Buka-bukaan bahas buku Bajakan!
Selain Stasiun Pasar Turi, Jalan Semarang di Surabaya dikenal sebagai pusat penjualan buku-buku bekas. Segala buku yang bekas lumayan komplit disini, terutama buku pendamping sekolah. Setiap menjelang kenaikan kelas, kisaran bulan April – Juni, jubelan anak sekolah beserta orangtuanya mencari buku latihan soal ujian.
Untuk kesekian kali saya berkunjung ke jalan Semarang ngantar Galih yang minta dibelikan komik Naruto. Komik Naruto yang bekas kisaran harganya Rp. 3.000 sampai Rp. 4000. Tapi ya gitu, nomornya gak bisa urut. Kata yang jual, Naruto adalah komik paling laris dari sekian judul komik. Sebelum kenal Naruto, komik yang Ia sukai Doraemon. Dipikirannya, komik ya Doraemon, lainnya bukan komik. Sejak kenal Naruto, langsung pindah ke lain hati dan gak kenal Doraemon lagi 😀
Usai transaksi, saya tak segera beranjak karena saya tertarik pada setumpuk buku berwarna biru dengan kemasan plastik yang masih utuh. Judulnya Surat Kecil untuk Ayah dengan logo bukune.
Gak tau gimana mulanya, tiba-tiba penjual bilang barusan mendapat kiriman sales buku baru, sambil tangannya menunjuk ke setumpuk buku biru tadi. Tanpa bertanya, saya sudah tau buku tersebut jenisnya bajakan.
“Lho, buku begini (buku bajakan) ada salesnya, Mas”
tanya saya terkejut.
“Ada, Mbak. Ada salesnya. Ya begini, ini. Kalau ada yang baru terbit mereka ngirim kesini”
“Ini kan, buku fotocopian, Mas. Apa gak dikomplain sama penerbit yang asli? Padahal ada logo penerbitnya juga?”
“Oh, nggak, Mbak. Antar penerbit biasanya sudah ada kesepakatan. Makanya ada salesnya”
Saya lalu mengambil satu ekslempar buku dan memperhatikan covernya. Sekilas tampilan buku itu baik-baik saja. Covernya gak buram-buram banget. Saya gak bisa melihat wujud dalamnya, karena masih segelan. Kata penjual, buku jenis KW ini memiliki karakter kertas yang lebih tipis dari buku asli. Cetakannya sedikit buram, tapi masih bisa terbaca.
“Masa penerbit asli kerjasama dengan penerbit buku bajakan, Mas?”
“Iya, Mbak. Mereka ada kerjasama. Penjualan buku bajakan, gak selalu kerjasama antar penerbit, ada juga penulis yang bekerja sama dengan penerbit KW. Royalti penulis dikit, Mbak. Supaya dia mendapat tambahan untung, penulis ‘jalan’ sama penerbit KW”
Pengakuan diatas murni dari penjual buku setelah melalui pengubahan struktur kalimat, saya tidak menjamin kebenaran jawaban karena saya tidak terlibat langsung di lapangan. Bisa jadi benar, bisa jadi opini penjual saja supaya buku jualannya laku.
“Oh, sampai begitu ya, Mas? Tapi saya perhatikan, buku yang diterbitkan oleh penerbit KW rata-rata yang best seller”
“Ya, harus best seller, Mbak, kalau buku biasa yang gak seberapa laku penerbitnya bisa rugi. Saya ambilkan contoh buku A*ak S*ngk*ng. Oleh penulisnya, buku itu malah dibebaskan dijual dalam bentuk KW supaya bisa dibaca sampai ke masyarakat bawah. Harga aslinya 50 ribu, beli yang KW harganya 15-20 ribu”
“Lalu, apakah penerbitnya gak marah, Mas, tau bukunya dibajak penerbit lain?”
“Kalau marah sudah tentu marahnya ke penerbit, Mbak, bukan ke saya. Saya ini hanya menjual saja. Buktinya dari dulu sampai sekarang buku KW aman-aman saja. Contohnya kamus tebal yang ada warna merah biru kuning itu (sambil nunjuk kamus bahasa inggris di pajangan), harga aslinya diatas seratus ribu, yang KW 70 ribu dapat. Atau buku mahasiswa itu (mengarah ke rak berisi jajaran buku-buku tebal dengan kemasan plastik rapi) itu juga buku KW yang harganya jauh dari buku yang asli”
Saya perhatikan ke segala arah, buku yang dijual di stand itu kebanyakan buku bersampul yang ternyata adalah buku KW. Saya pikir, buku bersampul rapi adalah buku bekas yang dikemas ulang agar tampak menarik.
“Mas, kenapa harga buku KW bisa lebih murah daripada fotocopy sendiri?”
“Karena dicetak banyak, Mbak.. Justru hitungannya lebih murah beli buku KW ketimbang fotocopy sendiri. Fotocopy pun hasilnya sama-sama gak bagus. Beli buku asli mahal, supaya murah pilihannya antara fotocopy sendiri atau beli bajakan. Kalau fotocopy jatuhnya mahal, belum jilidnya, belum potongan kertasnya yang gak rapi. Buku bajakan udah lengkap pakai cover dan potongannya rapi, harga lebih murah”
“Selama ini ada nggak penerbit yang datang kesini dan komplain?”
“Gak ada, Mbak, kecuali E*lang*a yang datang bawa 9 pengacara!”
“Hah, bawa pengacara, trus.. trus, mereka nuntut?”
“Mereka hanya mengingatkan saja, pedagang tidak boleh menjual buku KW terbitan mereka”
“Jadi sekarang gak ada ya pedagang yang berani jual buku-buku E*lang*a”
“Masih ada, Mbak.. mereka (tim penerbit) pulang, kami jualan lagi” Masnya tertawa.
“Menurut Mas, jualan buku bekas dan bajakan pasarnya masih bagus, nggak?”
“Masih, Mbak. Walaupun sekarang ada PDF dan bisa download online, anak-anak sekolah tetap butuh buku cetakan. Kami tetap optimis menjual buku murah meskipun untungnya pas-pasan. Jual buku begini, jual harga modal sudah bagus, Mbak. Kalau sepi banget, saya jual rugi supaya bisa nutupi biaya sewa stand.”
“Oya, Mas. Berapa harga buku KW ini (saya menepuk tumpukan buku biru)?”
“Satu buku Rp. 15.000. Kalau beli banyak bisa Rp. 12.500,-“
Dugaan saya, harga modal buku itu Rp. 10.000, bisa jadi Rp. 7.500, mengingat ketebalannya standart, hehe..
“Mas, harga buku KW patokannya dari mana? Apakah ketebalannya, apakah tingkat kelarisan judul, karena saya pernah tanya buku tebal dan buku tipis harganya sama 15 ribunya”
“Dari ketebalannya, Mbak. Sampai sekarang belum ada penerbit KW yang berani mencetak buku Harry Potter, padahal buku itu laris di pasaran.”
“Kenapa tidak mau bajak buku Harry Potter? takut kena marah fansnya?”
“Terlalu tebal.. kalau dicetak, penerbitnya rugi. Dalam hati saya mbatin, pembajak juga masih mikir rugi 😀. Siapa yang mau nyetak buku segini, sambil jarinya membentuk letter C. Tapi saya bisa jual buku Harry Potter asli dengan harga lebih murah dari harga toko buku”
“Oh, buku Harry Potter itu asli?”
saya menunjuk buku tebal di rak paling atas.
“Asli, Mbak!”
“Kenapa asli bisa murah, bekas, ya?”
“Itu buku baru! Bisa murah karena harganya memang turun” karena saya bukan penggemar Harry Potter, saya gak tau kalau harga buku ini benar-benar turun, kecuali Mas nya beli di obralan.
Saat asik ngobrol, ada beberapa mahasiswa datang mencari buku, saya pun buru-buru pamit.
Tulisan diatas adalah murni hasil obrolan saya dengan salah satu penjual buku di jalan Semarang. Bila ada jawaban dari penjual yang tidak menyenangkan terkait kontroversi maraknya buku bajakan, itu diluar kendali saya 🙂
Shiva Devy
Waa… Gak nyangka euy bisnis buku yg KW sampe segitunya mbak.. aku sih termasuk gak mendukung buku KW dan bukan konsumen juga tapi kok ya baca ini jadi makin sedih karena buku ori emng mahal maka muncullah yg KW… Huhuuu
Yuniari Nukti
Pemahamannya penjual begini, Mbak, kalau buku KW dilarang, jasa fotocopy harusnya juga dilarang. Tujuannya kan sama-sama pembajakan 🙂
Rahmi
Padahal jasa potokopi ga selalu biat membajak yaa, kita masih butuh utk pitokopi dokumen. Eh kalo jaman sekarang mungkin dipoto aja trus diprint ya ????????
Yuniari Nukti
Jaman sekolah dulu ada guru yang tiap pelajaran nyuruh nulis mulu, Mbak. Setelah saya cek, yang kita tulis isinya satu buku persis tanpa kurang satu kata pun, hahaha
Fika
Jadi kesimpulannya enak beli buku KW atau BBW? 😀
Yuniari Nukti
Mlaku-mlaku Korea luwih enak, Mbak, Judeg sirahku ndelok buku BBW di rumah yang belum tersentuh sama sekali 😀
Hilda Ikka
Kalo aku ya sebisa mungkin beli ori sebagai pembaca yang budiman wqwq. Tapi gak menyangkal kalo KW lebih menggoda, apalagi untuk kamus-kamus tebal dan buku kuliah :v
Yuniari Nukti
Sebagai pembaca ‘murahan’ maunya beli buku yang ori dapat diskonnya buanyaaakkkkkkk 😀
Pas lagi diskonan, buku KW tergolong mahal, Ka 🙂
Ika Maya Susanti
Jadi kepikir… berarti kalo mo nulis buku, nulislah setebal buku Harpot yo Mbak… ????
