Jelang Pemilu 2024, Waspada Bahaya Politik Identitas
“Setelah Abdul Somad, Syekh Ali Jaber dukung Jokowi”
“Sudah dijamin masuk surga, pendukung Prabowo tak lagi puasa Ramadhan”
Dua narasi di atas merupakan judul berita yang pernah beterbaran di media online Indonesia pada tahun 2019. Tidak jelas apa nama medianya, namun judul itu sukses memicu keributan di dunia maya. Pendukung pasangan nomer 1 dan nomer 2 saling mengejek dan berbalas komentar karena tak terima junjungannya diolok-olok.
Bagai memancing di air keruh, ribut satu judul berita belum terdamaikan, muncul lagi provokasi baru yang bikin hati dan kepala menjadi semakin panas hingga timbullah istilah cebong – kampret.
Tak berhenti sampai di situ, alih-alih ngomongin prestasi calon Pemilu, pasangan suami istri yang tadinya rukun berubah jadi saling emosi. Tak jarang, gara-gara ghibahin Pemilu, eratnya hubungan pertemanan mendadak berubah menjadi tidak saling sapa.
Semua gara-gara Pemilu!
Yes, suasana Pemilu yang rusuh memunculkan perasaan tidak nyaman. Disadari atau atau tidak, ada pihak tertentu yang memproduksi konten hoax dengan tujuan memprovokasi.
Sementara rakyat Indonesia sendiri, masih ada masyarakat yang rajin membaca judul berita tanpa membaca isi artikelnya. Jelas sudah, hal-hal kayak gini dimanfaatkan untuk memancing karakter manusia yang kata anak sekarang diistilahkan bersumbu pendek. Alias gampang kebakaran jenggot
Sosialisasi Bahaya Politik Identitas Jelang Pemilu 2024
Tahun 2024 Indonesia kembali akan menyelenggarakan Pemilihan Umum. Yah, kalau kita rasakan sekarang bibit-bibit para calon sudah mulai berseliweran. Lirik saja linimassa, sudah mulai bermunculan tokoh politik berambut putih. Terlepas itu editan, tetapi netizen kita lumayan gercep (gerak cepat) juga, haha..
Sebelum air politik berubah warna, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) langsung bergerak memberikan sosialisasi kepada masyarakat terkait bahaya politik identitas.
Sosialisasi Bahaya Politik Identitas Dalam Rangka Mengawal Pemilu 2024 Yang Bermartabat dan Berkualitas diadakan di Surabaya pada tanggal 1-2 Desember 2022 yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Jawa Timur yang dihadiri oleh Organisasi Masyarakat, KPU, Pondok Pesantren, Cak & Ning, Forum Komunikasi Masyarakat, Media, dan juga Influencer dan blogger.
Karena saya diundang sebagai infulencer (blogger), maka saya merasa perlu membuat tulisan di blog agar materi yang saya dapat juga bermanfaat untuk khayalak. Setidaknya saya berusaha meneruskan informasi bahwasanya menuju Pemilu 2024 jangan terjadi lagi kekacauan yang membawa isu SARA.
Demi apapun, berantem masalah agama itu nggak ada manfaatnya. Kita cuma dapat capek. Capek hati dan pikiran.
Acara sosialisasi dihadiri oleh beberapa narasumber antara lain:
1. Dr. Suko Widodo, Drs,. M.Si, Pakar Komunikasi Politik dan Dosen Komunikasi Unair
2. Prof. Dr. H. Biyanto, M.Ag, Wakil Ketua FKUB Jatim
3. Panji Prasetyo, S.Sos,BA,MA, Tenaga Ahli DPR RI
4. A. Warits, S,Sos, Ketua Basalu Provinsi Jatim
5. Eka Rahmawati, S.Sos, Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat
Bahaya Politik Identitas dan Strategi Pencegahannya`
Bahasan politik memang tidak asik. Tidak banyak orang menyukai berita politik. Akan tetapi saat jelang Pemilu, biasanya bermunculan ‘pakar politik’ sambil masing-masing membawa narasi serta argumentasi yang seolah pendapatnya adalah paling benar.
Bolehlah, katanya kan setiap manusia bebas berpendapat.
Menurut Pak Biyanto semua partai dan elite politik masing-masing memang memiliki identitas, dan identitas itu adalah hal wajib agar eksistensi mereka dapat dikenal luas. Namun ditekankan oleh beliau bahwa dalam berpolitik jangan menggunakan identitas sebagai alat untuk menghasut.
Indonesia yang Berbhinneka Ika memiliki banyak sekali identitas seperti suku, agama dan kepercayaan, akan tetapi elite politik jangan menghantam perbedaan identitas ini untuk kepentingan pribadi dan golongan tertentu.
Ditambahkan oleh Pak Suko bahwa perjalanan politik kita mengalami perubahan. Beda dengan politik tradisional yang berpusat pada partai politik dan media massa, generasi muda kita sekarang lebih banyak fokus pada komunitas, interaksi, dan penggunaan media digital.
Omong-omong media digital, saat ini pengguna ponsel di Indonesia 124% dari jumlah penduduk Indonesia, artinya satu orang bisa memiliki 2-3 ponsel. Kondisi ini diperparah dengan karakter orang kita yang biasa memegang prinsip ‘YANG PENTING VIRAL, GAK PEDULI SALAH’
Tenaga Ahli DPR RI, Panji Prasetyo, yang dalam kesempatan itu hadir secara online menyampaikan bahwa dalam mencegah strategi politik identitas, Partai Politik tidak boleh tinggal diam. Parpol harus hadir di masyarakat untuk mencegah polarisasi yang berdampak pada bahaya politik identitas.
“Partai Politik jangan muncul saat jelang Pemilu saja”
Lalu bagaimana cara untuk mencegah terjadinya politik identitas?
Tips dari Pak Suko Widodo caranya dengan mengadakan diskusi untuk melahirkan narasi supaya mencegah terjadinya destruksi. Sedangkan tips menghadapi politik identitas dari Pak Biyanto adalah dengan cara TERSENYUM.
“Politik identitas? Disenyumin aja..”
IKRAR Jawa Timur Tolak Politik Uang dan Politisasi SARA dalam Pemilu Serentak Tahun 2024
Menjelang Pemilu tahun 2024, Badan Pengawas Pemilu melakukan beberapa hal agar pelaksanaan Pemilu dapat berjalan damai dan kondusif. Beberapa peta jalan yang dilakukan adalah:
1. Sosialisasi Literasi Politik kepada kelompok masyarakat
2. Memantau Kelengkapan Persyaratan Peserta Pemilu baik secara Lembaga maupun badan hukumnya
3. Melakukan Pengawasan Pemilu
4. Mengadakan Ruang Riset pada hari H
Bawaslu juga mengajak semua peserta sosialisasi sebagai perwakilan organisasi masyarakat Jawa Timur untuk Pemilu demokratis dan berintegritas untuk membaca IKRAR Jawa Timur Tolak Politik Uang dan Politisasi SARA dalam Pemilu Serentak Tahun 2024 yang kemudian ditutup dengan penandatanganan IKRAR yang dilakukan oleh Kodam V Brawijaya, Kapolda, Bawaslu, KPU, Korem, Bakesbangpol, BINDA, Dinas Pendidikan, BAIS, Kemenag, FKUB, PWNU, Dinas PMD, PGI, Muslimat NU, HKBP, PW. GP. Ansor, Rumah Bhineka, PW Aisyiyah, Fatayat NU, PWM, WALUBI, PWPM, PP. Amanatul Ummah Surabaya, GKJW, Nasyiatul Aisyiyah, PP. An-Najiah Surabaya, Jawa Pos, Cak dan Ning Surabaya, ORARI, TV9, PP Miftahus Sunnah, TVRI, Radio SS, JTV, Metro TV, Kompas, Influencer, Gen FM, Radio Elshinta, dan M. Radio
Pesta Demokrasi sudah di depan mata. Bukan tidak mungkin saat ini partai politik sedang sibuk menyusun strategi kampanye. Sebagai masyarakat yang bermartabat, yuk bersama ciptakan Pemilu damai dan kondusif dengan mengedepankan kesantunan politik, kerukunan, ketertiban, dan menolak penggunaan isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA), ujaran kebencian dan berita bohong yang berpotensi memecah belah masyarakat dalam Pemilihan Umum 2024. Yuk, bisa yuk!
fanny_dcatqueen
Aku tuh sampe kayak serem mau bayangin pemilu 2024 mba, saking oemilu yg kemarin panas banget 😔. Dan harga2 yg kemarin, aku jadi ga mau balik ke Medan , ditambah pandemi juga, jadi makin jarang kesana. Soalnya pas di Medan, pilihanku beda sendiri Ama keluarga. Dan jujurnya mereka itu fanatik Ama tokoh tertentu dan suka kemakan hoaksnya. Yg bikin aku sebel, papa suka maksain apapun ke anak2nya termasuk maksa hrs pilih calon yg sesuai dia dengan alasan didukung partai agamalah dll. Sementara aku ga suka , itukan hak kita. Kenapa malah dipaksa. Emangnya calon dia bersih banget apa.
Kami jadi ribut, dan aku balik ke JKT dengan suasana ga enak. Skr memang udh baikan, tapi aku jadi trauma balik ke Medan jelang pemilu. ga deh.
Mending jelang pemilu aku di JKT aja, JD ga bakal dipaksa2 lagi. Krn again, pilihan kami kembali beda 🤣🤣🤣🤣. Sialnya aku 1-1 nya di kluarga yg beda sendiri. Tapi untungnya di keluarga suami aku bisa masuk Krn sama pilihan 😄.
Pemilu itu harusnya LUBER, tapi kenyataannya malah ga. Sedih sih .. msih banyak bgt orang2 yg terlalu emosi dan suka bikin hoaks begini demi kepentingannya sendiri 🙁