Koran
Cerita Yuni

Mau acara diliput, beli koran 1000 exp!

Seperti yang sudah pernah saya share di wall FB dan grup Kumpulan Emak Blogger (KEB), bahwa bulan Mei ini kota Surabaya kejatahan tempat Arisan Ilmu.

Senang? Tentuu, kapan lagi bisa bertemu, silaturrahmi, dan kumpul-kumpul bersama teman-teman blogger. Masa iya harus nunggu halal bi halal dulu supaya bisa kumpul-kumpul. Obat kangen mahal harganya, Bune..

Usai berunding-runding manis, kami mendapat keputusan bahwa Arisan Ilmu diadakan di Taman Flora Surabaya alias Kebun Bibit Bratang. Alasan kami memilih Taman Flora sebagai lokasi arisan ilmu adalah tempatnya yang luas, suasananynya sejuk, pepohonannya rindang, juga dilengkapi area bermain anak. Saya yakin kami akan terlihat seperti mahasiswa muda genius yang sedang mendiskusikan hasil penelitian. Ide cemerlang!

Tung itung itung, Emak dan anak sama-sama untung. Sementara Bapak buntung dulu yaa kali ini dapat tugas jagain anak main hihi..

Jauh-jauh bulan rencana yang kami susun aman jaya. Bahkan kami sama sekali tak dipusingin soal tema dan pembicara. Emak-emak Surabaya gitu lho.. semua serba dibuat gampang!

Apa bingungnya? Tempat sudah, tema ada, pembicara bersedia, makanan udah bawa sendiri-sendiri, apa lagi?

Untuk materi bisalah di atur-atur. Rencananya materi nanti akan di fotocopy sebanyak peserta yang hadir. Maklumlah karena gak ada projector, jadi kita pakai sistem analog.

Tapiii.. begitu banner arisan ilmu itu di share di grup, apa yang sudah didiskusikan secara matang harus di set ulang lagi dari awal. Bayangan 15 orang duduk bergerombol dengan cantiknya di bawah pohon pinus, harus digusur ke lokasi yang lebih strategis. Yap, mau tak mau harus menggunakan pendopo sebab peserta yang daftar diluar ekspetasi kami. Yang sudah tercatat hingga hari ini hampir 3 kali lipat, Insya Allah akan bertambah lagi.

Tapi bukan soal itu yang mau saya tulis disiniiii!!
Pembukanya terlalu bertele-tele, sih ini! ๐Ÿ˜€

Ini soal tawaran publikasi media cetak ternama di Indonesia.

Pagi hari, sekonyong-konyong ada yang menghubungi saya ngajak ketemuan untuk membahas liputan arisan ilmu. Siapa mau nolak kalau acara sekeren Arisan Ilmu di liput oleh media massa yang oplahnya saya yakin lebih dari ratusan ribu ekslempar. Iseng saya browsing oplah koran itu sehari mencapai 500.000 ekslempar!

Tebakan saya orang yang nelpon pagi itu adalah jurnalis event, atau jurnalis lifestyle yang sedang membutuhkan berita. Karena saya orangnya baik yang nggak pernah buang duit di jalan, apa salahnya kalau ada jurnalis mau ngeliput? Itung-itung bantu jurnalis dapatin berita. Mau ngeliput ya sana liputen sak mblengermu! Mau foto-foto sampai njengking pun monggo.. sama-sama untungnya juga. Dia dapat berita, kami dapat publikasi. Adil, wes..

Rupanya tebakan saya salah. Bukan jurnalis event yang saya temui, tapi marketing event.

Jam 1 siang, sesuai kesepakatan, saya meluncur ke jalan Basuki Rahmad. Sebelum berangkat sengaja saya tidak makan dulu, supaya nanti bisa makan ayam goreng di sana. Nggak berharap di traktir sih, tapi kalau mau dibayarin juga saya gak nolak hehe..

Masuk ke dalam restoran saya bertemu 2 orang media, laki dan perempuan. Lalu dimulailah obrolan tentang arisan ilmu.

Apa adanya saya katakan bahwa Arisan Ilmu adalah acara komunitas. Acaranya nanti bla.. bla.. bla.. peserta yang datang sekian bla.. bla.. DAN tidak ada sponsor yang membantu.

TITIK.
Saya diam.
Orang media diam.

Saya tolah-toleh. Bingung. Kok 2 orang diam semua.

โ€œJadi gimana liputannya?โ€ tanya saya.

โ€œHmmm.. jadi gini mbak, saya kira acara Arisan Ilmu ini adalah acara wah. Saya ada proposal (sambil nyodorin amplop raksasa berlogo nama media) silakan dibuka. Di proposal ini bila mbak mau acaranya diliput, syaratnya harus membeli koran J*** P** sebanyak 1000 ekslempar seharga @Rp. 3.000,-โ€œ

โ€œ…… nanti mbak akan mendapat publikasi di kolom galeri Activity. Selain itu koran yang telah diorder tidak boleh dijual diluar kegiatanโ€ tambahnya.

Sekali lagi, yang bicara ini marketing event. Bukan jurnalis event.

Jangan-jangan waktu dia nelpon saya salah dengar. Perasaan sih nggak. Memang dia gak nyebutin jabatanya, jurnalis atau marketing. Di telpon bilangnya โ€œ… mau ngeliput acara..โ€.

Tapi tapi kembali lagi, dari awal mereka yang butuh liputan. Kalau ada yang butuh berita saya bisa terima, dan sifatnya untuk membantu. Toh, kolom yang ditawarkan adalah kolom ACTIFITY, satu kolom berisi foto dengan tulisan yang tak lebih panjang dari status FB. Jauuh.. jauh dari gambaran saya, yaitu tampil di halaman rubrik khusus wanita yang biasanya separuh hingga 1 halaman penuh.

Ini bukan soal bayar apa nggak, sungguh setelah ketemu marketing itu saya langsung membentuk opini bahwa apa-apa yang muncul di koran adalah berbayar! Tambah pengetahuan buat saya yang masih cupet tentang publikasi media.. lain kali kalau ngadain event dan ditawari publikasi harus tanya dulu, bayar apa gratis?

Tenaaangg urat sabar saya masih panjang, sepanjang kabel UTP yang bisa dipotong-potong sesuai kebutuhan tanpa meninggalkan keburukan signal internet, haha…

Usai ngobrol, dan merasa sudah tak ada lagi yang dibicarakan saya ijin pamit.
โ€œIni sudah, Mbak? Kalau sudah saya mau balikโ€ Habisnya nungguin dari tadi, gak ada sinyal-sinyal obrolan bakal ditutup. Malah pembicaraannya melebar kemana-mana..

Masalahnya saat itu perut saya sedang lapaar dan haus maksimal. Kok kayaknya nggak enak banget kalau saya pamit pergi tapi malah pindah meja. Jadi daripada nggak enak sendiri, saya keluar aja dari restoran dan nyari tempat makan lain yang lebih menentramkan. Minimal menentramkan kondisi dompet ๐Ÿ˜€

9 Comments

  • sari widiarti

    sebelum kasih nomor hp mbak yuni, temenku juga udah jelasin acaranya, kalau itu acara komunitas. Eh laaah ujung – ujungnya…

    tenang, meskipun tanpa liputan, acaranya tetep ramai kok *tsaaaah* ๐Ÿ˜€

  • Said Rahman (@bangsaid)

    Pengalaman saya kerja di Media Relation sebenernya kalau acara pengen diliput sih memang perlu kenal dan menjaga hubungan dengan para jurnalis. Minimal sebulan sekali lah ngajak makan bareng di resto mana gitu ๐Ÿ˜€ *ini jalan termurah.

    Kalau ngga ya gitu, nitip amplop setiap si jurnalis dateng

  • Akhmad Muhaimin Azzet

    Biasanya di media cetak ada ketentuan “jurnalis kami bekerja profesional, dilarang menerima imbalan dalam bentuk apa pun, termasuk amplop (dan isinya)” tentu ini untuk wartawannya. Lantas, bila sudah demikian, marketingnya boleh gitu ya melakukan nego semacam itu? Lagi pula, okelah yang nego marketing, apa nanti yang melakukan liputan marketing sendiri pho, lak ya wartawan juga tho. Bila memang begitu, hapus saja ketentuan yang biasanya tertulis di bagian bawah boks redaksi. Hapus saja, Bro! Hapus…!

    ***wee, lha ini saya ngomong sama siapa eee***

Leave a Reply to Ceria Wisga Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *