Kiat Berbisnis Sukanto Tanoto yang Bisa Ditiru
Pernah dengan nama Sukanto Tanoto?
Dunia bisnis di Indonesia sudah tidak asing dengan nama besar Sukanto Tanoto. Sebagai pendiri grup Royal Golden Eagle, ia termasuk pengusaha papan atas yang disegani. Dalam namanya juga tersemat Julukan Raja Sumber Daya yang sudah menjadi bukti.
Skala bisnis Royal Golden Eagle juga dapat menjadi acuan. Bidang usaha yang digelutinya tersebar di berbagi sektor. Ada yang bergerak di kelapa sawit, kayu lapis, energi, hingga pulp and paper.
Lebih hebat lagi, kiprah Royal Golden Eagle tidak hanya di Indonesia. Mereka bergerak di luar negeri mulai dari Filipina, Singapura, Malaysia, Tiongkok, Kanada, hingga Finlandia. Sekarang, Royal Golden Eagle telah mempekerjakan karyawan sekitar 50 ribu orang di berbagai belahan dunia. Asetnya juga mencapai sekitar 15 miliar dollar Amerika Serikat.
Dulu, Sukanto Tanoto merintis usahanya dari nol. Ia memulainya dengan meneruskan usaha keluarga berdagang bensin dan onderdil kendaraan. Tempat bisnisnya di sebuah rumah toko fasilitas dua lantai yang berfungsi juga sebagai tempat tinggal.
Kegigihannya membuat usahanya terus berkembang. Peruntungannya mulai berubah ketika berkesempatan mengembangkan usaha suplier perminyakan dan general contractor. Meski tidak mengerti sama sekali akan bidang tersebut, dirinya terus maju. Ia belajar hingga akhirnya semakin menguasainya.
Pada 1973, Sukanto Tanoto mendirikan Royal Golden Eagle yang sebelumnya bernama Raja Garuda Mas. Di situlah kiprah bisnisnya melejit dengan cepat. Ia merintis industri kayu lapis yang sebelumnya belum ada di Indonesia.
Ide tersebut didapatnya ketika melihat fakta mengenaskan. Pengusaha yang lahir bertepatan hari Natal tersebut tahu persis orang Indonesia kesulitan mencari kayu lapis. Untuk mendapatkannya harus impor dari negara lain. Kondisi ini membuatnya pilu. “Negara kita kaya kayu, mengapa kita mengimpor kayu lapis?” ujarnya.
Sukses di bisnis tersebut membuatnya kian “bertenaga” untuk terjun ke bidang lain. Sukanto Tanoto tidak mau hanya berdiam diri dan merasa nyaman di satu bidang saja. Ia senang menantang diri dan belajar beragam bidang baru. Inilah yang mendasarinya untuk terus mengembangkan usaha ke area lain.
Lagi-lagi Sukanto Tanoto menjadi pionir. Ia membesarkan industri kelapa sawit di Indonesia. Tak puas di sana, Pria kelahiran tahun 1949 juga terjun ke bidang pulp and paper. Bahkan, Royal Golden Eagle juga ada yang beroperasi di bidang energi maupun pembuatan serat viscose.
Melihat keberhasilannya, jelas banyak hal yang bisa dipelajari dari kiprahnya. Para pebisnis mulai mengambil pelajaran yang dapat ditiru. Kebetulan ia juga bukan sosok yang pelit berbagi kepintaran. Ayah 4 orang anak ini mau saja membagikan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain dengan mudah.
Salah satu kiat bisnis yang dibeberkannya kepada khalayak ialah kemauan untuk selalu berpikir jauh ke depan. Hal ini berkaitan erat dengan niatnya untuk selalu berada selangkah di depan orang-orang lain.
Hal ini terlihat nyata dalam pendirian pabrik kelapa sawit dan kayu lapis yang dilakukannya. Kala itu, Sukanto Tanoto membuat usaha tersebut saat pihak lain belum melakukannya. “Saya ini pionir,” katanya.
Pola pikir jauh ke depan juga disebut sebagai salah satu triknya dalam menyikapi kompetisi antarusaha. Menurut Sukanto Tanoto, kompetisi merupakan hal wajar dan tidak bisa dihindari. Persaingan cuma perlu disiasati sehingga berpikir selangkah di depan yang lain merupakan sebuah keuntungan. Pebisnis bisa mengantisipasi persaingan dengan baik jika mau melakukannya.
MEMILIKI JEJARING YANG LUAS
Sukanto Tanoto juga menyarankan seorang pebisnis agar memiliki jejaring bisnis yang luas. Hal itu hanya bisa didapatkan dengan memiliki pergaulan yang baik. Pengusaha dituntut untuk fleksibel bergaul. Ini dimaksudkan untuk mudah membaur dengan berbagai kalangan. Tidak ada batasan untuk bergaul baik dari sis strata sosial, bidang industri, ataupun wilayah/negara.
Pergaulan internasional juga dipandang penting. Oleh sebab itu, fleksibilitas dipandang sebagai sebuah kepribadian yang wajib dimiliki jika ingin menjadi pengusaha sukses. Bagaimana contohnya?
Kisah Sukanto Tanoto dalam mengambil hati masyarakat Tiongkok bisa menjadi contoh. Di Negeri Tirai Bambu, ia juga memiliki sebuah bisnis. Kiprahnya begitu inspiratif sampai akhirnya ia mendapatkan sebuah penghargaan. Lelaki kelahiran Belawan, Medan ini pun akhirnya diundang berkunjung ke sana pada 2011 lalu.
Kala itu, ia didaulat untuk memberikan sepatah dua patah kata atas penghargaan yang diterima serta kiprah bisnis di Tiongkok. Sadar bahwa Tiongkok masih memegang adat Timur seperti Indonesia yang mengedepankan sopan santun, Anak tertua dari tujuh laki-laki bersaudara ingin mencuri hati publiknya dengan bahasa kiasan. Tiongkok diibaratkannya sebagai ayah kandung olehnya. Sementara itu, untuk menunjukkan diri bahwa dirinya adalah orang Indonesia, kiasan sebagai ayah angkat oleh Sukanto Tanoto dilontarkan.
Hal itu merupakan gaya berdiplomasi dengan metafora. Sukanto Tanoto sadar dirinya berasal dari etnis Tionghoa yang mendominasi di Tiongkok. Maka, kiasan sebagai ayah kandung kepada Tiongkok digunakan karena punya etnis yang sama.
Meski begitu, dirinya tidak lupa terhadap Indonesia. Jiwa nasionalisnya ditunjukkan secara nyata karena sadar dirinya lahir dan besar di Indonesia. Maka, kiasan sebagai ayah angkat oleh Sukanto Tanoto dikeluarkan dengan maksud memperlihatkan diri bahwa ia menghormati Tiongkok dalam posisi sebagai orang Indonesia.
Trik itu ternyata berhasil di Tiongkok. Namun, analogi ayah kandung dan ayah angkat oleh Sukanto Tanoto belum tentu sukses di negara lain. Artinya pengusaha harus fleksibel dan pintar membaca situasi dengan baik, terutama ketika hendak berkiprah di kawasan lain di luar Indonesia.
Kebetulan penghobi mendengarkan musik klasik ini memang ingin para pengusaha di Indonesia mau mengembangkan pasar ke luar negeri. Singkat kata, ia bermimpi melihat para pebisnis negeri kita berkiprah di level internasional.
Sukanto Tanoto melihat sebenarnya pengusaha Indonesia punya kemampuan. Tak seharusnya merasa rendah diri dibanding dengan pengusaha asing. Maka, ia pun mencontohkan dengan melebarkan sayap Royal Golden Eagle hingga ke negara lain.
“Kami ingin membuktikan bahwa pengusaha Indonesia tidak hanya jago kandang yang dapat fasilitas dari pemerintah. Tapi kami juga bisa menaklukkan dunia dan kompetitor besar,” kata pengusaha yang sejak SD hingga SMA bersekolah di Medan.
Hal tersebut juga merupakan wujud nasionalisme yang baik. Pasalnya, dengan berkiprah di luar negeri, nama bangsa akan terangkat. Secara otomatis, Indonesia akan semakin dikenal dan disegani oleh pihak lain.
Untuk bisa melakukannya, mau tak mau, pengusaha harus rela bekerja keras. Inilah prinsip mendasar jika ingin sukses dalam bidang apa pun. Tanpa kerja serius yang tidak mengenal lelah, kesuksesan akan sulit digapai.
Lagi-lagi istri Tinah Bingei Tanoto sudah menunjukkannya dengan baik. Bagaimana tidak, sejak dulu ia sudah terbiasa bekerja keras dan mandiri. Beragam hambatan tidak menjadi halangan baginya untuk maju. Semua kegagalan juga dijadikannya bahan pelajaran untuk maju, jangan malah dibuat sebagai alasan untuk menyerah.
Kini buah manisnya sudah bisa dinikmati. Sukanto Tanoto berhasil mengembangkan Royal Golden Eagle menjadi korporasi skala internasional. Hal itu tidak mungkin terjadi tanpa perjuangan panjang yang mesti dijalaninya.
Cikasur
Mantap.. untung ketemu artikel ini
Saya lagi nyari2 seputar pak sukanto tanoto hehe
Thanks mbak