Keuangan

Eceng Gondok, Gulma yang mendulang Rupiah

Pada satu sesi pelajaran Biologi, guru saya mengenalkan suatu tanaman yang dianggap sebagai perusak lingkungan yang diistilahkan sebagai gulma. Gulma lahir dari bangsa rerumputan dan biasa tumbuh di lahan yang mengandung air. Karena gulma dianggap sebagai tanaman penganggu, maka tumbuhan ini layak ‘dimusnahkan’. Salah satu tanaman yang dianggap gulma adalah eceng gondok.

Di kawasan perairan, tumbuhnya eceng gondok berupaya diperangi agar tak mengurangi nilai estetika kelautan. Namun siapa bahwa ada sebagian masyarakat yang justru memanfaatkan tumbuhan ini dan mengubahnya menjadi sesuatu yang bernilai tinggi dan berhasil mendulang rupiah!

Desember 2016 lalu saya menghadiri pameran UKM Pahlawan Ekonomi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Dalam Pameran itu saya melihat banyak produk unik yang memiliki nilai sentuh tinggi. Salah satunya adalah produk Sepatu dan Tas yang terbuat dari bahan eceng gondok.

Sepatu dari eceng gondok?

Iya, saya juga gak nyangka kalau produk itu dari bahan tanaman eceng gondok. Karena secara sekilas gak terlihat seperti eceng gondok.

Tumbuhan eceng gondok

Saya mendekati stand itu, mencermati setiap detail produknya lalu memfotonya. Beneran keren! Tak hanya saya saja, banyak pengunjung pameran lain yang juga tertarik pada produk ini. Meskipun bahan baku yang digunakan bermula dari bahan ‘sampah’ namun ide menyulap tanaman gulma menjadi produk yang pantas dipajang di etalase toko patut diapresiasi.

Sepulang dari pameran saya langsung mencari info di internet tentang kreasi eceng gondok sehingga menjadi barang bernilai seni.

Ternyata mengelola eceng gondok harus melalui banyak tahap dan memakan waktu yang tak sebentar. Eceng gondok yang semula tanaman basah harus dikeringkan terlebih dahulu hingga kering sempurna agar mudah dilakukan pengolahan. Jika cuaca bagus, pengeringan bisa dilakukan selama 14 hari. Tapi jika kondisinya tak pasti seperti sekarang yang cenderung panas hujan-panas hujan, bisa jadi lebih 14 hari.

Setelah eceng gondong dinilai kering, masih ada proses selanjutnya, yaitu memipihkan tanaman agar mudah dibentuk dan dibuat bermacam kreasi seperti sepatu, tas, dan lain-lain. Eceng gondok yang siap dibentuk memiliki karakteristik yang mirip seperti tikar anyam.

Saat di pameran saya melihat kreasi produk eceng gondok sangat variatif. Tak hanya modelnya saja, tetapi juga aksesoris luar yang mempercantik tampilannya sehingga tampak lebih menarik. Ada yang diberi hiasan bunga, ada yang dimodifikasi dengan lukisan, dan ada juga yang dihiasi dengan sulam pita.

Jika kita kreatif, eceng gondok bisa dibentuk menjadi segala macam produk yang bisa dijual di pasaran seperti alas meja, tatakan gelas, tempat tisu, tas, alas peralatan makan, dan sebagainya. Saya yakin banyak Ibu-Ibu di luar sana yang suka mengoleksi perangkat rumah tangga dari bahan hand made.

Karena proses produksinya lama, pengusaha bisa memberlakukan open PO (Pre Order). Cara ini sangat menguntungkan karena secara tidak langsung pengusaha dapat memperkirakan jumlah produk yang akan diproduksi. Setelahnya sistem distribusi dapat dilakukan melalui jasa pengiriman dengan terlebih dahulu menghitung biaya ongkos kirim. Besaran biaya kirim bisa dilihat dengan cara Cek ongkir sesuai alamat tujuan.

Bukan rahasia lagi, produk yang dibuat dari bahan kerajinan tangan harga jualnya sangat tinggi. Supaya memiliki nilai jual lebih, penjual bisa menggunakan trik dengan menambahkan label pada produk yang bertuliskan bahwa produk ini adalah murni hand made. Jangan lupa tambahkan ucapan terima kasih agar pembeli senang dan merasa dihormati.
Omong-omong, bahan lingkungan apalagi ya yang bisa dijadikan produk kerajinan tangan? Teman-teman ada ide? ^^

2 Comments

Leave a Reply to Tina Latief Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *