Kopdar mimpi

“Kopdar itu seperti mimpi”

Begitu yang Teh Nchie ucapkan saat saya diajak Pakde dan Bude mengantarkan Teh Nchie ke Hotel sepulang dari kopdar hari Sabtu kemarin.

Apa iya sh kopdar itu seperti mimpi?

Dan sebegitu hebatkah aura tulisan hingga menciptakan sebuah kedekatan emosional yang seolah seperti minyak jelantah bekas dipake goreng ikan asin yang biarpun warnanya hitam jelek tapi rasanya tak kalah nikmat dengan makan lontong kupang bila disandingkan dengan sambal terasi!

Kopdar dengan teman yang dikenal hanya lewat tulisan di blog juga ibarat orang tidur lalu mimpi yang tiba-tiba aja sudah berada di Inggris dan duduk berdampingan dengan Kate!

Dimana disana Kate menjamu dengan aneka hidangan lezat yang diiringi kilatan blitz kamera!

Tengok kamera sana – tengok kamera sini, senyum dikamera sana – senyum dikamera sini, piss dikamera sana – piss dikamera sini, cibi-cibi dikamera sana – cibi-cibi dikamera sini, setelah itu tiba-tiba para paparazi itu ikut foto bareng sambil bercibi-cibi ria..

Ternyata kopdar itu juga seperti berkaca di cermin yang buram! Sungguh memiliki banyak perbedaan antara tulisan yang dibaca dan pembawaan orangnya. Kadang saat membaca tulisan diblognya terkesan rame, tapi begitu ketemu ternyata orangnya pemalu dan kalem (seperti saya) 😀 , betapa sebuah fotomorgana!

Tapi itu tidak berlaku untuk Teh Nchie. Teh Nchie tulisannya ramek , status-status di facebook juga rame tapi begitu ketemu orangnya, rame juga!

Ditambah lagi Gaphe yang seperti om jin, lama gak muncul tiba-tiba dengan gaya natural seperti tanpa dosa muncul lagi dipermukaan, membuat gerrr suasana kopdar. Kehadiran Mas Insan dan Mas Ridwan yang konon akrab di warung blogger yang hobi timpal-timpalan komentar dengan Teh Nchie juga turut memeriahkan suasana..

Sebuah pembukaan acara kopdar yang mengagetkan ketika Pakde Cholik membuka pertanyaan dengan hadiah memberi uang sebesar 500.000 untuk menjawab tantangannya.

“Yun, kamu mau uang 500ribu, nggak?” Nadanya serius tanpa senyum dan tanpa kode.

“Hmm.. mau Pakde!” Dasar saya orangnya mata duitan, langsung saja setuju. Padahal dalam hati sempat curiga, jurus apa lagi yang Pakde keluarkan. Dan dari penglihatan saya Gaphe juga cukup tertarik untuk ikutan, iya kan Phe?

Suasana Resto Park Cafe yang sabtu malam itu rame yang sama sekali jauh dari sahdu dengan campuran bunyi gesekan piring-sendok diiringi obrolan bak suara lalat mendengung yang sesekali ada ledakan tawa membuat penasaran kami semakin mencekam.

“Tapi ada syaratnya..” lanjut Pakde

“Apa itu?” tanya saya nyengir. *dalam hati keplok-keplok, awas hati-hati ada jebakan*

“Syaratnya kamu harus teriak kencang sambil bilang “Woi semua diam!”

Glodak!! lemes deh.. Tuh kan saya bilang juga apa.. hati-hati dengan tanda bintang haha..

Kopdar dengan Teh Nchie, image pakde Cholik
Kopdar dengan Teh Nchie, image pakde Cholik

*Kesimpulan: Setelah melewati begitu banyak fase, begitu banyak ketemu teman blogger, dan begitu banyak perbedaan-perbedaan antara tulisan dan wujud aslinya, 99,99% blogger itu narsis sodara!*

Jajanan anak

Seperti halnya sifat anak-anak yang lucu, unik dan aneh, jajanan anak-anak pun juga begitu. Coba perhatikan saat melewati depan sekolah TK atau SD, disana ada berjajar penjual jajanan anak-anak yang beraneka rupa, aneh, unik tapi juga murah.

Waktu zaman SD saya dulu saya sering menemui jajanan aneh-aneh yang menurut saya unik. Seperti gulali. Gulali saat zaman saya dulu ditaruh disebuah loyang atau semacam mangkok lebar yang bentuknya sudah padat. Bila ada yang beli, si mbah penjual gulali terlebih dahulu menjewer gulali dari loyang sedikit demi sedikit lalu ditempelkan pada sebuah ujung lidi sehingga nanti ujung lidi yang lain digunakan sebagai pegangan. Nantinya jeweran-jeweran gulali itu akan berbentuk seperti gumpalan benang ruwet. Persis permen yang dikemas secara konvesional dan sederhana.

Bila dilihat cara menjewer padatan gulali itu sepertinya keras. Buktinya saat saya perhatikan ketika menjewer gulali urat-urat tangan si mbah itu keluar semua. Yang saya heran dengan si mbah penjual gulali, kenapa gulali-gulali itu harus dibiarkan padat diloyang, dan kenapa tidak dicetak satu-satu dengan lidi, jadi kalau ada yang beli tinggal kasih aja. Tapi yah itulah uniknya jajanan anak-anak.

Lain hari ada penjual gulali baru. Tapi bukan si mbah. Kali ini penjualnya lebih kreatif. Dia membawa cetakan kotak sebesar sabun mandi yang ditengahnya ada bentuk jagung, mobil, mawar, nanas dan lain sebagainya. Nah disini bila ada anak-anak yang ingin membeli gulali diperbolehkan memilih bentuk yang mereka suka. Nantinya si penjual akan mencetak gulali dengan cara menjepit gulali diantara 2 kotak sabun yang ditengah-tengahnya terdapat bentuk cetakan yang sama, sehingga hasil jadinya seperti 3D. Lucu dan bagus sekali! Misalnya saya ingin bentuk jagung. Maka si penjual akanmenaruh sejumput gulali lalu ditaruhnya ditengah-tengah 2 cetakan yang didalamnya ada bentuk jagungnya.

Cetakan Gulali modern, image dari google
Cetakan Gulali modern, image dari google

Dulu saya paling suka dengan gulali ini karena menurut saya rasa manisnya lebih enak ketimbang permen sugus. Namun sayang sekarang sudah tidak pernah lagi saya menemui penjual gulali seperti ini. Atau mungkin sayanya saja yang jarang memperhatikan jajanan anak-anak.

Tapi sekarang saya sedang tidak menceritakan gulali, saya mau menceritakan tentang jajanan aneh. Entahlah barangkali teman-teman pernah menemuinya atau tidak yang jelas jajanan ini juga saya temui ketika SD dulu dan sekarang masih ada yang jual.

Beberapa minggu lalu saat saya ke Taman Bungkul saya menemui jajanan ini. Awalnya saya menyebutnya brondong yang dikasih parutan kelapa plus dicampuri gula dan garam, walau saya sendiri tidak yakin dengan bentuknya yang lebih kecil dari brondong jagung.

Ketika itu mbak Sandy, mamanya Bella, tanya kesaya itu makanan apa? Saya bilang itu makanan seperti brondong tapi rasanya enak banget. Saya bisa nyebut enak karena waktu SD dulu saya suka beli makanan ini. Untuk menjawab penasarannya mbak Sandy saya mencoba membelinya sambil bernostalgia.

Sambil si Ibu memarut kelapa saya tanya apa benar makanan ini dari jagung. Si Ibu bilang bahwa makanan itu bukan brondong jagung tapi orean. Orean? Makanan apa itu?

Kata si Ibu orang di desanya (dari Lamongan) menyebutnya Orean, tapi orang Madura menyebutnya bulir. Katanya bentuk aslinya lebih kecil dari jagung. Sewaktu saya tanya apakah seperti kedelai, si Ibu bilang masih lebih kecil dari kedelai.

Jajanan ini bentuk jadinya seperti popcorn mini. Popocorn imut lah pokoknya. Kueciil sekali. Orean mentah itu diproses sehingga berubah bentuk menjadi popocorn imut. Ibu itu sih tidak menjelaskan secara rinci cara prosesnya dia cuma bilang ada alat khusus untuk membuatnya menjadi seperti popcorn. Kalau menurut saya sih dioven soalnya gak ada bekas minyak disana.

Sebelum dicampur kelapa, orean itu rasanya hambar tapi ada manisnya dikit. Makanya supaya lebih nikmat dicampurlah kelapa parut lalu ditambahlah gula dan garam. Kenapa harus dicampur kelapa? Iya supaya orean agak basah dan gula garamnya bisa nempel. Dan rasanya? Hmm.. enak, gurih kelapa, dan manis-manis asin. Tapi kalau sedang lapar tidak saya sarankan jajan yang beginian soalnya percuma, biar habis berbungkus-bungkus pun perut nggak akan bisa kenyang. Yang ada malah melembung hihi..

Dari wawancara saya dengan si Ibu, dia bilang bahwa orean ini pohonnya lebih mirip jagung namun buahnya ada diatas. Dan panennya setiap bulan 7. Dari hasil panen itu oleh si Ibu ditimbun sebagai stok untuk persediaan sampai panen berikutnya.

Malah kata si Ibu para petani orean di kampungnya pernah diliput oleh stasiun TV swasta lho! Sayangnya saya tidak menemukan bentuk mentah orean atau bulir di mbah google..

Kalau bentuk matangnya seperti ini:

Jajanan Anak

jajanan anak
Orean yang sudah dicampur kelapa parut, dimasukkan ke dalam kantong plastik. Harganya murah meriah aja mau beli 1000 juga boleh 😀