Dermulen itu Tornado

Dulu, setiap libur panjang sekolah, di Lapangan Bratang, dekat rumah saya selalu kedatangan tamu. Tamu ini sangat istimewa dan paling ditunggu-tunggu anak-anak sekolah. Tamu spesial itu adalah Pasar Malam.

Biasanya penyelenggaraan Pasar Malam ini diadakan sebulan penuh atau hingga masa libur berakhir, dari jam 6 sampai jam 9 malam. Walaupun hanya buka selama 3 jam, tapi suasananya sangat ramai. Semua orang berwajah ceria tak terkecuali anak-anak.

Di pasar malam itu ada macam-macam mainan. Seperti kuda-kudaan, mobil-mobilan, kereta kelinci, rumah hantu, tong gembong, ombak air dan dermulen (Entah siapa yang mulai, tiba-tiba saja ada yang menyebut kalau ombak air itu sama dengan dermulen. Padahal saya browsing di googleimage, munculnya seperti bianglala loh, tapi ya sudah saya ikut-ikutan aja nyebut dermulen) Dari kesemuanya itu yang saya suka adalah naik dermulen. Yaitu sebuah wahana putar yang bisa naik turun seperti gelombang laut.

Menurut saya wahana ini adalah satu-satunya wahana yang agak ekstrim dan hanya boleh dinaiki oleh anak-anak berusia diatas 10 tahun. Tapi nyatanya ada juga sih Bapak-bapak dan Ibu-Ibu yang naik wahana ini sambil bawa anak 5 tahun. Sensasi naik wahana ini adalah seperti dikocok dan ada rasa ser.. ser.. diperut. Apalagi kalau dorongannya kuat, semakin berada di ketinggian semakin geli rasanya.

Sayang keberadaan pasar malam sekarang hanya tinggal kenangan. Apalagi anak-anak sekarang sudah mengenal banyak mainan modern. Kalaupun diadakan lagi, kemungkinan besar akan sepi.

Ke Dufan

12 Maret lalu saya ke Ancol. Sok alasan ngantar ponakan PORSENI, saya masuk aja ke Dufan. Dianggap ikut rombongan, saya dapat tiket masuknya dengan harga murah, hanya sepertiga dari harga aslinya! Siapa coba yang nolak penawaran ini..

Sekalinya masuk Dufan, semangat banget memburu semua wahana untuk di taklukkan.

Apa? Tornado? Hysteria? Kicir-kicir? Kora-kora? Bianglala? Halilintar? yakin bisaa…

Datang pagi saya ketempat PORSENI anak-anak dulu di Pasar Seni. Lalu sekitar jam 10 kurang kami menuju ke Dufan.

Dunia Fantasi Ancol

Setelah urusan loket dan dikasih stempel ‘BEJI’ saya langsung nyari-nyari lokasi yang pas untuk foto. Yang pertama 2 orang gadis yang menyambut di pintu masuk dengan pakaian ala putri sudah saya ajak berfoto bersama.

Selanjutnya saya mencoba Turangga-rangga. Sebetulnya saya tau kalau wahana ini cemen sekali, berhubung adik ipar menyarankan untuk pemanasan dulu sebelum mencoba wahana yang ekstrim, oke lah saya ikuti. Apa sih, Cuma kuda naik turun ditempat trus berputar-putar, gitu aja. Kurang sensasinya, yang ada malah bikin pusing kepala *nggaya*. Dan lagi wahana ini berada di bagian depan sendiri, sepertinya wahana ini juga menjadi ikonnya Dunia Fantasi. Bolehlah di coba.

Sambil pusing-pusing sedikit, saya naik ke Bianglala. Wahana ini menurut saya juga biasa aja sih. Cuma duduk diatas gondola trus gondola itu berputar secara vertikal. Jadi kalau pas diatas bisa melihat indahnya laut dan kawasan Ancol sekitarnya. Keren lah pokoknya apalagi diselingi angin yang semilir. Sempat penasaran waktu diatas melihat Hysteria yang super gila itu. Masak manusia seperti dibuang saja keatas. Ingat ya, itu manusia lho bukan, plastik! Tapi boleh juga sih dicoba..

Turun dari Bianglala saya langsung antri lagi di Kora-kora. Mainan ini menarik banget, semacam perahu lalu kita diayun-ayun. Awalnya sih pelan-pelan. Lama-lama ayunan perahu itu makin kencang dan kencang sampai-sampai kaki saya gemetar menahan hempasan perahu. Handycam yang saya pegang pun tau-tau mati sendiri. Mungkin tanpa sengaja saya tekan karena saking gak tahannya.

Habis naik Kora-kora saya berhenti dulu. Kasihan suami saya, mukanya mejikuhibiniu habis saya paksa naik Kora-kora. Karena jatah makan pagi yang dibawa dari rumah habis, kami beli Mie Cup. Siang-siang makan mie gak ada nikmatnya sama sekali. Sudah suasana panas ditambah makan mie panas, jadi makin mendidih.

Inilah dermulen itu..

Denger-denger kalau belum nyoba Hysteria dan Tornado, dianggap belum ke Dunia Fantasi. Bener nggak sih?

Kalau gak ada yang ngiyain, berarti cuma Bapak mertua saya aja yang bilang begitu 😀

Saya ini orangnya suka penasaranan loh. Saya juga orangnya suka nyesel-an. Jadi kalau ada yang bilang seperti itu di hadapan saya, tanpa ragu-ragu saya akan berangkat menunaikannya.

Seperti kemaren itu habis makan mie saya dengan PDnya langsung ngantri di wahana Hysteria. Waktu saya utarakan ke suami, dengan muka gak percaya dia iyain keinginan saya. Mungkin dalam hati dia bilang jangan, tapi diluarnya ya.. ya udah sana, sambil ragu-ragu.

Dengan mantap saya melangkah ke tempat pengantrian. Ruangan antriannya luas dengan lika-liku teralis. Etapi yang nganti Cuma sekitar 10 orang! Gak percaya saya kalau wahana ini menakutkan banyak orang. Kora-kora aja lho ngantrinya puanjang minta ampun.

Ya udah deh saya memantapkan diri. Sambil ngeri-ngeri grogi saya lihat bagaimana antrian didepan saya yang sudah memasuki kursi panasnya. Beberapa menit kemudian, terdengar suara gemuruh menakutkan sebagai tanda Hysteria akan lepas keatas. Di belakang saya ada lelaki yang sepertinya ketakutan, tapi juga penasaran. Beneran, giliran hysteria itu lepas landas dia teriak kenceng banget. Sampe kaget saya. Dia bilang, kalau dia takut. Ye, sama takutnya dengan saya Mas 😀

Tiba giliran saya naik. Saya milih di bagian depan supaya bisa dilihat suami. Eh lha dalah, lelaki yang tadi takut itu tiba-tiba muncul, “barengan kita ya, Mbak”. Aman deh, ada teman yang sama-sama takut 😀

Hysteria Dufan Ancol

Setelah ambil posisi nyaman dan mengkaitkan sabuk pengaman, kami masih ketawa ketiwi. Sengaja sandal saya lepas, supaya gak jatuh.

Nunggu beberapa menit, lalu kursi naik sedikit. Saat ada suara gemuruh, saya mulai bersiap ambil napas panjang. Tarik.. lepas. Tarik.. lepas. Tarik.. *belum juga dilepas* tiba-tiba Swiiiingg….. tiba-tiba saya sudah terbang. Baru saya sadar bahwa dalam perut ini mau keluar semua, protes karena gak tahan ngerinya.

Kemudian diam sebentar. Asyik.. duduk diatas ketinggian. Tapi belum juga puas, kursi sudah naik lagi, lalu turun. Naik lagi, turun lagi sampai beberapa kali. Dan kemudian turun. Benar-benar turun lho, gak naik lagi. Yah segitu doang hehe..

Asli, naik Hysteria itu sensasinya ruaar biasa! Tegang-tegang gimana gitu..

Masih semangat! Lanjut lagi jalan.

Begitu melihat Tornado kok kayaknya makin seru aja permainan ini. Lagi-lagi saya pamit suami naik Tornado. Kali ini mukanya pasrah, ragu-ragunya sudah ilang, kayaknya.

Lagi-lagi saya masuk ke ruang antrian yang melompong. Sama sekali gak ada yang ngantri. Malah saya langsung diminta naik. Rupanya tornado ini berhenti lama sambil nunggu penumpang yang naik. Kursi-kursi disisi kanan sudah penuh semua. Jadi saya ambil kursi disisi kiri yang masih kosong-song. Sebenarnya saya mau manggil suami supaya dia pindah ke pagar sebelah kiri, tapi karena gak ada celah untuk memanggil akhirnya saya naik aja. Gak bisa narsis deh.

Herannya, begitu saya duduk, tiba-tiba kursi dikanan kiri saya full. Lalu petugas segera mengancing kami didalam kursi. Dan lagi-lagi ada suara gemuruh.. Sialnya, ketika ada suara gemuruh itu, saya baru sadar bahwa HP saya ada disaku celana! Aduh, kenapa baru ingat sekarang..

Oke deh gpp, sebisa mungkin akan kutahan HP itu supaya gak jatuh. Eman, rek..

Astagila.. naik Tornado itu seperti kamu nggoreng tempe. Pertama di celup dulu di air garam, lalu dibalik. Sisi atas ditaruh dibawah dan sisi bawah di taruh di atasnya, supaya asinnya merata. Gak ada yang bisa nahan tempe selain jari, ibaratnya jari itulah sabuk pengamannya tempe. Pokoknya pasrah aja jadi tempe.

Seperti juga tempe, pertama kali dimasukin ke mangkok air garam kan pelan-pelan. Pelan-pelan dulu. Nah sebelum di cemplungin ke wajan, tempe itu di jerang dulu supaya airnya hilang dengan di pukul-pukulkan ke mangkok. terus dan terus. Ya begitu itu..

“Cukuuup.. cukup. Brentiii…” teriak cewek disebelah kanan saya.

“Jangan berhenti dulu, Mbak. Percuma brenti disini, wong kita masih diatas. Nanti aja brentinya kalau sudah dibawah!” jawab cowok disebelah kiri saya.

Saya: Gak bisa ngomong. Cuma bisa mikir semoga HP ini tidak jatuh.

Begitu selesai, saya elus-elus HP yang sudah mencungul separuh keatas.

Begitu turun saya diaaam aja. Gak bisa ngomong apa-apa. Muka sih ketawa-ketawa aja, tapi dalamnya ini ancur banget.

Diam saya bukan karena HP yang selamat, tapi karena kepala saya pusing dan perut seperti diaduk-aduk. Rasanya pengen muntah.

“Mau naik kicir-kicir?”

“Apa mau naik pontang-panting?”

“Istana Boneka juga masih ada lho..” Kata Suami.

Benar-benar penghinaan. Tapi apalah daya, semangat kuat tenaga kurang.. 😀

Mati-matian saya nahan rasa itu, saya tahan-tahan supaya tidak muntah. Selesai sholat di Musholla pun saya tidak langsung berdiri, tapi saya baringkan tubuh dulu, maksudnya supaya suasana perut kembali bersahabat. saya juga sudah merusaha menyuap mulut dengan minuman manis. Sayangnya nasib berkata lain, usaha menahan aksi protes itu jebol juga. Saya muntah haha..

Huh. Awas ya bila suatu saat aku datang lagi, semua wahanamu akan kutakhlukkan! *dendam kelas berat*

3 Pengalaman seru naik kereta ekonomi

3 Pengalaman seru naik kereta ekonomi pernah saya alami dan masih membekas hingga sekarang, sehingga bila mengingatnya kembali rasanya jadi pengin tertawa sendiri.

Setiap mudik ke Jakarta beberapa kali saya naik kereta kelas ekonomi. Iya naik kereta yang kelasnya paling murah dan paling ‘ancur’ suasananya.

Entah ya saya kok merasa eman ya kalau harus beli tiket yang mahal, toh hanya beda sedikit aja fasilitasnya dibanding kelas bisnis dan executif. Apalagi dari sedikit perbedaan fasilitas  itu, harga tiketnya berbeda sangat jauh-sejauhnya.

Boleh dibandingkan harga antara kereta api Gaya Baru Malam Selatan yang ditiket tertera Rp. 33.500 dengan kereta api Sembrani yang harganya berkisar Rp. 400.000.

Perbedannya hanya di jam keberangkatan, bentuk kursinya yang bisa diturunkan dan ditegakkan dan suasananya juga cenderung senyap, tak ada lalu lalang penjual.

Sedangkan persamaannya sama-sama belinya untuk urusan makan dan sama-sama ada ACnya! Iya kereta kelas ekonomi sekarang ada AC nya lho dan kamar mandinya juga lumayan bersih dan wangi. Hanya saja suasananya sedikit ramai oleh teriakan penjual.

Senangnya naik kelas ekonomi itu saya bisa jajan sesuka hati dengan jajanan yang aneka rupa, unik dan murah. Seperti tahu lombok, kacang rebus, lanting, sale pisang, tape goreng, dan macam-macam. Tapi untuk nasi saya jarang beli diatas kereta.

Ngomong-ngomong 3, seperti tema kontes yang diadakan Mbak Lidya, Mas Bro, dan Dija, ponakannya Tante Elsa, ada 3 kenangan mengesankan yang terus membekas di memori kepala saya mengenai pengalaman naik kereta ekonomi ini.

  1. Pulang bareng rombongan bonek.

Kejadian ini saya alami saat sepulang saya menghadiri acara ulang tahun Dblogger tanggal 11 Januari di Gandaria City.

Ketika itu saya sendirian saja berangkat dan pulang. Suami yang biasa menemani saat itu harus tinggal di Jakarta karena ada suatu pekerjaan.

Boleh dibilang saat itu saya beli tiketnya dadakan, jadi berangkat dari rumah langsung beli tiket di Jatinegara dan langsung naik kereta pulang ke Surabaya. Pada waktu itu kebijakan PT KAI khusus kereta ekonomi tidak boleh reservasi, tiket harus dibeli saat hari keberangkatan. Untungnya saya masih mendapatkan tiket.

Setelah mendapatkan tiket saya keliling disekitar stasiun sembari menunggu kedatangan kereta. Saat itulah saya baru tau bahwa kereta GBM yang saya tumpangi nantinya berbarengan dengan rombongan suporter / bonek yang pulang ke Surabaya setelah menonton pertandingan antara Persija dan persebaya. Ada 3 gerbong yang disediakan oleh PT KAI khusus untuk rombongan Bonek.

Awalnya saya senang pulang bareng bonek karena pastinya amanlah sama mereka yang sama-sama orang Surabaya. Ternyata dugaan saya salah besar. Kereta GBM itu jadi sasaran lemparan batu oleh para suporter di luar kereta.

Sebelum kereta berangkat, beberapa petugas Stasiun dan beberapa polisi yang disiagakan di gerbong kereta sudah memberi woro-woro untuk berhati-hati bila ada kekisruhan. Mereka memberi nasihat untuk segera menurunkan tas untuk ditata sedemikian rupa sebagai penutup jendela bila sewaktu-waktu ada lempara batu.

Dan benar saja selepas melewati Bekasi, kereta GBM itu riuh rendah bak tragedi besar terjadi. Aneka lemparan menghujani kereta kami yang menimbulkan “tak.. tak.. taratak.. taratak tak..” para Polisi berkeliling dengan helm dan senjata laras panjang mengamankan situasi didalam kereta. Bahkan demi keamanan penumpang, pihak PT KAI mengumumkan bahwa kereta akan langsung berhenti di Sta. Cirebon. Dari Sta. Cirebon kereta tidak berhenti di Sta selanjutnya dan akan berhenti lagi di Sta. Yogjakarta. Bagi penumpang yang akan turun di Sta. Sebelum Yogjakarta baru dibolehkan turun kalau kereta sudah berhenti.

Tak bisa dibayangkan suasana malam itu. hampir semua penumpang semalaman membuka mata. Kursi-kursi semuanya kosong karena ditinggal penghuninya menunduk di bawah kursi, dan ada juga yang telentang dibagasi atas demi menghindari lemparan.

Apalagi saat di Solo, suasana yang tadinya sudah sedikit mereda, kembali lagi dihujani bebatuan.

Suasana baru benar-benar berhenti dan sunyi saat kereta tiba di Sta. Madiun! Saya baru bisa bernafas lega dan menikmati tahu lombok dan bergelas-gelas minuman kemasan yang dibagikan petugas KAI, karena mereka tau bahwa kami sedang kelaparan karena sepinya penjual. Iya semua makanan itu dibagikan gratis!

Saat suasana sudah aman, para penumpang menaikkan kembali tasnya ke bagasi atas. Dan saat itu pemandangannya begitu parah. Kaca-kaca jendela sudah banyak yang bolong. Batu sebesar batubata beterbaran didalam kereta, dikursi dan dilantai.

Akhirnya saya tiba di Sta. Wonokromo dengan selamat pukul setengah 3 dinihari (lumayan menghemat waktu).

  1. Kehilangan Suami

Ini yang agak aneh, tiba-tiba saja suami saya hilang dan tak kembali lagi dikursinya setelah kereta berhenti di Sta. Purworejo.

Kejadian ini saya alami saat pulang mudik lebaran dari Jakarta. Waktu itu suasana kereta sangat ramai, kondisi kereta juga full hingga untuk berdiri saja sulitnya minta ampun karena sempitnya lahan sekedar untuk injakan kaki.

Belum lagi banyaknya penjual yang wara-wiri menawarakan dagangan seolah tak mau mengalah dengan para penumpang. Ketika itu belum ada kebijakan seperti sekarang ini, dimana PT KAI masih menjual tiket bebas tempat duduk bagi penumpang kereta kelas ekonomi. Sehingga biarpun suasananya sudah penuh hingga untuk nafas aja sulit, setiap kereta berhenti di Stasiun masih ada saja penumpang yang naik dan membuat para penumpang didalam ini seperti ‘tetel’ ditekan-tekan. (bisa bayangin kan bagaimana rasanya makanan tetel / jadah yang lengket itu ditekan-tekan, biar sudah ditekan kayak apa ya tetap aja gak bisa dapat space longgar)

Nah karena suasana sumpek, panas dan gak karu-karuan ditambah kereta api berhenti lama banget di tengah areal persawahan, saat itulah tiba-tiba lampu kereta mati. Malah bikin emosi saja, kan? Mana gak ada angin sama sekali, kipas angin juga mati. Huh! Pokoknya sumpek-pek!

Begitu kereta berjalan lalu berhenti lagi di Stasiun saat itulah suami saya berdiri dari kursinya. Saya pikir dia sedang ke kamar kecil atau mencari angin di dekat pintu.

Tak lama kemudian kereta berjalan lagi tapi suami saya belum juga kembali. Saya santai saja, mungkin berdiri didekat pintu lebih nyaman dibanding di dalam.

Baru saya menyadari saat ditanya penumpang lain, “Mbak, masnya tadi kemana, kok belum kembali-kembali?”

Saya mulai bingung. Untungnya tiket saya yang pegang, coba kalau dia yang pegang bisa disuruh turun saya kalau ada pemerikasaan. Dan yang bikin saya panik lagi dompet dan HP suami saya itu ada ditas saya. Mumet rasanya mikir. Sudah gitu ATM juga semua saya yang bawa. Sedangkan perjalanan masih jauh pula, Kota Solo aja belum nyampe, trus dia pulang naik apa? Duit juga gak pegang? Kalau lapar dia makan apa? Masak minta orang? Apa ngamen? Tapi rasanya gak mungkin 2 opsi itu di lakukan secara suami saya gak ada bakat melakukan 2 cara itu.

Akhirnya saya pasrah aja. Dibalik itu semua pasti nanti ada keajaiban. Saya sampai rumah jam 4 pagi dengan perasaan super galau.

Hingga jam 7 pagi saya belum dapat kabar akan keberadaan suami. Dirumah saya berusaha makan enak dan tidur nyaman aja walau sebetulnya pikiran kalut.

Ndilalah jam 12 siang saya ditelepon suami kalau dia sudah ada di Sta. Gubeng Surabaya dan minta dijemput. Uh leganyaa..

Dan benar saja keajaiban itu muncul, saat ketinggalan kereta dia langsung menghubungi PT KAI. Disana petugas meminta suami saya menunggu sampai ada kereta ke arah Surabaya. Dan coba apa yang dia dapat, gara-gara ketinggalan itu dia bisa dapat tumpangan kereta kelas Executive lho.. dan dilayani spesial pula oleh petugas PT KAI

  1. Salah Stasiun

Kejadian ini yang baru beberapa hari lalu saya alami. Karena kebijakan PT KAI yang sering berubah-ubah membuat saya bingung harus naik kereta dari mana. Terakhir kali saya naik ekonomi sih dari Sta. Senin karena di Sta. Jatinegara kereta tidak berhenti.

Dan kemarin itu saya mengikuti jejak sebelumnya berangkat menuju Sta. Senin. Dari rumah jam 10 pagi karena jadwal kereta GBM 12.20 siang. Dari Klender saya dan suami naik metro mini menuju Sta. Senin.

Sampai di Sta. Senin jam masih menunjukkan pukul 11.30, “Ah masih sejam lagi” pikir saya. Sambil menunggu jadwal, saya beli buah dan jajanan di Stasiun. harapannya supaya penantian kami nanti nyaman, begitu.

Di dalam Stasiun saat mencari tempat yang nyaman untuk menunggu, iseng saya tanya petugas portir, tetap dengan lagak Suroboyoannya. “Pak, sepur Gayabaru, ngentenine nang endi?” (Pak KA Gayabaru nunggunya dimana?”

Dijawab oleh petugas portir “Oalah Mbak, Gayabaru neng Kota, ra’ nang kene” dengan logat ngapaknya.

Glodak!! Mana sekarag sudah jam 11.45! kurang beberapa menit lagi..

“Sampean numpak taxi opo bajaj wae mbak, nek numpak angkot ra’ nututi” katanya, yang lalu saya akhiri dengan kata “Suwon”.

Secepat kaki ini melangkah saya melewati jajaran Taxi, “60 rebu, mbak, ngejar jam” kata tukang Taxi. Ogah ah, masak dari Senin ke Kota 60 rebu. “Selawe nek gelem!” tawar saya.

Lalu ada bajaj lewat, “telung puluh wae”. “Emoh, rong puluh nek gelem” tawar saya. “Yo wes Selawe wae” Oke deh tancap gas!

Namanya juga bajaj ya, walaupun sudah ngebut sambil ngeden trus badan ini keder semua tetap aja lari ditempat. Makin stres aja saya. Sudah gitu muacetnya minta ampyuun..

Untung Pak Bajaj nya baik, dia pintar nyari sela. Dia lewat Jl. Pangeran Jayakarta untuk menghindari macet didepan mangga dua. Sempat pula Pak bajaj nya marah karena dimundurin pick up saat kejebak macet. Mendengar dia marah saya dan suami ketawa gak berhenti-henti. Logat marahnya itu lho lucu banget..

Alhamdulillah saya tiba Sta. Kota tepat waktu. Sambil lari-lari untuk mengejar kereta yang sudah ‘ongkang-ongkang’ kaki diatas rel. Begitu naik kereta sudah mau jalan aja, dan lagi gerbong saya ada di paling depan sendiri, klop ngos-ngosannya!

Benar-benar deh 3 pengalaman seru naik kereta ekonomi yang pernah saya alami itu, semuanya bikin spot jantung 😀

Tiket Kereta

Seperti pengalaman sebelumnya yang selalu kesulitan mendapatkan tiket, saat ke Jakarta beberapa hari lalu saya mencoba membeli tiket di Ind*maret. Sejak diberlakukannya tiket online yang bisa dibeli 90 hari sebelum keberangkatan, keadaan itu terasa berimbas pada sulitnya mendapatkan tiket kereta, terutama kelas Bisnis dan ekonomi.

Sempat takut kehabisan sih, apalagi rencana keberangkatan saya berbarengan dengan hari kejepit nasional. Dan jangan tanya lagi berapa harga yang dipatok, yang pasti lebih tinggi dari harga normal, kecuali kelas ekonomi yang murah meriah itu, harganya gak memandang warna kalender! Dan kelas itu yang saya suka.. 😀

Pagi-pagi jam 9, tepatnya seminggu sebelum keberangkatan saya pergi ke Ind*maret. Sambil tanya-tanya dan pilih-pilih lalu kemudian memutuskan, akhirnya saya beli 2 tiket PP sekaligus. Rupanya membeli tiket kereta dengan menunjukkan KTP membuat transaksi menjadi lama. Harus mengisi nama penumpang, nomor KTP serta No. Handphone. Namun itu semua juga demi kenyamanan calon penumpang, kan.

Beli tiket di Ind*maret itu ternyata lebih gampang. Selain gak perlu antri diloket, juga saya bisa melihat kursi kosong yang tersisa langsung dari servernya PT KAI. Jadi sang kasir gak bisa bilang tiket habis kalau di server masih tersedia.  

Yah meskipun harga di Ind*maret selisih harga Rp. 3.500/tiket dibanding beli langsung di Stasiun, wajarlah itu keuntungan toko, dan lagi saya dikasih bonus Mie Cup 1 biji. pokoknya apa-apa yang namanya bonus, sesuatu banget deh 😀

Dari struk yang dikasih Ind*maret itu nantinya bisa ditukarkan dengan tiket asli di Stasiun terdekat paling lambat 1 jam sebelum keberangkatan. Tetapi dari pada nanggung resiko, hari itu juga struk itu segera saya tukarkan di Stasiun.

Karena baru pertama kali beli tiket di Ind*maret, awalnya saya ragu. Beneran gak ini struknya. Apa benar tinggal ngasih struknya aja yang cuma selembar kecil itu ke loket di stasiun? Sempat saya meyakinkan diri ke kasirnya Ind*maret, kalau-kalau struk saya itu gak diakui.

Dan setelah saya bawa ke loket memang benar, datang ke loket, ngasih struk dan KTP jadi deh dalam bentuk tiket.

Kesimpulan saya membeli tiket di Ind*maret mempermudah calon penumpang kereta untuk mendapatkan tiket secara instan. Bila dipikir-pikir, kalau ada yang jual tiket terdekat begini ngapain dulu saya harus jauh-jauh ke stasiun apalagi pke antri segala. Dan ngapain gak sedari dulu Ind*maret jualan tiket. Malah kadang sudah ngoyo-ngoyo antri lalu tiba-tiba tiket dinyatakan habis. Apalagi belinya mendadak, bikin ngenes, kan..

Jadi teman, kalau kamu berencana pergi keluar kota dengan kereta usahakan beli tiketnya jauh-jauh sebelum hari keberangkatan. Supaya hati tentram dan pikiran gak pusing mikirin tiket.

*catatan: Postingan ini bukan iklan, hanya untuk berbagi saja.. 😀

Yamaha Vega R, motor pertamaku, Yamaha Xeon RC, Motor impianku

Akhir tahun 2004 silam, untuk pertama kalinya saya memiliki motor sendiri. Iya, motor sendiri, bukan motor punya orang tua. Walau untuk mendapatkannya saya harus membayar dengan mencicil selama 17 bulan.

Saat memutuskan beli motor, sebelumnya saya harus nabung dulu buat DPnya. Memang tidak mudah sih, butuh kesabaran selama beberapa tahun karena saya memang niat untuk membeli motor dari hasil jerih payah sendiri, bukan belas kasih orang tua.

Pada tahun 2004 itu saya masih kerja di Hi-Tech Mall. Sebetulnya untuk pergi ke tempat kerja hanya butuh naik angkutan (Lyn) sekali, tapi karena akses untuk menuju jalan raya dari rumah jauh makanya saya mengandalkan jalan kaki. Becak ada, tapi sayang kalau harus naik becak. Ongkos becak nya lebih mahal dari ongkos naik lyn nya.

Setelah ber’olah raga’ setiap jam sembilan pagi (masuk kerja di Hi-Tech Mall jam 10) selama hampir 2 tahun, akhirnya saya berani memutuskan membeli motor. Keputusan saya memiliki motor waktu itu untuk menghemat ongkos lyn, juga supaya menghemat waktu jalan saya sehingga berangkat kerja lebih siang, hehe.. bukan lah supaya menghemat waktu perjalanan.

Minimnya pengetahuan saya terhadap motor juga menjadi pemikiran saya waktu itu dengan harapan kedepannya motor yang baru dibeli itu tahan banting dan tidak rewel. Besarnya cicilan juga menjadi prioritas supaya nantinya saya sanggup membayar hingga motor itu lunas tanpa.

Dan rupanya insting saya mengatakan untuk memilih motor Yamaha Vega R Disk Brake warna biru. Alasan saya, karena Vega R Disc Brake memiliki kecanggihan pada rem cakramnya yang bila dipakai bisa langsung berhenti, “seet!” sekaligus saat melakukan pengereman.

Alasan lain bagi saya yang masih awam soal motor adalah:

  1. Merk Yamaha ‘merakyat’

Maksud saya merakyat disini adalah merk motor Yamaha sudah banyak dipakai orang. Dimana-mana sejauh mata saya memandang, motor Yamaha menjadi motor mayoritas dijalan. Saudara, tetangga, dan teman-teman, hampir semuanya menggunakan Yamaha. Pun saat di lampu merah, saya hobi mengedar pandang sekedar untuk melihat type motor yang dipakai pengendara disebelah saya. Ternyata hampir kebanyakan merknya Yamaha! Agak kurang kerjaan memang, tapi itu sebagai bahan keyakinan saya untuk tidak salah memilih motor.

  1. Langganan juara

Saya bukan penggemar motor balap. Boleh dibilang saya hampir tak pernah nonton balapan motor di TV. Tapi kata teman-teman saya, Yamaha selalu menjadi yang tercepat dan selalu ada di lini depan di balapan moto GP. Awalnya sempat tak percaya, tapi ketika saya coba survey di ‘yang kung’ google, memang benar kalau dari tahun 2004 hingga 2012, Yamaha menjadi motor juara selama 6 kali. Sebuah prestasi yang luar biasa..

  1. Irit bahan bakar

Bagi saya yang saat itu buta akan harga bensin, dan masih memegang erat obrolan orang dewasa, bahwa motor bisa menghemat anggaran ongkos lyn, percaya saja. Dan memang setelah saya banding-bandingkan, setelah memakai motor jauh lebih menghemat biaya dan tenaga.

Apalagi saat menggunakan Yamaha Vega, dengan sekali isi bensin Rp. 5.000,- yang ketika itu tidak salah harga per liternya masih Rp. 1.810,-, bisa saya gunakan selama seminggu – 10 hari. Sedangkan ongkos lyn ketika itu masih Rp. 1.300,-! Sudah irit berapa rupiah itu..

Malah pertama kali beli, Yamaha Vega itu saya bawa ke Bromo. Iya, Motor baru itu saya bawa ‘ngreyen’ (istilah suroboyo) atau bahasa kerennya uji test ke tempat-tempat yang sedikit ekstrim,  untuk mengetahui seberapa tahan bantingnya motor saya itu dan seberapa keren tarikannya.

Percaya tidak percaya sih, Surabaya – Bromo – Surabaya hanya isi bensin 3 x Rp. 5.000! padahal jalan tanjakannya di bromo meliuk-liuk naik turun dan jumlahnya tidak sedikit, lho, tapi tetap aja hematnya. Dan tarikannya juga lumayan lincah dan cepat.

  1. Saya menyebutnya si bebek bandel

Entahlah mengapa saya menyebutnya demikian untuk Yamaha Vega R DB saya. Setelah 4 tahunan menggunakan Yamaha Vega secara tidak sengaja saya menyebutnya si bebek bandel. Itu terucap setelah Yamaha Vega saya mengalami insiden yang menyedihkan saat berhenti di lampu merah Wonokromo. Tiba-tiba saja dari arah belakang, motor saya di tabrak motor lain.

Awalnya saya tidak sadar kalau motor saya ditabrak, tak ada goncangan apapun yang saya rasakan. Saya baru tau saat kaki kiri saya menyentuh bagian tubuh sepasang suami istri yang sudah tergeletak dibawah dengan motor roboh pecah berantakan. Karena saya merasa tidak bersalah apa-apa, menyenggol motornya pun tidak, saya pun diam saja. Pikir saya mereka jatuh sendiri karena keblabasan ngerem atau apa.

Beberapa saat kemudian, iseng saya menoleh kebelakang untuk mencari penyebab pasangan itu jatuh. Betapa kagetnya saat melihat lampu belakang saya pecah.

Rupanya, suami istri itu jalannya kekencangan. Mereka sepertinya sengaja menambah gas saat lampu akan menyala merah. Saat motor dalam keadaan kencang, didepannya terlihat Pak Polisi berdiri dibawah pohon. Dalam keadaan bingung hanya ada 2 pilihan, kalau terus kena tilang, kalau berhenti pasti remnya tidak nutut. Maka limbunglah mereka, tak bisa mengatasi keadaan. Akhirnya motor saya yang jadi sasaran.

Dibantu beberapa tukang becak yang saat itu turt menyaksikan, dikantor polisi saya dinyatakan tidak bersalah, justru suami istri itulah yang diwajibkan membayar ganti rugi motor saya.

  1. Merasa Klik

Tak salah saya memilih Yamaha Vega R DB. Sudah banyak yang membuktikan bahwa merk motor Yamaha itu bandel dan awet. Tempat servicenya ada dimana-mana dan spare partnya pun juga mudah didapat. Itu yang membuat hati saya terasa nyaman memilih merk Yamaha. Terasa seperti langsung ‘klik’ aja.

Garansi mesin yang panjang juga menjadi nilai tambah buat saya. Dan lagi kakak saya yang memiliki usaha bengkel mengatakan, bahwa motor Yamaha harga jual secondnya cukup tinggi.

Jadilah Yamaha merk motor pertamaku.

Pengalaman naik motor matic

Setelah sekian lama menggunakan motor bebek, kini saya berencana untuk ganti motor. Dan Motor impian saya selanjutnya adalah motor matic. Saya begitu penasaran menggunakan motor jenis ini karena melihat banyaknya pengguna motor matic dijalan.

Menurut teman-teman yang sudah menggunakan motor matic, hampir semuanya mengatakan kalau motor maticitu nyaman digunakan, irit bahan bakar, larinya cepat dan mudah pengoperasiannya. Mendengar iming-iming seperti itulah saya jadi tertarik juga untuk berpindah haluan ke teknologi motor injeksi.

Terus terang, saya memang belum fasih benar naik motor jenis matic karena sudah kebiasaan naik motor bebek, sehingga bila melalui lampu merah atau polisi tidur kaki saya masih suka ‘kagok’ (salah tingkah). Meskipun tangan sudah menekan hand rem, tapi kaki saya secara reflek mencari injakan gigi untuk dikurangi. Saya jadi malu sendiri di lihat pengendara lain, ketara banget kalau pakai motor hasil pinjaman 😀

Beberapa kali saya naik motor matic awalnya terasa aneh. Seperti ada sesuatu yang hilang di kaki. Tapi setelah berusaha membiasakan diri secara pelan-pelan ternyata naik motor matic itu asyik juga. Tinggal duduk di atas jok, nyalakan starter, kaki dua berdiri sejajar dan,  goyaaang.. 😀

Bergaya bersama motor pinjaman :D
Bergaya bersama motor pinjaman 😀

Kecanggihan motor injeksi

Lagi-lagi saya harus mengenalkan diri dengan motor berteknologi baru ini. Sebelum benar-benar akan membeli saya berusaha cari tau kelebihan motor matic dibanding motor bebek. Dari kebiasaan nguping ditambah browsing, lama-lama saya jadi mengerti keunggulan motor matic.  

Berbeda dengan motor jenis bebek, motor matic lebih hemat bahan bakar dan lebih ramah lingkungan karena menggunakan mesin bersistem bahan bakar injeksi. Sistem injeksi ini menghasilkan gas buang yang tidak terlalu besar  

Baru-baru ini sebagai pelopor matic pertama, Yamaha melakukan inovasi motor matic terkini yaitu penggabungan ketangguhan mesin juara Yamaha DiASil Cylinder dan Forged Piston dengan teknologi canggih FI, Yamaha Mixture Jet – Fuel Injection atau yang disingkat YM Jet-FI.

Hadirnya penggabungan inovasi ini nantinya tidak saja membuat tampilan motor lebih keren, cepat, tapi juga canggih.

Motor injeksi berteknologi YM Jet-FI merupakan mesin injeksi berteknologi balap yang mampu meningkatkan efisensi bahan bakar hingga 30 % serta dapat mengurangi polusi udara. 

Bukan.. bukannya saya mau balapan dijalan raya atau apa untuk mengidam-idamkan motor jenis ini, lagian saya tak perlu menarik motor kencang-kencang untuk segera sampai ditempat tujuan, toh jalanan Surabaya tidak begitu macet. Tetapi tidak salah kan kalau saya menginginkan motor yang berkualitas, agresif, inovativ, juga elegan.

Yamaha XEON RC, motor injeksi Impian

Kebiasaan saya dan suami bila bepergian jauh keluar kota  dalam provinsi selalu menggunakan motor. Hal ini supaya lebih cepat sampai, lebih murah ongkos, dan gak susah kalau mau kemana-mana.  Seperti jalan-jalan ke Malang, Jombang, Kediri, Blitar, hingga ke Bromo di Probolinggo, selama ini selalu menggunakan motor bebek, meski saat di perjalanan selalu mengandalkan kaki untuk menginjak gas dan rem.

Karena sering melakukan perjalanan jarak jauh itulah, makanya saya memimpikan motor injeksi Yamaha XEON RC. Alasannya:

Performa tangguh

Ini kaitannya dengan kapasitas mesin Yamaha XEON RC yang 125 cc. Besarnya kapasitas ini  membuat Yamaha Xeon RC semakin agresif, melesat cepat saat berada diatas aspal dan semakin tak tertandingi!

Diimbangi kapasitas tangki bensin yang lumayan besar, 3,8 liter membuat suasana perjalanan menjadi tenang dan nyaman. Begitu pula dengan Rem nya yang mengandalkan rem cakram dibagian depan dan tromol dibagian belakang membuat perjalanan menjadi lincah dan “sat-set!”

Teknologi mesinnya juara dan canggih

Perpaduan komponen Aluminium Silicon (DiASil)  Cylinder yang memiliki daya tahan kuat terhadap gesekan serta Forged Piston yang diproses menggunakan teknologi tempa membuat kebersihan piston terjaga. Ditambah kecanggihan YM Jet-FI membuat Yamaha Xeon RC tampil lebih istimewa dan full performance. Garansi komponen selama 5 tahun / 50.000 km membuat motor injeksi satu ini lebih sensasional dan awet.

DiASil Cylinder
DiASil Cylinder
Forged Piston
Forged Piston

Throttle Posisiton Sensornya yang smart membuat pembakaran lebih sempurna sehingga bahan bakar menjadi lebih efisien. Liquid Cooled nya juga menjadikan temperatur mesin stabil, suara mesin halus dan lincah maksimal

Throttle Position Sensor

Liquid Cooled
Liquid Cooled

Tampilan Keren

Disain tampilan luar Yamaha Xeon RC Aerodinamic yang terinspirasi dari pesawat tempur dengan sistem Auto Head – Light On serta Translucent Head Lamp yang berdimensi unik menjadikan penerangan menjadi lebih jelas sehingga mengurangi resiko kecelakaan.

Translucent Head Lamp
Translucent Head Lamp

Ultramodern back lamp dengan disain khas membuat penampilan lebih futuristik, lebih modern, tampak sporty dan lebih terang

Ultramodern back lamp
Ultramodern back lamp

New Striping dengan graphic baru yang bernuansa speed teknologi membuat penampilan semakin dinamis

Penampilan Xeon RC dengan striping baru
Penampilan Xeon RC dengan striping baru

Fitur keren dan sporty

Sebagai motor sahabat berkendara, Xeon RC memiliki beberapa kenyamanan, diantaranya:

Interior Box dibagian depan dapat difungsikan sebagai bagasi mini yang dapat menyimpan barang-barang yang dianggap penting seperti, botol minum, sarung tangan, masker, dll, hal ini untuk lebih memudahkan pengendara menyimpan aksesoris kecil.

Large Volume Baggage dapat digunakan untuk menyimpan helm, jaket atau barang-barang pendukung aktivitas pengendara.

Bagasinya lebar
Bagasinya lebar

New key shutter yang berfungsi ganda untuk melindungi motor supaya lebih aman juga sekaligus sebagai pembuka bagasi.

New Key Shutter
New Key Shutter

Selain itu fitur Smart Stand Switch dan Smart Lock System yang berguna sebagai pengaman pengendara dan praktis digunakan serta aman saat melakukan pengereman dijalan menanjak atau menurun

Smart Lock System and Stand Switch
Smart Lock System and Stand Switch

Penuh Ekspresi

Salah satu keistimewaan Yamaha Xeon RC, Sporty Casting Wheel and Colored Pin Stripe dengan Velg berwarna dikombinasi Lis Velg nya yang tegas membuat penampilannya lebih gagah, terutama saat motor melewati jalanan bergelombang. Begitu juga jarak antara tanah dan motor  yang didisain lebih tinggi membuat pengguna nyaman saat melewati polisi tidur.

Muscular and Sporty Muffler diadaptasi dari Motor Yamaha T-Max sangat powerful.

Kualitas terjamin

Motor Yamaha selain memiliki fitur yang keren, cepat dan juga canggih, tapi juga mengedepankan kualitas dan garansi. Tidak tanggung-tanggung Yamaha memberi garansi 5 tahun / 50.000 km untuk mesin terutama Forged Piston dan DiASil Cylinder, 2 tahun untuk kelistrikan, serta 6 bulan 6.000 km untuk bagian umum diluar kelistrikan.

***

Pengalaman saya membuktikan bahwa motor Yamaha memiliki banyak keunggulan. Dari segi kecanggihan teknologi, fitur yang keren, performance dan konsumsi bahan bakar, motor Yamaha selalu ‘terdepan’. Seperti peribahasa, tak kenal maka tak sayang, maka setelah menggunakan motor Yamaha saya jadi makin sayang dan tak mau beralih ke yang lain.

Semoga Yamaha selalu terus berinovasi agar kedepannya Yamaha semakin didepan dan akan terus menjadi yang terdepan secara percaya diri penuh ekspresi dan melesat jauh semakin tak tertandingi..

Ada apa di jl. Semarang

“Seandainya kamu jadi penulis, kamu mau bukumu dibeli orang tapi gak dapat royalti?”

Saya tersentak lalu diam. Ucapan suami saya benar. Saya terlalu naif menganggap sebuah hasil karya orang dengan harga murah.

**

Beberapa hari lalu ketika saya melewati Stasiun Pasar Turi, tiba-tiba saja saya ingin menghentikan laju kendaraan dan mampir disebuah deretan toko buku di jalan Semarang.

Jalan Semarang ini adalah pusatnya toko buku bekas di Surabaya. Namun saya hampir tidak pernah membeli buku disitu walaupun saya lihat banyak sekali lalu lalang orang yang keluar masuk di toko buku tersebut sambil mencari buku yang mereka inginkan.

Di deretan toko-toko buku tersebut bertumpuk-tumpuk buku bekas dengan aneka judul. Mulai buku pelajaran, komic, majalah, novel hingga skripsi.

Jalan Semarang Surabaya

Dari jajaran buku-buku itu saya tertarik dengan deretan buku yang tersampul rapi dan ditata secara berderet ala toko buku besar. Judul buku-buku itu menurut saya adalah buku best seller.

Saya ambil salah satu buku yang tidak bersampul. Saya perhatikan covernya berwarna agak gelap. Saya bolak-balik sampulnya memang sangat mirip dengan yang asli. Namun ketika saya melihat bagian dalam buku itu kualitas kertas serta tulisannya jauh berbeda dengan buku aslinya. Tapi yang pasti masih bisa terbaca..

“Wah menarik ini..” pikir saya.

Apalagi saat saya tanya harganya 3x lebih murah dari harga aslinya.

Dari hasil mampir itu saya mendapatkan beberapa buku. Tidak banyak sih, hanya beberapa. Maksudnya saya mendapatkan 3 buku yaitu 5 cm, 2, dan Kun Fayakuun 2 nya Ust. Yusuf Mansur hard cover.

Ke 3 buku itu saya beli murah saja, 45 ribu!

Tidak! Saya tidak bermaksud membajak! Saya hanya penasaran dengan isinya (Tapi tidak menutup kemungkinan untuk beli lagi sih kalau memungkinkan) hihi..

Rupanya beli buku di Jl. Semarang itu seperti candu! Sekali beli ingin rasanya nambah lagi.

Jadi setelah nonton film rectoverso kapan itu, suami saya tertarik untuk beli bukunya. Sebelumnya saya sudah sempat baca di Toga Mas, dan memang buku itu harganya cukup mahal.

Entah kenapa tiba-tiba saya merasa toko buku ini salah menempelkan label harga. Herannya lagi beberapa buku yang saya pegang, harganya juga seperti tak masuk akal. Ada konspirasi politikkah antara bawang dan buku? Apakah mereka janjian menaikkan harga? 😀

Lalu saya menggumam “kalau di jalan Semarang, ada buku rectoverso gak ya?”

“Gak ada! Toko bukunya tutup, musim hujan!” samber suami saya! *idih denger aja*

Minggu kemarin, alih-alih nunggu Toga Mas buka, kami melewati Jl. Semarang.

Padahal sebetulnya perjalanan kami gak relevan sama sekali. Toga Mas yang ada di jalan Pucang lebih dekat dengan rumah. Tapi kami malah muter melewati jl. Semarang yang nun jauh disana. Yah intinya boleh kan kalau saya mau ke Jakarta tapi muter lewat Manado  dulu? 😀

Dan, horee.. toko buku di Jl. Semarang buka..

Tapi kan saya kesini cuma lewat. Yah kali aja ada buku menarik yang ingin saya beli.

Saya masuk ke salah satu toko buku dan saya tanya, ada buku rectoverso, gak?

Sial. Semua penjual bilang, “buku apa itu?”

Ya deh, memang gak boleh kok beli buku bajakan. Kasihan penulisnya, gara-gara buku-buku bajakan itu royalti mereka jadi berkurang.*sok bijak*

Tapi kan gak salah juga kalau saya tanya, toh saya kan hanya lewat sini 😀

Dan akhirnya saya beli juga buku rectoverso di Toga Mas..!! Horee.. *sambil ngumpetin buku madre yang tadi sempat dibeli dengan harga 9ribu*

Kios Buku di Jalan Semarang Surabaya

Giveaway #1 “Me and Jogja”: Menikmati malam di alun-alun

Menikmati malam di alun-alun Jogya
Menikmati malam di alun-alun Jogja

Jogja memang tak pernah mati, begitulah yang saya ucapkan manakala menikmati suasana Jogja di malam hari.

Sabtu malam itu, jam sebelas malam saya dan teman membelah jalanan kota Jogjakarta. Sengaja malam itu kami tidak berdiam diri dipenginapan mengingat malam itu adalah malam terakhir kami berada di kota Bakpia Pathok.

Malam itu kami sengaja mencari tempat untuk nongkrong sambil menjawab rasa penasaran saya terhadap nasi kucing. Sebetulnya kami juga penasaran dengan yang namanya kopi joss tetapi berhubung di tempat yang kami singgahi tidak ada menu itu akhirnya kami memilih untuk memesan teh panas, wedang ronde, nasi kucing, dan roti bakar.

Uniknya roti bakar yang disajikan tidak di bakar diatas wajan lebar seperti pada umumnya roti bakar yang dijual di Surabaya, tetapi roti itu memang benar-benar di bakar diatas arang sehingga terdapat keunikan rasa.

Sepanjang jalan dipinggir alun-alun yang menuju  Kraton  itu dipenuhi  warung-warung tenda lengkap dengan gelaran tikar untuk lesehan pengunjung. Satu dua orang pengamen juga turut meramaikan suasana dengan genjrengan gitarnya di bawah sorotan lampu jalan yang berwarna kuning.

Teman, jangan sungkan untuk selalu datang ke Jogja, karena JOGJA tinggal ‘JUJUG SAJA’  🙂

Pengalaman ke Bromo naik motor lewat Pasuruan

Nekat!

Begitulah keputusanku saat Kang Yayat ngajak jalan ke Bromo.

Beberapa hari terakhir Kang Yayat ngajak ke Bromo. tapi karena kondisi cuaca yang setiap hari hujan dan tidak memungkinkan untuk berangkat akhirnya rencana mundur-mundur terus.

Tanggal 23 lalu saya SMS Kang Yayat gimana rencana jalan ke Bromo, kapan bisa direalisasikan mumpung  cuaca sedang cerah ceria, dan Kang Yayat jawab nanti saya kabari kalau jadi.

Akhirnya malam jam 9 tepat malam Mauludan Kang Yayat ngajak berangkat saat itu juga! Ya sudahlah tak masalah. Alhamdulillah cuaca juga sedang bersahabat sehari itu hujan tidak turun. Toh waktunya juga belum terlalu larut seandainya ngejar Sunrise masih nututlah, sedangkan perjalanan Surabaya Bromo via Pasuruan gak sampai 4 jam-an.

Kami janjian bertemu di Taman Bungkul jam 12 tet. Sengaja milih di Taman Bungkul karena Kang Yayat mau nunjukin rute perjalanan. Saya sebagai pendamping ngikut saja sama yang punya gawe 😀 . Sebelumnya Kang Yayat punya rencana ingin melalui 2 rute berbeda yaitu jalur Tumpang – Ranu Pane –Bromo, lalu pulangnya lewat Tosari Pasuruan.

Sebetulnya saya belum pernah lewat Tumpang dan belum tau medannya seperti apa, sedangkan 2 kali perjalaan ke Bromo dulu rute yang saya lewati adalah Tosari Pasuruan dan Probolinggo.

Tapi malam itu rencana diubah oleh Kang Yayat, berangkatnya lewat Pasuruan lalu pulangnya lewat Tumpang. Ya sudah ngikut sajalah..

Di perjalanan saya sempat tanya-tanya ke orang, maklum saya lupa-lupa ingat rute Pasuruan. Sudah 7 tahun lalu soalnya saya lewat sini dan juga kondisi malam gelap jadi gak seberapa ingat jalan yang harus dilewati.

Ditambah lagi sesampai di Pasuruan Kota ada acara Maulud Akbar yang jalannya ditutup jadi makin bingung aja nyari jalan alternatif. Beruntungnya ada banyak orang lalu lalang  sehingga gak bingung nanya orang disitu.

Hanya ada 1 kebingungan yang saya alami disini yaitu Pom Bensin!

Beat yang saya naiki isinya Cuma full 10 ribu sedangkan jarak menuju Tosari masih 30 kiloan dan menanjak pula. Ya ada sih yang jual bensin eceran tapi suasana malam begitu, sungkan aja kalau harus ngetok rumah orang.

Sempat pula kami kesasar. Jalan yang harusnya belok saya ambil lurus aja (Sebetulnya bisa aja lewat lurus, jalan itu juga bisa mengarah ke Bromo tapi nantinya naik lewat Probolinggo). Alhasil kami bertanya lagi sama orang, untunglah jam 2 dinihari itu kami masih menemukan rumah terbuka dengan penghuni yang duduk-duduk diluar rumah.  Dan disana kami mendapat wejangan bahwa naik ke Tosari malam-malam begini tidak bagus, jalannya rawan,  apalagi Cuma 2 motor aja. Kami disarankan lewat Probolinggo atau lewat Tumpang.

Sengaja saya menolak lewat Probolinggo karena saya tau bagaimana medannya. Dan kalau lewat Tumpang itu berarti kita harus jalan lagi jauh, balik ke Pasuruan kota trus lewat Malang.

Kang Yayat sudah mau ngajak balik aja tuh lewat Tumpang saat duduk-duduk nunggu di sebuah warung. Bayangin aja 3 jam duduk di warung dan dikasih tontonan sinetron ind*siar yang bikin eneg otak.

Heran aja sama otak ini sudah tau ceritanya aneh begitu tapi kok ya bisa-bisanya jiwa dan pikiran ini terbawa ke alur yang gak bener. Masih aja ikut deg-degan lihatnya. Jangan-jangan ini film dikasih pelet supaya banyak yang nonton. Masak iya sih ada majikan takut sama pembokat. Malah si pembokat mau dikasih berlian pula sama majikan supaya tutup mulut. Dan lagi mau-maunya si Titi Kamal, Teddy Syah dan Tommy Kurniawan main difilm begituan #penting banget# 😀

Setelah 2 jam-an terbawa esmosi, akhirnya kami putuskan untuk selesai sholat Shubuh berangkat. Pokoknya yakin aja gak ada apa-apa dijalan, meskipun sama pemilik warung diminta berangkat jam 6. Lha kalau jam 6 baru naik, sampai pananjakan bisa jam 9, trus dapat apa kita disana..

Dan Alhamdulillah kami tidak menemui kendala apa-apa. Kami sampai di Pananjakan sekitar pukul setengah 8 berbarengan dengan jip-jip yang turun. Suasana Pananjakan juga sudah sepi. Tapi sst.. kita juga gak ditarik karcis lho soalnya portalnya sudah dibuka, jadi kita santai aja lewat. Asiik.. hihi..

Mendadak Bromo
Awan berarak di Pananjakan. Image By Arkasala.net

 

Tumpang Surabaya

Baliknya, sesuai rencana kami melewati Tumpang. Rute ini perasaan lebih jauh dibanding lewat Pasuruan. Di rute ini kami harus melewati lebarnya lautan pasir dan dipaksa menikmati cantiknya bebukitan. Lihat gunung yang berdiri tepat didepan mata rasanya seperti melihat gundukan pasir raksasa. Nyata baget pokoknya! Untungnya pasir-pasir itu kesat banget habis kena air hujan jadi gampang dilewati gak harus ngepot-ngepot.

Mendadak Bromo
Berpelukan di bukit Teletabis hihi..

 

Medan yang dilalui juga lumayan naik turun berkelok. Sayang jalanannya bukan aspal tapi semacam cor-coran gitu dan banyak rusak disana-sini jadinya ya ngoyo-ngoyo dikit. Tapi yah sama ngoyonya lah kalau lewat di Pasuruan dan Probolinggo.

Malah saya sempat lihat ibu muda gendong bayi jalan ditanjakan sendirian. Rupanya si Bapak sudah duluan naik sambil bawa motor! “Aduh, Bu gak capek apa, kasian bayinya, Bu”. Saya aja yang gak bawa apa-apa yang bolak-balik turun karena tanjakannya yang tinggi rasanya sudah ngos-ngosan.

Tapi memang sungguh pemandangannya cantiiik banget!

Hawanya adem. Di kanan kiri ada kebun kol. Trus dari jauh kelihatan terasiring sawah yang bagus banget. Ditambah lagi kabutnya yang tebal. Sempat ada insiden rem motor yang saya naiki blong. Mana jalanannya belum datar sempurna masih ada banyak tanjakan naik turun yang harus dilalui. Kami lalu berhenti sebentar. Barangkali remnya kepanasan atau apa karena motor matic kan hanya mengandalkan rem.

Setelah berhenti sejenak sambil memakai jas hujan karena tiba-tiba gerimis turun, rem motor saya akhirnya bisa berfungsi lagi.

Di jalur Tumpang ini juga banyak pohon apel. Saya perhatikan dihampir setiap rumah memiliki 1 sampai beberapa pohon apel. Woww enaknya… kalau pengin makan tinggal petik aja, kan hehe..

Dan kami tiba di Surabaya pukul 4 lebih di sore keesokannya. Jadi kalau dibilang 2 harian kami tidak tidur! Dan saking lamanya duduk diatas motor p*ntat ini rasanya seperti kotak hihi..

Oke saya kasih lihat petanya:

Peta Bromo
Image by Google
  1. Dari Pasuruan: Naik ke Wonokitri sekitar 30 km. Dari Simpang Dingklik kita bisa pilih mau naik ke Pananjakan sekitar 14 km menanjak atau turun langsung ke lautan pasir.
  2. Dari Probolinggo: Lewat Sukapura lalu turun ke lautan pasir. Kalau langsung ke Bromo lebih dekat tapi kalau ingin ke Pananjakan maka harus lebih dulu melewati pasir itu lalu naik menuju ke Panajakan.  Konon rute probolinggo ini adalah rute favorit yang dilewati pengunjung. Barangkali rute favorit bagi pengguna mobil pribadi karena dari sini bisa menyewa jip menuju Pananjakan. Kalau naik motor kayaknya nggak banget deh kapok sama pengalaman yang sebelumnya, malam-malam harus dorong-dorong motor melewati lautan pasir 😛
  3. Tumpang: Oke saya akui bahwa rute ini memang paling menarik diantara yang lainnya. Di Rute ini kita bisa menikmati indahnya kawasan wisata gunung yang berjejer dengan indahnya, bukit-bukit hijau yang disebut bukit teletubbies, padang rumput yang eloknya gak karu-karuan! Dan kalau mau juga kita bisa mampir ke Ranu Pane yang jaraknya tinggal sedikit sekitar 6 km. Tapi ya begitu naik motor ke rute ini bagusnya di musim hujan karena pasirnya keset. Kalau di musim panas, pasirnya kering pastinya akan susah dilewati dengan motor khusus kota-kota. Bisa-bisa 2 hari baru nyampe rumah hihi.. Dan lagi rute ini ternyata lebih jauh jaraknya ketimbang lewat Pasuruan.

Ini nih foto-foto lengkapnya, Semua foto ini diambil dari jerih payah Kang Yayat 🙂

Taman Nasional Bromo Tengger dari Pananjakan
Foto Sejuta Umat: Taman Nasional Bromo Tengger dari Pananjakan
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Ndaplang! 😀

 

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
After Wedding? 😀
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Berubah! Kondisi Bromo terupdate setelah meletus beberapa saat lalu
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Persimpangan

NB: Per Desember 2012 Mobil pribadi dilarang masuk ke lautan pasir Bromo. Bagi pengguna mobil pibadi bisa nyewa Jip. Dengan Jip ini penyewa bisa memilih tempat unik, Bromo – Pananjakan, Bromo – Pananjakan – Savana, atau Bromo – Savana

Bagi pengguna motor diharapkan hati-hati karena jalan tanjakan dari lautan pasir menuju Pananjakan berubah menjadi beton halus serta tikungan tajam, maka Waspadalah! kata Bang One 😀

*Map diambil dari www.gunungbromo.indonesiatravel.biz