Yuniari Nukti
Wakakakakaka, betul betul betul..
herva yulyanti
aku mikirnya tadinya kesian pas pernah sekalinbeli buku kek fotocopyan gtu mba kesian sama penulisnya gmn ntar royaltiny tp klo tnyata ada joinan ya salam wkwkk
ttp si kualitas mah enak yg asli makasi infonya mba
Yuniari Nukti
Saya juga kaget mendengar pengakuan penjual bahwa ternyata ada penulis yang kerja sama dengan penerbit KW. Kualitas tetap bagus yang asli, terutama bagian cover. Buku KW covernya tipiiiis
nur rochma
Wawancara lengkap. Padahal aku pengen kesini, gara2 dikompori sama teman. Dia biasa beli buku banyak dgn harga murah. Novel2 best seller. Bahkan katanya ada yg jual online.
Yuniari Nukti
Andai gak ada anak kuliahan datang, masih pengen ngobrol lama sama penjual Mbak, haha..
Saya pernah dapat novel Sophie Kinsella bekas harga 5 ribu di sini, Mbak. Biar dapat buku bagus, konsumen kudu awas mandangi judul-judul buku yang dicari 🙂
Munasyaroh F.
Jadi inget setiap kali pulang ke Lamongan naik Kereta, saya selalu menyempatkan diri ke kampung ilmu jalan Semarang. Yang dicari adalah komik Detektif Conan n kalau gak ada baru nyari buku lainnya. Kebanyakan novel-novel bersampul di sini memang bajakan krn harganya murah, pembelinya juga gak ada yg protes
Yuniari Nukti
Betul, Mbak. Saya baru tau buku yang sampulan plastik itu ternyata bekas. Pembeli, khususnya yang cari buku soal-soal ujian, beli buku KW gak masalah karena fungsinya sekali pakai 🙂
dwi sari
Waaaaak, keinget kalo beli dvd bajakan huhuhu buku juga skrg ada yg bajakan yak?
Fifty Shades kira2 dia mau cetak KW jg gk ya? *eh
Yuniari Nukti
Wakakakaka, Fifty Shades baca ebooknya ajaaa, daripada capek keramas, ntar, Mbak 😀
Inayah
Wiihh sindikat, investigasinya mantep mba. Ini butuh kesadaran bersama
Samantha
Mbak harga buku Harry Potter disitu berapa an ya?
Fim Anugrah
Mencerahkan pengalamannya Mbake. Dilema memang. Mau beli buku ori, mahal. Mau beli buku KW, kualitas ga ada jaminan. Pelik memang. Tapi balik lagi ke khitahnya. Sebenarnya apa sih tujuan adanya buku di muka bumi ini? Saya sendiri berpendapat hanya satu kata: dakwah. Saya pikir dalam dakwah cara apa pun bisa dilakukan, tidak terkecuali dengan buku bajakan. Percis ketika Bibi saya yang pulang dari Mekah sebagai TKI. Dia bawain saya kaset dan kitab-kitab bajakan. Kok bisa di negeri Ka’bah ada bajakan. Dia bilang, intinya dakwah. Tidak peduli apa mau dibajak atau tidak, penulis hanya ingin agar ilmunya tersebar ke penjuru Mekah, mungkin tidak terkecuali dunia. Sedang kita di sini berada di keadaan yang dilematis. Pemerintah kita ingin mencerdaskan bangsa lewat, salah satunya, buku. Tapi mereka tidak bisa melindungi konsumen dengan memberikan buku-buku murah dan berkualitas karena kenyatannya, penerbitlah yang punya kuasa masalah perbukuan di Indonesia. Orientasinya apa lagi kalau bukan uang. Saya pernah menulis. Saya juga pernah menjadi editor selama dua tahun di penerbitan di Bandung. Stress berat. Dibayar murah dengan beban kerja edan-edanan. Dan masalah buku dan penerbitan, wah, ga akan habis diceritain sampai semalam.
Setelah baca artikel Mbake, saya jadi tercerahkan. Awalnya ada rasa dosa juga, saya, yang baru-baru ini banting setir jadi penjual buku, menjual buku KW. Kalau memang dosa, entah pada penerbit atau penulisnya, saya hanya bisa mendokan saja agar mereka masuk surga karena mereka sudah sedekah ilmu dan pengetahuan. Niat saya cuma satu, menercerdaskan anak-anak bangsa negeri gemah ripah loh jenawi ini.
Salam hangat
FA