Kecantikan

Blogger Gathering #LestarikanCantikmu, Meneliti Label Satu Langkah Menyayangi Bumi

Sampai sekarang sawit masih jadi trending isu sosial, bahkan beberapa waktu lalu saya juga sempat menulis di blog yang menghubungkan sawit dengan sustainable beauty. Diapa-apain, dalam dunia kecantikan bahan baku sawit beserta turunannya memang belum bisa dilepaskan begitu saja, karena konsumen Indonesia sudah terbiasa menggunakannya.

Hampers Kabupaten Lestari_

Keponakan saya aja kalau mandi di rumah sering protes sabun di kamar mandi gak ada busanya. Katanya mandi jadi gak bersih soalnya habis sabunan muka gak kesat dan rasanya seperti belum mandi. Dia belum tau aja, justru sabun yang kebanyakan busa itu nggak baik dan berdampak buruk pada kulit. Memang sih di muka nyaman gitu ya, kencang serasa ditarik padahal sebenarnya itu efek kulit jadi kering yang berpotensi iritasi.

Di artikel Sustainable Beauty, Cantik Paripurna Dimulai Dari Label saya menulis sawit mengandung vitamin E dan Beta Karoten (Pro Vitamin A) yang tinggi antioksidan sehingga banyak digunakan oleh industri kecantikan di dunia. Jadi nggak hanya di Indonesia aja lho yang pakai sawit, 70% produk kosmetik menggunakan bahan minyak kelapa sawit!

Mungkin kalian ingin protes, “Lho ya bagus toh, lahan sawit Indonesia kan luas. Sah-sah aja berarti pakai kosmetik dari sawit!”

Hmm, iya juga ya. Saya juga setuju dengan teman-teman. Tapi hanya sebegitu aja protesnya? Nggak ingin menggali lebih dalam lagi bagaimana perjalanan sawit hingga menjadi produk siap guna? Padahal nggak hanya sawit aja, semua komoditas bagus-bagus aja digunakan untuk bahan kosmetik. Tinggal bagaimana mengelolanya yang prosesnya tidak mencemari lingkungan dan menyinggung isu sosial. Intinya aman dari awal sampai akhir gitu.

Bermula Dari Lomba Blog #LestarikanCantikmu

Blogger Gathering BPN

Sebelum tulisan ini ke mana-mana, saya mau cerita dulu kenapa akhir-akhir ini saya demen menulis tentang produk perawatan tubuh yang ramah lingkungan dan ramah sosial. Jika dibandingkan dulu, sekarang saya lebih rajin perawatan. Belum bisa dibilang addict, tapi semakin saya rajin merawat diri, pelan-pelan makin memahami bahwa ternyata menggunakan skincare tak hanya soal cantik aja. Banyak pengetahuan lain yang perlu jadi konsen saya seperti kandungan bahannya cocok dengan jenis kulit saya apa nggak, komposisinya apa aja, juga mengamati label kemasan mulai expired datenya hingga sertifikasinya. Jujur saya masih awam sekali bagian ini.

Karena keawaman saya ini yang disertai keinginan menambah ilmu, beberapa waktu lalu saya nekat mengikuti lomba blog #LestarikanCantikmu yang diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network, Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) dan Madani Berkelanjutan. Awal membaca tema dan ketentuan lomba, saya langsung tertarik, dan mulai mempelajari banyak hal. Di situlah saya tau kalau produk perawatan berhubungan erat (sangat erat malah) dengan masalah lingkungan dan sosial. Bayangkan lho, bahannya aja memanfaatkan alam, begitu habis kemasannya merusak alam (sampah bekas kosmetik). Kan egois banget ya. Ya ampun, ke mana saja saya selama ini baru sadarnya sekarang..😵

Alhamdulillah dari sekian ratus submisi, artikel saya masuk 30 besar dan mendapat kesempatan mengikuti Blogger Gathering #LestarikanCantikmu yang dilakukan secara online dengan 3 narasumber:

1. Danang Wisnu Wardhana, Skincare Content Creator
2. Christine Pan, Segara Naturals
3. Gita Syahrani, Kepala Sekretaris LTKL

Blogger Gathering

Seperti murid ketemu dosen, acara ini menjawab pertanyaan saya ketika drafting, misalnya kenapa ‘beban dosa’ kosmetik dilimpahkan pada sawit? Seandainya posisi komoditas lain sama baiknya dengan sawit apakah keberadannya juga dipermasalahkan?

Ciye yang kepo, haha..

Apapun Komoditasnya Jadilah Konsumen yang Cerdas

Hidup di dunia harus adil, sama adilnya memperlakukan bumi tempat kita berpijak yang cuma ada satu ini. Begitupula peranan komoditas lokal sebagai bahan baku kosmetik, selama ini yang saya alami banyak produsen kosmetik tidak terbuka terhadap bahan bakunya. Ingredients-nya jelas, tapi konsumen tidak mendapat informasi detail darimana, bagaimana, dan seperti apa proses produksinya.

Gita Syahrani

Iyalah, walaupun rahasia pabrik, nggak ada salahnya kan konsumen tau. Hingga kemudian mulailah muncul isu lingkungan dan isu sosial.

Bisa dibilang konsumen kita suka latah (bisa jadi termasuk saya). Satu bilang bahan A bagus, semua rebutan membeli produk berbahan A. Padahal masih ada bahan B, C sampai Z yang nggak dilirik dan nggak dicari tau manfaatnya. Sama halnya dengan sawit, ketika semua ramai-ramai menggunakan sawit, semua pindahan ke sawit. Andai bumi 2, mungkin bumi satunya ditanami sawit semua!

Haruskan sawit diboikot saja?

Menurut Mbak Gita boikot sawit bukan menyelesaikan masalah tapi malah memperburuk masalah. Di Indonesia ada lahan yang harus dikonservasi, ada juga lahan yang dijadikan sebagai sentra industri. Imbangnya, gunakan lahan industri sebaik-baiknya, tapi jangan merusak lahan konservasi. Ini yang perlu diluruskan.

Di sisi lain produsen juga harus melakukan sertifikasi atas produknya agar konsumen tau mana yang lestari, mana yang tidak, sehingga masyarakat merasa aman memakainya berikut ada jaminan perlindungan lingkungan.

Sebagai konsumen, kita juga dituntut lebih cerdas sebelum membeli produk perawatan. Ketika merasa perlu menggunakan sawit, kita harus merasa perlu mencari tau jenis bahan baku sawit apa yang digunakan. Apakah penanganan lahan sawit sudah menjaga fungsi ekosistem alam dengan baik termasuk mempertanggung jawabkan limbahnya. Jangan lupa kesejahteraan petani juga termasuk dalam rantai pasokan

Komoditas Lokal Indonesia

Jadi komoditas apa yang bagus digunakan? Nggak bisa dipilah juga, yang pasti komoditas Indonesia banyak sekali yang memiliki potensi, tapi harus tetap ramah lingkungan dan ramah sosial.

Menggunakan Produk Ramah Lingkungan dan Ramah Sosial

Dikatakan Suatu produk disebut ramah lingkungan dan ramah sosial jika keseluruhan proses produksinya mulai dari pengambilan bahan baku, formulasi, konsumsi, daur ulang kemasan, hingga sistem pembuangan sampah mengikuti prinsip ramah lingkungan dan ramah sosial.

Menurut Tolnay dkk, 2018, produk yang ramah lingkungan dan ramah sosial dapat menyejahterakan masyarakat menjaga lingkungan dan membantu pembangunan ekonomi negara.

Produk Ramah Lingkungan

Ada beberapa syarat produk ramah lingkungan yang disampaikan oleh Mbak Gita, diantaranya:

Menjaga fungsi alam tanpa bencana

Dalam hal ini bahan baku yang digunakan benar-benar dari alam dan ketika dikembangkan tidak merusak alam itu sendiri seperti merusak hutan, merusak ekosistem, hingga pencemaran lingkungan. Lahan tempat produksi juga harus lahan industri agar tidak berpotensi menimbulkan bencana

Melindungi Kesejahteraan Petani dan pekerja

Petani merupakan rantai paling pokok dalam industri. Sudah semestinya mereka mendapatkan harga layak dan mendapat kesejahtaraan.

 Energi dan Limbah Produksi Terjaga

Saat diproduksi sebisa mungkin produksinya mempertanggungjawabkan energi, lebih bagus lagi kalau menggunakan renew energy dalam pemprosesan. Begitupula dengan limbah juga perlu dipikirkan jangan sampai setelah pemakaian kemasannya meninggalkan mikro plastik.

Intinya 3 elemen ini dapat dijadikan dasar kita dalam memilih produk perawatan ramah lingkungan dan ramah sosial sekaligus dapat mendorong komunitas lokal yang punya karakteristik jaga fungsi alam, memastikan seluruh orang didalam rantai pasoknya sejahtera dan mempertanggungjawabkan energi dan limbah dari sistem produksinya.

Memperhatikan Bahan Baku Produk Kecantikan

Namanya juga menggunakan produk perawatan, sudah tentu kita harus tau tujuannya apa sekaligus mengenal bahan baku yang digunakan. Jangan sampai bela-beli aja tapi nggak sesuai dengan jenis kulit yang akhirnya ditampung di tempat sampah. Sayang duit aja sih gapapa wong anak sultan, buang-buang bahannya itu lho yang jadi masalah.

Danang Wisnu Wardhana

Bagian ini dijelaskan oleh Mask Danang yang feed IGnya penuh dengan review skincare tapi Ia nggak sekedar mereview aja, beberapa kali ngintip, postingannya cukup edukatif. Penjelasannya detail, gak semata membahas bagusnya thok tapi juga efek yang ditimbulkan. Baca captionnya aja lho saya langsung tau karakteristik produknya seperti apa. Kelihatan banget pengalaman Mas Danang di dunia ‘kecantikan’ nggak kaleng-kaleng. Ya wajar sih Mas Danang dari SD sudah rajin pakai sunscreen dan SMP tahun 1999 sudah double cleansing. Kalau saya di usia segitu asik main panas-panasan sambil nyari cebong  wkwk..

Ketika ditanya hubungan bahan baku yang aman untuk kulit, Mas Danang menjawab saat skincare-an harus senang memakainya dan memberikan dampak baik di kulit. Dan yang terpenting sudah tersertififikasi BPOM.

Komoditas Lokal Indonesia

Apakah sertifikasi BPOM aja sudah cukup menunjukkan produk perawatan tersebut sudah ramah lingkungan dan ramah sosial? Ada 6 hal yang disarankan oleh Mbak Gita supaya konsumen cerdas memilih sincare, yaitu:

1. Baca Label
2. Kenali Bahan
3. Pahami Komoditas Asal
4. Apa Dampaknya
5. Pilih Yang Lestari
6. Berbagi Cerita Kamu!

Dari 6 hal di atas kita bisa menarik kesimpulan bahwa dengan membaca label kita bisa mengenali komposisinya. Sisanya berusaha mencari tau informasi komoditasnya apa, dampak komoditasnya bagaimana, apakah bahannya lestari atau tidak sekaligus menceritakan ulang kesan selama pemakaian.

Sulit baca Label, Pilih Produk yang Bercerita!

Mungkin banyak yang tak biasa melakukan 6 hal di atas, terutama bagian sulit membaca label serta logi sertifikasinya membingungkan?

Mbak Gita memberikan tips cara memilih produk yang ramah lingkungan dan ramah sosial, yakni mencari produk yang labelnya bercerita.

Skincare Label Bercerita

Label bercerita itu terdapat tulisan yang menceritakan perjalanan produk tersebut mulai pengambilan bahan, cara prosesnya, hingga tiba di tangan konsumen dengan selamat.

Membaca story telling itu menyenangkan, memang ada skincare yang begitu, beberapa kali saya menemukan produk yang labelnya bercerita. bahkan dari membaca kemasan saja, kita bisa tau produknya dari mana, bagaimana cara komoditas produk itu diproses, dan lain-lain.

Semakin konsumen tau proses pembuatan dari awal sampai akhir, makin yakinlah kita menggunakannya. Begitupula brand yang mau menceritakan produknya secara gamblang dan jujur patut diberi apresiasi.

Sekalipun bahannya dari sawit, konsumen jadi tau mana sawit yang sustainable mana yang nggak, biasanya produk tersebut ada label RSPO atau ISPO-nya.

Lestarikan Cantikmu: Jaga Alam, Alam Jaga Kita

Saat menulis bagian ini saya teringat dengan produk Deodourme Segara Naturals dan Travel Soap, dua diantara isi hampers yang dikirim oleh BPN beberapa waktu lalu. Uniknya deodorant ini bentuknya solid, sebuah inovasi yang jauh dari bayangan saya.

Segara Naturals

Iya lho, saya baru tau ada deodorant bentuknya batangan. Dikemas dalam kemasan kaleng aluminium dan saya nggak tau cara mengeluarkannya, haha.. Setelah baca-baca IG @segaranaturals akhirnya tau kalau harus dicongkel sedikit lalu digosok ke bagian ketiak.

Makin cari tau lagi, deodorant ini tak meninggalkan bekas kuning di baju karena menggunakan bahan alami dan tidak mengandung aluminium.

Mbak Christin Pan dari Segara Naturals menceritakan pengalaman travelingnya yang kerap membawa produk sachetan supaya nggak beban di perjalanan, tapi kemudian Ia sadar bahwa cara itu membuat dirinya berkontribusi meninggalkan sampah. Sejak itu Ia berinovasi membuat produk alami dengan kemasan yang ramah lingkungan ramah sosial. Ia menyadari potensi Indonesia banyak dengan manfaat yang bagus dan Segara Natural berupaya meminimalisir zero waste.

Christin Pan

Jadi dari sepanjang obrolan selama lebih dari 2 jam, saya dapat menarik kesimpulan bahwa semua komoditas lokal Indonesia sebenarnya layak dijadikan sebagai bahan baku utama merawat tubuh, tinggal pintar-pintarnya kita memilah mana yang ramah lingkungan dan ramah sosial sekaligus dituntut cerdas dalam mengolah limbah kemasannya. Kalau kita jaga alam, alam pun akan jaga kita!

11 Comments

  • Dessy Achieriny

    Sama kaya anakku mbak, dia protes sabun gak ada busanya kaya berasa gak mandi. Lama-lama dikasih tau pelan-pelan kalau sabun yang bagus justru yang gak begitu banyak busa akhirnya dia udh terbiasa sekarang. Malah kaya sabunan pake kolagen menurut aku. Hihi. Badan tetep wangi tapi emang gak berbusa aja

  • thya

    benar juga yaa, harus pintar dalam memilih produk perawatan, baca labelnya dulu apakah menggunakan bahan-bahan yang baik, ramah lingkungan atau engga.. biar gak hanya diri aja yang cantik, tapi alam juga harus cantik.. sepakat banget nih..

  • Kurnia amelia

    Ya ampun itu aku juga baru tau ada deodorant bentuk balm gitu jadi di usap gitu ya pakainya baru di apply ke ketiak . Btw iya ya kalau bawa produk sachetan gt malah banyak sampai jadinya jadi lebih baik kalau misalnya bawa sabun atau shampoo sih pakai botol traveling pack gt.

  • Kurnia amelia

    Hihi iya jadi malu, dulu aku gitu kak aku pikir kalau pakai sabun yang ga banyak busanya itu ga bagus dan ga bersih tapi setelah paham ternyata sabun yang no SLS ini lebih baik ya untuk kulit karena no SLS.

  • Kurnia amelia

    Hihi iya jadi malu, dulu aku gitu kak aku pikir kalau pakai sabun yang ga banyak busanya itu ga bagus dan ga bersih tapi setelah paham ternyata sabun yang no SLS ini lebih baik ya untuk kulit karena no SLS..

  • Ida Tahmidah

    Memang perlu banyak edukasi nih…. di keluarga juga pada protes saat diberi sabun ga ada busanya, past gigi ga ada busa aja protes hehe…. karena terbiasa melihat iklan2 di TV mungkin…kalau pengalaman saya sih gitu dulu wkt kecil banyak termakan iklan.

  • Ujame Gaja

    Waaah edukatif sekali mba..
    Aku nyimaknya seru banget bacanya. Jadi pengen menerapkan 6 hal yang harus diperhatikan saat memilih skincare ala mba Gita. Nyatanya, BPOM aja gak cukup 👍

Leave a Reply to Kurnia amelia Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *