Keluarga

Ketika Blogger bertemu El

Di even Blogger Nusantara, ceritanya kami kebagian menginap di wisma 42 desa Tembi. Konon desa ini adalah desa wisata yang memiliki keindahan yang belum banyak diketahui orang. Di desa itu selain memiliki suasana pedesaan yang indah seperti sawah dan pepohonan bambu, disana juga terdapat cottage, rumah singgah yang bangunannya unik yang dibuat dari kayu dan ukiran dengan aneka perabotan ala desa yang terbuat dari anyaman. Di Tembi juga terdapat beberapa galeri seni lukis. Mungkin itulah mengapa Tembi dijadikan sebagai desa wisata.

Tiba di desa Tembi waktu sudah sangat larut. Kalau tidak salah sudah hampir jam 11-an. Rasa lelah dan penat setelah seharian mengikuti acara di Joglo Abang membuat kami semua ingin segera meluncur di pulau kapuk. Ditambah lagi perjalanan dari Joglo Abang menuju Tembi jaraknya lumayan jauh. Dan selama perjalanan itu saya tertidur pulas. Sama sekali nggak lihat jalan. Rasanya lama banget. Jaraknya sekitar Surabaya – Sidoarjo, mungkin.

Belum lagi ketika sampai digapura desa Tembi kami diharuskan registrasi dulu di meja panitia yang terletak di depan masjid yang jaraknya kurang lebih 200-300 meter dari gapura. Sudah mata ngantuk, lelah, payah, dan capek. Mana pula harus gendong-gendong ransel segala. Ransel yang berat karena ada laptop, adaptor, dan pakaian ganti selama 3 hari.

Setelah registrasi saya dinyatakan menginap di wisma no 42. Telisik punya telisik, letak wisma ini tak seberapa jauh dari gapura yang tadi kami lewati. Sudah jalan ke pojok lalu harus balik lagi ke depan. Ini kenapa persis setrikaan, sih.. 😀

Walaupun ke wismanya diantar sama salah satu panitia, tetap aja saya harus gendong ransel. Beberapa teman yang lain juga ada yang narik-narik tas trolli yang menimbulkan suara berisik ‘glodak-glodak’ melalui jalanan batako. Karena saking capeknya kali, sampai suara trolli mereka seperti tidak bersemangat.

Masuk ke dalam wisma kami langsung sibuk mencari tempat yang paling nyaman untuk dipakai beristirahat. Wisma yang kami tempati ini merupakan rumah penduduk yang kamar-kamarnya disewakan buat penginapan sementara para tamu. Mulai kamar tidur pemiliknya, hingga ruang keluarga sampai ruang tamu, semuanya diberi alas tikar dan bantal. Satu kasur bisa dipakai buat sendiri atau berdua. Seperti yang saya tempat misalnya, di dalam kamar itu terdapat 2 kasur. 1 kasur sempit, 1 lagi kasur lebar. Saya memilih kasur lebar, dan berbagi bersama Mbak Indah Juli. Sedangkan yang kasur sempit di tempati Mbak Erry sendiri. Di kamar sebelah ada Melly, Mbak Mechta, Mbak Esti dan entah siapa lagi. Pokoknya di wisma 42 itu ada Mbak Lies Surya, Mbak Fitri Rosdiani, dan masih ada blogger lain lagi.

Begitu masuk kamar, kami langsung antri di kamar mandi. Ada yang mandi, ada juga yang wudhu. Setelah semuanya bersih, dan bersiap untuk leyeh-leyeh di kamar, tiba-tiba kami lihat Mbak Lies membawa semangkuk mie kuah panas. kayaknya nikmat malam-malam dingin begini makan yang panas-panas.

Dan batallah niat leyeh-leyeh itu, gantinya kami ramai-ramai memesan indomie kepada Bapak tuan rumah. Sambil menunggu pesanan datang, kami berkumpul di salah satu ruang di dalam rumah itu ditemani teh panas yang sudah disediakan.

Beberapa saat menunggu, datanglah mie pesanan kami. Wajah-wajah yang sebelumnya terlihat payah kini sudah kembali riang. Begitu mie pesanan itu datang saya langsung bergairah. Bukan.. bukan gairah karena melihat semangkuk mie panas. Malah, ketika mangkuk mie itu diterima Mbak Erry dari samping kiri, saya sama sekali tak melihat mangkuknya atau mienya. Tapi saya melihat muka innocent sang pengantar indomie itu..

“El.. el..!” seketika saya berteriak sambil nunjuk-nunjuk si pengantar yang sudah menghilang dibalik tembok untuk mengambil mangkuk lainnya. Teriakan saya pelan aja walau sebetulnya begitu antusias. Andai itu bukan rumah orang barangkali saya sudah langsung teriak-teriak histeris. Hanya saja saya cuma.. hmm.. cuma menjaga harkat dan martabat saya sebagai seorang perempuan *cuih*

Melihat saya teriak-teriak begitu Mbak Erry, Mbak Mechta dan Mbak Esti bingung lihat saya. Dipikirnya mungkin saya kerasukan setan dan menggumam: “ini anak kenapa, sudah malam buta teriak-teriak nyebut nama anak Ahmad Dhani”

“Eh, beneran tadi mukanya seperi El. Ganteng banget!” saya berkata kepada Emak-emak yang ada disitu.
“Yang mana?”
“Yang ngantar Indomie tadi itu.. ntar ya kalau dia datang lagi”
“Masak sih..” para Emak sudah mulai kepo.

Gak tau kenapa waktu melihat cowok itu otak saya langsung nyebut nama El. Untung saja waktu itu gak nyebut nama Bapaknya 😀

Hiya, yang ditunggu akhirnya datang juga.. Mas El dengan 2 mangkuk indomie di tangan sedang menyerahkan kepada Mbak Erry. Dan bukannya segera diterima mangkuknya, mereka malah sibuk melihat mukanya Mas El. Kali ini disaksikan oleh Melly dan Mbak Lies.

Adegan selanjutnya adalah heboh ngomongin tentang kegantengan Mas El. Mereka, para emak-emak, histeris membabibuta.

“Itu sih.. Mas El sebelum naik ring tinju” jerit Mbak Esti
“Eh, mukanya seperti si Beiber dong..”
“Iya.. iya.. lihatin model sisirannya, miring gitu, ala ABG bangeet..”
“Ih, gilak bibirnya, merah cui…”
“Poto yuk poto..”

Saat Mas El nganterin mangkuk untuk ketiga kalinya, kami semua, penghuni wisma 42 sudah bergerombol menunggu kedatangannya. Apalagi kalau bukan untuk menyaksikan kebenaran akan gosip Mas El yang tingkat kegantengannya di atas rata-rata paras orang Jawa.

“Hmm.. Mas El. Maaf ya aku recokin sebentar. Boleh minta fotonya, nggak?” Tanya Melly dengan gaya lembutnya merayu Mas El.
“Boleeeeh..” sahut Mas El kalem sambil duduk disamping Mbak Erry yang kemudian disambut grrr ala Emak-emak.

“Ih, yang minta foto kan Melly, tapi kok duduknya milih dekat Mbak Erry, sih..”

Ternyata, prosedur minta foto sama orang ganteng di Yogja itu tidak rumit. Buktinya sekali ngomong langsung dikasih hihi.. Catat ya, itu tadi pelajaran moral paling penting kalau lagi datang ke Yogja 😀

Daaan.. rame-ramelah kami foto sama Mas El..

“Mas El, asmani pun sinten?” tanya Mbak Esti dengan gaya lembeng persis Ibu-ibu sedang mencari menantu buat anaknya.

“Denada.. ” jawabnya. Iihh… suaranya empuk bangeeet. Andai engkau rainbow cake, mungkin sudah kukunyah dengan sepenuh hatiku..

Habis sudah pesanan indomie diantarkan oleh Mas El. Tapi kami masih ingin ketemu Mas El lagi.

Caranya gimana yaa.. harus cari alasan lagi nih supaya Mas El hadir lagi diantara kami.

“Oh ya pinjem garpu!” satu suara pelan yang terdengar diantara kami lantas diamini bersama-sama

“Mas El, boleh pinjem garpu, gak?” manggilnya tetep Mas El.

Hanya dijawab senyuman oleh Mas El dan dia langsung beranjak dari kami. Ganti kami yang terkikik-kikik menahan tawa.

Beberapa saat kemudian..

“Ini Mbak garpunya..” terdengar suara ngebass

Mendengar sesuatu yang tak biasa kami semua langsung mendongak. Lho, kok ganti Bapaknya yang muncul. Lah Mas El nya kemana..

Usut punya usut ternyata Mas El sedang bercengkerama diluar. Entah malu telah di goda sama Emak-emak atau bagaimana sehingga dia nyuruh Bapaknya yang kasih garpu.

Ah.. malam ini begitu indahnya. Segala capek dan lelah hilang seketika setelah ketemu sang pujaan baru, Mas El Denada.

Yang paling nggak bisa habis tertawa lagi adalah ulah Mbak Lies Hadi yang mau berangkat tidur sempat pamitan dulu sama Mas El. Dengan gaya khasnya kami semua tertawa terpingkal-pingkal.

Selamat tidur Mas El, mimpikan aku dalam tidurmu… *uhuiii*:D

Yang penasaran dengan mukanya Mas El, ini lho dia

Mas El diantara para Emak Foto dapat dari ngubek-ubek FBnya Melly :D
Mas El diantara para Emak
Foto dapat dari ngubek-ubek FBnya Melly 😀

30 Comments

Leave a Reply to yuniarinukti Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *