi Ganteng?
Wajar!
Gak ganteng, pun, kalau lihat Pak Polisi memburu penjahat sambil menodongkan senjata ke depan, siapapun pasti melongo. Tiap gayanya bagaikan Ethan Hunt berhadapan dengan Owen Davian, si badar senjata di Mission Imposibble. Pelampiasan spontan yang dilakukan hanyalah curhat di twitter pake hestek #PolisiGanteng dan #Reladitangkappolisi 😀

Hayoo, siapa yang kepengen jadi Polisi?
Jadi Polisi idola guampang, kok. Rajin bertugas aja sudah cukup jadi idola masyarakat. Gak usah ngoyo macak ganteng, kalau masyarakat seneng dengan keberadaan Polisi dan merasa dilayani, gak pakai voting-votingan SMS, label Polisi Idola langsung terselempang di pundak kalian 🙂

Saat kemarin silaturrahmi di Markas Polda Jatim saya bertemu Kasubbid Penmas Humas Polda Jatim, Bapak Eddwi Kurniyanto. Pak Pol berpundak melati 2 ini unik, beliau memilih menjadi anggota Polisi karena terpesona dengan chevron seragam Taruna Akabri.

2016-02-27_10-39-48

“Tiap kali lihat Taruna Akbari berjalan memakai chevron, saya termotivasi jadi Polisi”

Sebagai orang awam, saya sih gak paham dengan yang namanya chevron-chevronan, tapi merasa senang aja kalau lihat beragam badge menempel di seragam polisi. Belum-belum sudah membayangkan betapa rumitnya melepas badge satu persatu ketika seragam itu mau masuk ember cucian haha..

Ruang wartawan Humas Polda Jatim siang itu tak seberapa rame. Hanya beberapa orang yang sliwar-sliwer, lalu sibuk kembali di meja laptop menatap layar smartphone dan laptop. Hujan di luar menahan saya untuk tetap di dalam ruangan sambil mendengar kisah perjalanan Pak Eddwi.

“Bapak ingin saya jadi dokter, tapi saya ingin jadi Polisi. Karena ya itu tadi, gara-gara chevron Taruna Akabri” tutur Pak Eddwi yang asli kota Malang dan beristrikan Arek Suroboyo.

Menjaga perasaan orangtua memang sulit, apalagi bila keinginannya tak sesuai yang diharapkan. Seperti perjalanan karier Pak Eddwi yang sejak mula sudah ingin menjadi Polisi, tapi orangtua menginginkan jadi dokter. Tak masalah sebetulnya, toh dokter dan polisi sama-sama profesi idaman setiap anak di dunia. Yang jadi masalah adalah, konon jadi Polisi itu soro!

Iyakah, jadi Polisi itu soro?

“Bapak saya Brimob Polisi, Mbak. Kata Bapak, jadi Brimob itu soro, makanya saya dilarang jadi Polisi”.

Menurut alumni SMA 2 Malang, Polisi itu sosok yang gagah. Semakin Ia dilarang jadi Polisi, makin menimbulkan rasa penasarannya. Itupun yang dilakukan oleh Eddwi remaja. Ketika tengah menjalani tes UMPTN jurusan Kedokteran, Eddwi mencuri kesempatan mendaftar Polisi tanpa sepengetahuan orang tua. Tak disangka, Eddwi diterima di keduanya. Karena hatinya sudah cinta mati sama Polisi, Eddwi kemudian tetap dengan pilihannya, menjadi Polisi. Mau tak mau, sang Bapak luluh juga, merelakan putranya menjadi abdi negara bertugas mengayomi masyarakat.

Pertanyaannya, apakah benar jadi Polisi itu soro?
Ternyata tidak, sodara. Seberat apapun kewajiban, kalau dijalani dengan hati senang, semuanya jadi enteng!

Setelah menjalani pendidikan Akademi Polisi selama 3 tahun, pada tahun 2000, pria yang hobi olahraga bulutangkis dan nonton film action, dilantik di Istana Negara yang kala itu Presidennya dijabat oleh Gusdur. Penempatan dinas pertamanya ditugaskan di Polda Jogyakarta dan sempat menjabat sebagai Kapolsek Godean – Sleman selama 1 tahun.

Ada kisah yang menarik selama menjabat Kapolsek Godean. Salah satunya pernah mengungkap kejahatan dimana pelakunya adalah anggota sendiri. Tantangan yang berat sebab selama ini pelaku dikenal baik, jujur, dan rajin, tapi ternyata menjadi ‘musuh’ kepolisian.

Selama berkarier di Kepolisian, Eddwi pernah ditempatkan di Sulawesi sebagai Kasatlantas Buol. Sebagai Kasatlantas Eddwi harus bolak-balik melakukan perjalanan darat dari Palu ke Buol yang ditempuh selama 15 jam. Lucunya, lalu lintas disana banyakan Sapi dan Kambing. Kendaraan mesin justru sedikit yang lewat. Baguslah, Pak, surat tilangnya utuh.. gak mungkin, kan, nilang Sapi dan Kambing?

Baca juga Kombes Pol RP Argo Yuwono, Terkejut dinas di pulau Jawa

Ia juga pernah ngetes bawahannya. Saat melintas di jalan raya, Eddwi mencoba menerobos lampu merah secara sengaja. Untung, yang dihadapi Polisi baik. Sang Polisi tidak menilang, tetapi hanya memberikan peringatan saja. Sambil pura-pura tidak tau, Eddwi menghapal nama di dadanya. Keesokan hari ketika ada acara, Eddwi memberikan penghargaan kepada Polisi bawahannya yang bertindak baik terhadap masyarakat.

Program yang pernah dilakukan saat menjadi Kasatlantas di Palu, adalah Blusukan Lalu Lintas. Program ini bertujuan mengenalkan lalu lintas kepada masyarakat di daerah yang belum tersentuh tertib lalu lintas dengan melibatkan Kepala Desa, Tokoh Agama, dan Tokoh Masyarakat.

Saat ini, sejak bulan Desember 2015, Eddwi Kurniyanto bertugas di Polda Jatim. Sebuah kesempatan bagus untuk mengembangkan karier Polisinya. Bonus terbesar yang didapatkan adalah lebih dekat dengan keluarga.

Pesan Pak Eddwi kepada aggota korps Kepolisian adalah mengharapkan Penegak Hukum Polri bekerja secara profesional sesuai bidangnya. Tidak mengenal kompromi dan lebih terbuka dengan masyarakat.

Satu pesannya kepada masyarakat:

Polisi tidak perlu dicintai, cukup di percayai

Baca juga Kombes Pol Yan Fitri Halimansyah: Jadi Polisi karena takut Polisi

Blogger VS Generasi Instagram

Dih, hari ini DL terakhir nulis tema LBI pekan ke enam, yah. Lagi gak punya ide, niih.. gimana admin? Hehe..

Dari kemarin sebetulnya udah punya ide mau nulis pengalaman jadi narasumber di acara Jaringan Informasi Masyarakat (JIM) Bojonegoro yang kebetulan temanya seputar blogging. Udah nyedian waktu dan mood yang nyaman. Ndilalahnya, mak jegagik, tangan saya nulis artikel Laskar Gerhana Matahari. Udah kadung nulis lancar, ya udah dilanjutkan ajaa, sapa tau dikasih rejeki jalan-jalan gratis ke Belitung. Doakan, yaa..

Trus sekarang mau nulis apa?
Mboh, mood nulis acara JIM udah ilang. Mau ngawali kalimat, susahnya.. haha..

Tapi gini deh, diam-diam saya merasa apresiatif melihat anak-anak remaja sekarang pinter membuat video, menciptakan meme kartun lucu, juga foto-foto yang di edit menjadi selayak fotografer profesional. Walaupun jatuh-jatuhnya mereka belajar sendiri secara otodidak, patut dikasih jempol, tuh usaha mereka. Saya aja yang pernah diajari belum bisa membuat gambar bagus. Bukan soal bisa gak bisanya, tapi tingkat kekreatifan kita beda. Mereka lebih telaten ketimbang saya hehe

Di Instagram dan di Facebook sering saya lihat video dan foto-foto cakep. Begitu dilihat PPnya, ternyata masih anak SMA. Wuih, kereenn..

Jadi keingat bulan Desember kemarin ponakan saya yang masih SMP kelas 7 ngerengek-rengek ke orangtuanya minta sewa kamera DSLR buat kado ulangtahunnya. Iya, sewa. Bagi dia, mending uangnya di pakai sewa kamera ketimbang buat traktir makan teman-temannya. Rupanya teman-teman sekolahnya suka foto-foto. Padahal dia rumah sudah punya Kamera Pocket Canon Ixus, kok milih sewa..

Sony Mirrorless A5100

Beberapa hari kemudian, saya pinjem smartphonenya dia dan melihat ada foto-foto bagus di folder galeri. Saya tanya, ini foto siapa? dia bilang foto dia sendiri. Siapa yang jepret? Jepretan sendiri pakai kamera SLR sewaan. Saya terperangah.. wih anak, anak sekarang canggih-canggih..

Saya tau ponakan saya ini punya potensi, terutama dalam hal gambar-menggambar dan fotografi. Tapi tidak dalam hal tulis menulis. Pernah saya coba giring potensinya kearah penulisan. Saya beri buku dan pensil dan memintanya nulis apa yang dia mau tulis. Jawabanya sangar, “aku gak bisa nulis, Tee..”

Yah yah yah, saya gak bisa paksakan, dong..

Sementara di lain momen saya bertemu dengan pelajar SMA yang heboh membuat artikel untuk tugas pelajaran IT. Yaitu membuat blog dan membuat postingan. Menurut mereka, Guru ITnya memberikan tugas melalui email, lalu si murid mengerjakan tugas Pak Guru di blognya. Sampai setahun kemudian saya tak bertemu lalu bertemu lagi ingin ikut kegiatan blogger. Saya seneng lah, berarti Pak Gurunya sekses mencetak blogger remaja.

Di lokasi saya tanya tentang blognya. Jawaban yang diberikan sungguh mencengangkan. Dia sudah lupa password blognya karena sejak lulus sekolah, blognya gak diupdate. Intinya, dia membuat blog hanya menyelesaikan tugas sekolah. Selebihnya tidak. owww owww… sayang sekalii..

Saya akui, memang pekerjaan penulis itu sulit. Tiap hari harus membuat konsep tulisan dan mengolah kalimat sehingga bagus dibaca oranglain. Tapi kembali lagi, kalau ingin jadi penulis, meskipun tidak memiliki passion, asal mau mencoba lebih keras, saya yakin bisa sukses.