Kredit Elektronik
Cerita Yuni,  Keuangan

Baik sama tetangga, pengajuan kredit di ACC

Tadi siang ketika duduk-duduk didepan rumah Ibu saya didatangi seorang laki-laki. Penampilan laki-laki itu biasa layaknya orang lewat. Berjaket, berambut gondrong ikal setengah kemerahan. Dengan sopan laki-laki itu bertanya kepada Ibu saya:

“Nuwun sewu, Bu. Ndherek tanglet (numpang tanya) rumah yang dipojokan gang yang berpagar hijau itu rumahnya Bu Fulan sendiri ya?”

Ibu saya yang sedang membersihkan daun pisang menoleh lantas berpikir sejenak. Mungkin heran kenapa tiba-tiba ada orang datang dan ujug-ujug menanyakan status rumah orang.
Masih berpikir Ibu saya bertanya balik, “rumah pojokan yang mana Mas?”

Kebetulan saat itu saya sedang nonton TV didalam. Dari kaca riben saya bisa memperhatikan penampilan orang asing itu dan mendengarkan pembicaraan secara seksama. Sama seperti Ibu, saya juga berpikir, rumah pojokan gang berpagar hijau itu yang sebelah mana..

Mendengar beberapa kali obrolan antara Ibu dan laki-laki itu tampaknya belum juga menemukan rumah mana yang dimaksud, dan Bu Fulan siapa yang dimaksud. Untuk membantu Ibu sekaligus memperjelas obrolan akhirnya saya ikutan nimbrung.

“Nik, rumah pojokan gang yang pagarnya hijau itu rumahnya siapa?” tanya Ibu begitu melihat saya keluar.

“Rumah Bu Felani (bukan nama sebenarnya) mungkin, Bu”
“Yang suaminya sudah meninggal” tanya si Mas menambahkan keterangan.
“Oh, iya rumahnya Bu Felani itu Bu..” kata Saya
“Emang rumahnya Bu Felani, pagarnya hijau?” tanya Ibu.
“Kalau tidak salah ingat, Iya..”

Agar makin jelas si Mas menunjukkan ke saya “Sini deh Mbak, saya tunjukkan rumahnya..”

Saya dan Laki-laki itu berjalan ke arah tengah gang untuk melihat posisi rumah yang dimaksud. Dan memang benar yang dimaksud laki-laki bernama Bu Fulan ya Bu Felani itu. Kebetulan jarak rumah saya dan rumah Bu Felani agak jauh tapi masih lingkup satu RT.

Sambil berjalan balik saya lantas menebak-nebak maksud kedatangan laki-laki ini. “Mas, surveyor, ya?” tanya saya.

“I.. Iya Mbak..” jawabnya gagap. Mungkin salah tingkah karena saya bisa menebak maksudnya. Padahal mestinya identitas surveyor tidak boleh diketahui orang lain, lebih-lebih tetangga yang akan ditanyai. “Mbak kok tau?” tanya Mas itu lagi.

“Ya.. sekedar tau” jawab saya sambil senyum misterius. “Surveyor Adir*?” tanya saya lagi.
Tampaknya pertanyaan yang kedua ini membuat Masnya lumayan kaget. Terlihat dari raut mukanya yang memerah. Senyumnya pun tampak kalau salah tingkah. “Emang Bu Felani mau kredit laptop, Mas?” lagi-lagi pertanyaan saya menghunjamnya.

“Iya Mbak..” mukanya makin memerah. “Kok Mbak tau semuanya?”
“Yah.. sekedar tau aja Mas..” jawaban yang saya kasih masih sama.

Sebetulnya saya sudah tau sejak awal kalau dia itu surveyor. Dari pertanyaan pertama yang ditanyakan ke Ibu tentang status rumah Bu Felani itu sudah cukup menjawab kalau dia itu sedang menyurvei calon pengaju kredit.

Dan kesempatan inilah yang akhirnya menjawab pertanyaan saya selama bekerja di toko komputer dulu yang juga melayani kredit melalui leasing. Bukan ingin menjelekkan prosedur suatu leasing namun yang menjadi keheranan saya adalah cara surveinya.

Cara survei leasing Adir* ini tidak dengan mendatangi rumah pengaju kredit akan tetapi mereka bertanya kepada tetangga sekitaran rumah. Tentang status rumah sang pengaju kredit, pekerjaannya apa, punya anak berapa, dan lain-lain dengan bahasa halus ala orang ngobrol sehingga lawan bicaranya tidak sadar bahwa si surveyor ini sedang mengorek keterangan tetangganya sendiri. Dan karena saya tau kalau dia surveyor, pertanyaan-pertanyaannya saya jawab tentang yang baik-baik mengenai Bu Felani dengan tegas. Itu saya lakukan supaya pengajuan Bu Felani disetujui. Dan untung begitulah adanya meski sebetulnya saya tidak kenal-kenal banget siapa Bu Felani. Andai satu kata saja saya melontarkan kalimat meragukan, bukan tidak mungkin Surveyor itu me-reject. Sebab saat bertanya surveyor tak hanya mencari jawaban, tetapi juga gelagat yang diberi pertanyaan.

Meski tidak pernah secara langsung terlibat dengan surveyor kredit elektronik tapi saya hanya mengaitkan pengalaman yang lalu-lalu. Seperti yang sudah-sudah, selama bekerjasama dengan leasing ada banyak kejadian tidak mengenakkan yang saya temui. Kejadian yang mestinya hubungan antara leasing dan customer, mau-tidak mau pihak toko turut terlibat juga. Salah satunya adalah customer yang telpon marah-marah karena pengajuan kreditnya tidak ada kabar sama sekali. Di ACC atau di reject. Sebagai pihak toko, saya pikir itu tugas leasing memberi info ke customer, ternyata tidak, kalau pengajuan customer reject, maka customer sama sekali tidak diberitau.

Sebagai penjual, tentunya saya juga ingin semua customer di ACC. Agar saya tau status-status customer, melalui sales leasing saya selalu minta hasil surveinya. Dari situlah saya dapat jawaban ACC/Rejectnya customer. Sebagai pelayanan maka tugas saya merangkap memberi info status kepada customer. Kasihan kalau mereka menunggu lama yang kemudian ternyata DITOLAK!

Yang jadi permasalahan adalah customer selalu marah-marah kalau saya kabari bahwa pengajuannya direject. “Lho kok bisa reject, lha wong saya belum disurvei kok direject!” begitu selalu. Jelas dan wajar jika customer marah, nyatanya memang mereka tidak pernah disurvei dan tau-tau pengajuannya ditolak. Siapa yang gak sakit hati? Kecewa pasti.

Jadi, buat teman-teman yang mau, atau akan mengambil kredit melalui leasing, seperti itulah gambaran kerja surveinya. Dan pelajaran moral yang bisa dipetik disini adalah berbaik-baiklah sama tetangga, siapa tau suatu saat nanti ada surveyor datang dan mengorek keterangan tentang kalian. Sst.. siapa tau yang survei ternyata calon mertua 😀

9 Comments

  • prih

    Jeng Yuni, tolong nitip nama ya Jeng, nanti kalau ada surveyor nanya2 ke Jeng Yuni untuk ajuan kredit saya…..
    Trim Jeng berbagi info cara kerja ajuan kreditnya.
    Salam

  • Indra Kusuma Sejati

    Tahu aja si Mba Yuni pekerjaan yang satu ini. Tapi ngomong-ngomong cara kerjanya sama ga ya sama yang di Jakarta Mba ? Sst…… jangan bilang-bilang kalau saya mau ambil kredit ya….. he,, he, he,,,

    Salam

  • Yudith Dharmawan

    Perkenalkan, saya adalah salah satu Surveyor pusat kredit elektronik di daerah Tangerang. Blog ini sangat menarik dan jarang ditemui tulisan seperti ini. Menurut pengalaman saya memang sebelum sampai ditempat yang dituju alangkah baiknya surveyor bertanya kepada para tetangga. Terlebih lagi kepada nasabah/konsumen yang tinggal di rumah kontrakan. Ini berguna untuk meminimalisir resiko barang dibawa pergi/pindah tempat tinggal, walaupun tidak semuanya orang yang ngontrak 100% selalu berpindah2. Biasanya keterangan tetangga lebih valid ketimbang dari keterangan konsumen itu sendiri walaupun hanya berkisar 70% – 90% yang bisa kami percayai. Saya pernah punya pengalaman mensurvei konsumen. Ketika saya bertanya kepada tetangganya (sebelum ke rumah konsumen) dijawab ” dia tinggal disitu baru 7 hari karena rumahnya yg di jakarta kebanjiran”. Namun ketika saya datang ke rumah konsumen, ternyata konsumen mengaku sudah 6 bulan tinggal disitu.
    Kami tidak menyalahkan konsumen yang sedikit berbohong karena alasan agar pengajuan kreditnya di ACC. Namun kami mengingatkan, alangkah lebih baik jika pertanyaan dari surveyor di jawab dengan sejujur2nya walaupun itu memiliki resiko pengajuan kredit yang di reject/tolak. Tapi kami sangat menghargai jawaban yg jujur dari konsumen. Saya pribadi apabila ada tetangga yang mengajukan kredit dan bila kebetulan surveyor itu bertanya2 kepada saya, jujur saya akan menjawab sejauh yg saya ketahui tentang tetangga saya tersebut tanpa bermaksud memberikan kesan negatif kepada surveyor itu karena saya menyadari tugas dan tanggungjawab surveyor lebih berat diantaranya : selama 6 bulan pertama, kelancaran pembayaran angsuran dipantau oleh sang surveyor. Apabila terjadi hal2 negatif (mudah2an tidak sampai terjadi) misal : konsumen kabur, dalam hal ini surveyor yang bertanggungjawab dalam pembayaran hingga lunas.
    Inilah mengapa dikatakan PENTING dan mendapatkan Prioritas utama dalam analisis kredit. Minimal kami tahu dan jelas mengenai status tempat tinggal dan karakter konsumen tersebut. Demikian sedikit komentar yang bisa saya berikan. Terima Kasih

    • yuniarinukti

      Terima kasih Mas Yudith atas apresiasi yang diberikan. Saya senang dengan komentar ini yang begitu gamblang menjelaskan lika-liku pekerjaan surveyor. Persis seperti yang pernah dicurhatkan seorang teman surveyor kepada saya bahwa memang begitulah resiko menjadi seorang surveyor. Bahkan karena ulah konsumen yang gak mau bayar pun toko saya sampai kena blacklist oleh leasing. Tak hanya surveyornya yang disuruh ganti, tapi toko juga kena getahnya. Saat mendengar kabar itu saya selaku marketing kecewa juga, sih, kenapa harus toko terkena imbas, bukankah yang melakukan survey dari pihak leasing. Lalu kenapa toko disalahkan?
      Tak bisa disalahkan juga, karena memang customer kredit sekarang banyak yang “nakal”. Rumah baru dihuni seminggu, bilangnya 5 tahun. Rumah status kost, dibilang rumah sendiri. Pada kenyataannya hal-hal seperti ini menjadi pekerjaan saya juga. Tanpa niat suudzon, saya jadi belajar gelagat dan karekter konsumen yang bohong dengan memberikan data-data yang tidak sesuai. Kalau memang tidak sesuai, data itu akan saya tahan dan tidak saya masukkan leasing agar gara2 data ‘jelek’ begitu menjadi masalah antara marketing leasing dan marketing toko. Terus terang saya juga ingin membantu marketing leasing menutup target, tapi bagaimana caranya agar kedua belah pihak tidak dirugikan.
      Mengenai kejadian diatas, pada intinya saya ingin membantu Mas surveyor dan membantu tetangga saya supaya di ACC pengajuannya. Untungnya tetangga saya orangnya gak neko-neko sehingga saya bicara apa adanya. Tapiii kalau tetangga saya ‘bermasalah’ saya juga tak segan bilang “jangan” sebab kasian nanti surveyornya, harus nanggung uang angsuran tersebut.
      Sekali lagi terima kasih penjelasannya 🙂

  • Tri

    Mas yudith..klo survay ke tetangga memangnya yg mau bayarin angsuranya tetangga y?kan yg mau bayar kita..dan rata2 tetangga pasti kasih info yg gk akurat..cara kerja yg kurang prof menurut saya

Leave a Reply to prih Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *