Apem dan Tradisi Megengan
Apem dan tradisi Megengan tidak dapat dipisahkan kala menjelang bulan Ramadhan. Di bulan yang penuh hikmah dan kemuliaan ini apem dikait-kaitkan sebagai ikon permintaan maaf terhadap sesama kaum muslim sebelum masuk pada bulan puasa. Dalam upaya menjemput bulan penuh berkah itu, warga di kampung saya saat ini beramai-ramai melaksanakan tradisi Megengan dimana salah satunya adalah membuat apem.
Layaknya menyambut tamu spesial, tradisi Megengan ini dilakukan sebagai upaya mengungkapkan rasa syukur kepada Allah karena masih diberi kesempatan bertemu kembali dengan bulan yang penuh kemuliaan ini.
Membuat apem dan tradisi Megengan, selain upaya mengucap syukur juga untuk berkirim doa kepada orang tua, saudara, serta anggota keluarga lain yang telah meninggal dunia.
Seperti yang terlihat beberapa hari belakangan setiap bubaran sholat Maghrib. Jamaah laki-laki sepulang dari Musholla berbondong-bondong membawa kotak makanan sumbangan warga yang sedang berkirim doa.
Isi kotak makanan tentu saja bermacam-macam. Nasi dan lauk, atau berisi jajanan tradisional dimana Apem dan Pisang selalu ada didalamnya. Dalam tradisi Megengan, Apem memang harus disajikan. Konon dari cerita yang pernah saya dengar Apem adalah ikon permintaan maaf yang dalam bahasa Arab berbunyi Afwan.
Dulu, sebelum masuk ke masa serba instan seperti sekarang, Ibu saya selalu membuat kue apem hasil olahan tangan sendiri. Kue apem buatan ibu saya bentuknya macam-macam. Ada yang lebar seperti piring, bulat seperti mangkok, atau merekah seperti roti kukus.
Saat bersiap membuat kue apem, Ibu membeli tape singkong untuk kemudian diolah menjadi apem. Saat membuat adonan apem, Ibu saya tidak langsung mencetak atau memanggang, tetapi didiamkan dulu selama beberapa waktu agar adonan mengembang dahulu. Cara ini dapat menghasilkan kue apem yang empuk serta mendapatkan tekstur bulatan-bulatan kecil didalam kue saat kita membelahnya.
Tak hanya itu, kue apem ciri khas buatan Ibu saya adalah diberi toping nangka diatas apem. Fungsinya bukan hanya sebagai mempercantik tampilan kue tetapi juga dapat menguarkan semerbak aroma buah nangka yang legit dan โngangeniโ.
Oya, kata Ibu saya, membuat kue Apem tidak boleh sembaragan. Pertama-tama bahan dan resep harus disesuaikan dengan kebutuhan. Selanjutnya teknik mengolah juga perlu diperhatikan, seperti mengolesi cetakan kue apem dengan margarin atau minyak goreng agar tidak lengket. Daan yang lebih penting dari itu semua adalah kesabaran hati saat menguleni adonan sekaligus menunggu adonan mengembang. Asal tau saja membuat kue apem, (atau kue-kue lainnya) kalau tidak pintar mengontrol emosi diri hasilnya bisa berantakan!
Ada yang bisa membuat Apem?
Kalau saya sih, No! ๐
Tatit Ujiani
Kalau aku bisa makannya mbak. Memang sih kalau nggak sabaran nunggu adonan mumbul bisa bantat.
Aku paling seneng apem yang dibungkus daun nangka trus dikukus Mbak.Apalagi kalau dimakan saat anget-anget.Naaak naaan Aromanya itu lhooo…
kania
sama sih mba, sebelum Ramadan dan sbelum Idul Fitri biasanya tetangga dan saudara saling berkirim makanan..ga harus apem kalo di daerh saya ๐
as
aku di sini sepi, acara sebelum puasa di mushola sebelah rumah ada khotmil Al Quran… kok gak ada apemnyaaa…? hehee
Nefertite Fatriyanti
di desa kelahiranku, sewaktu kecil ada tradisi ruwahan, saling berbagi ke tetangga, isinya ketan, kolak dan apem.
Tradisi itu sekarang sudah hampir lenyap
Keke Naima
Anak-anak saya suka kue apem. Suka beli di pasar. Tapi, saya baru tau kalau makan kue apem ada tyradisinya juga ๐
Lusi
Hampir sama ya di Madiun. Kalau di Jogja tapi yg keluarga lama & asli masih heboh ngapemnya. Pengin nyritain tp nggak nemu angle yg pas karena dokumentasi keluarga jd nggak bisa dipampangin gitu aja.
Orin
Foto kue apemnya mana mbak Yuuuuuuun? hihihihi