Putus Sekolah akibat Hamil Diluar Nikah
Tidak ada penyesalan yang teramat besar dalam hidup kecuali berhenti sekolah karena hamil
Apa yang bisa dilakukan remaja ketika mendapati perutnya kian membesar? Ditutupi dengan bohong bukan menyelesaikan masalah. Bagai simalakama, jujur pun akan dianggap aib keluarga.
Sebut saja Wati, teman sebangku saya di Sekolah Menengah Kejuruan. Remaja berkulit langsat anak seorang pengusaha tempe di Sepanjang. Gadis riang yang selalu membawa keceriaan di manapun berada. Sayang, kebersamaan kami tidak genap 3 tahun karena 8 bulan menjelang Ebtanas Wati tak kunjung datang ke sekolah.
Gaya Pacaran Remaja Sekolah
Sebetulnya para guru sudah menekankan berkali-kali pada kami agar menjaga harkat dan martabat perempuan karena sudah lelah kecolongan kasus murid hamil setiap tahunnya. Tapi mereka pun bisa apa ketika melepaskan para ‘anak gadisnya’ berlarian keluar gerbang untuk menemui lelaki yang sudah datang menjemputnya pada jam pulang sekolah?
Seperti yang terjadi pada Wati, setau saya dia bukan golongan murid ‘nakal’ yang kerap dicontohkan oleh guru BP kami, yakni sesosok gadis yang datang ke sekolah dengan memakai rok di atas lutut, bibir penuh gincu, atau sengaja menghilangkan bulu alis dan menggantinya dengan tato. Wati yang saya kenal tipikal remaja yang tidak neko-neko.
Kehadiran Wati di kelas sungguh menyenangkan. Dia selalu hadir dengan cerita-cerita lucu dan unik. Setiap hari ada saja yang dibahas, mulai tetangganya yang reseh, teman rumahnya yang dengki, tak jarang Wati mengeluh produksi tempe orangtuanya yang gagal fermentasi sehingga tak layak didistribusikan. Namun dari semua ceritanya, saya lebih tertarik mendengar Wati buka-bukaan tentang kekasihnya yang seorang sopir lyn biru terang jurusan Joyoboyo – Sepanjang. Sopir yang paling rajin menanti Wati di depan sekolah pada jam makan siang. Tebak lyn apa? Hehe..
Ketika Hubungan Tak Mendapat Restu
Wati pernah mengatakan kalau hubungannya dengan sang kekasih tak direstui orangtuanya, sebab selain usia yang terpaut jauh, sopir lyn juga dianggap bukan profesi strategis bagi kelangsungan masa depan putri mereka satu-satunya. Saya setuju, tapi saya tak bisa berbuat terlalu jauh, namanya juga cinta, kan?
Suatu hari dalam sebuah candaan, kekasih Wati ingin mengajaknya kawin lari sebagai bentuk protes atas hubungannya yang tak jua mendapat lampu hijau. Meski masih 16 tahun, saya pikir Wati termasuk kategori remaja nekat yang sudah benar-benar mampu menyerahkan jiwa raganya kepada sang kekasih.
Tapi dugaan saya salah. Guyonan itu benar-benar dilakukan setelah perayaan ulang tahunnya ke 17. Pesta yang meriah dengan mengundang semua teman sekolah Wati, termasuk saya.
Putus Sekolah akibat Hamil Diluar Nikah
Siapa sangka label usia 17 dijadikan sebagi identitas keremajaan, 4 bulan setelah acara ulang tahun, Wati mulai dtak hadir di sekolah. Sehari, dua hari mangkir, sebagai ketua kelas saya mulai mempertanyakan keberadaannya. Lebih gemes lagi, mulai tersiar kabar bahwa Wati akan pindah sekolah Polisi di luar Jawa dan siapapun dilarang datang ke rumahnya.
Saya mulai mencium tanda-tanda tak beres, pasti ada sesuatu yang terjadi pada Wati. Saya tak berani buru-buru mengambil kesimpulan hamil atau apa karena Wati tidak mungkin berbuat seperti itu. Selang 2 minggu tidak hadirnya Wati, saya mulai melakukan aksi bersama 2 orang teman.
Pada jam istirahat, melalui telepon umum sekolah, saya mencoba menekan nomor telepon rumahnya Wati. Hanya ingin tau saja siapa yang menerima telepon kami karena saya tau betul jam 9 pagi Bapak Ibunya Wati masih berjualan tempe di pasar.
“Halo!” diluar dugaan, suara Wati memenuhi lorong telinga saya.
“Halo! Kamu Wat… i” belum selesai menyebut namanya, sambungan kami terputus
Yak, akhirnya saya mendapat jawaban, selama ini Wati bohongi kami.
Pada suatu hari seorang adik kelas mendatangi saya dan menyerahkan sepucuk surat dari Wati. Saya terima surat itu dan membacanya di tempat yang kosong.
Betapa menyesalnya, tulisan yang diawali dengan permintaan maaf itu diakhiri dengan kalimat singkat terdiri dari 2 kata, AKU HAMIL.
Benar-benar keren kamu, Wat! Kamu berhasil tidak menciptakan asumsi hamil di kelas, semua temanmu percaya kalau kamu benar-benar pindah sekolah!
Sengotot apa saya memaksa Wati menghubungi pihak sekolah agar diberikan kesempatan mengikuti ujian Tahap Akhir Nasional, Wati menolak. Ia sudah mengaku salah dan kalah. Ibarat nasi Ia sudah menjadi bubur.
Mayuf
Disini ada kaya gtu masih sekolah hamil ya jadinya keluar