Hiburan

Geliat bisnis film dan peluang blog film di Indonesia

Beberapa bulan lalu saya mendapat setumpuk voucher nonton dari seorang teman. Saya tak bisa menyebutkan nama teman itu tapi yang pasti beliau seorang blogger yang sangat baik hati dan telah rela memberi saya peluang nonton bioskop gratisan hehe..  Makasih Mas I***, tau aja kalau saya suka nonton bioskop gratisan hehe. Karena vouchernya setumpuk dan nggak mungkin saya habiskan sendiri, meskipun tidak tercetak tanggal kadaluarsa, voucher itu saya bagi-bagi lagi ke teman-teman blogger. Asas Demokrasi, dari blogger, oleh blogger, untuk blogger.. 😉

Bersama Edward Akbar dan Karina Salim, pemain film Mantan Terindah
Bersama Edward Akbar dan Karina Salim, pemain film Mantan Terindah

Jujur saja, bila ditanya suka nggak nonton bioskop, saya akan jawab jujur, bisa suka bisa tidak. Tergantung situasi dan kondisinya dulu. Suka jika kondisinya dapat free pass, tidak suka bila nggak ada free pass, nggak ada undangan nobar, dan nggak ada acara meet n greet. Norak banget yah haha.. intinya sih nggak mau nonton bioskop kalau bayar pakai uang sendiri hihi..

Jika dirasa-rasa harga tiket bioskop memang tidak begitu mahal. Di Surabaya ratenya berkisar Rp. 35.000,- hingga Rp. 50.000,-. Setaralah dengan harga buku. Kalau nonton sendiri harga segitu masih wajarlah ya, tapi kalau nonton berdua, dihitung-hitung lagi kok sayang banget sama duitnya. Mari kita hitung berapa habis duit kalau nonton bioskop berdua, mungkin bisa habis Rp. 130 rb – 200 rb dalam rentang waktu 2-3 jam! Rinciannya, antara 70ribu – 100ribu untuk tiket bioskop, ditambah 60rb – 100rb buat beli minum dan popcorn.

Bagi seorang istri seperti saya, dari pada uang segitu habis buat nonton bioskop mendingan buat beli beras *tipikal Ibu-ibu rumah tangga banget* 😀 kalau disuruh milih bila ada uang segitu mendingan saya buat beli buku. Buku bisa dibaca diulang-ulang, tanpa ada iklan, dan ceritanya lebih detail. Toh saya juga nggak gila-gila amat sama film bioskop. Akan beda pemikirannya bagi mereka yang memang suka banget nonton bioskop. Jadi jangan bandingin saya dengan mereka, ya.. 😉

Tetapi kenapa tiba-tiba bandinginnya dengan buku?

Tau sendirilah kondisi film Indonesia sekarang ini, mereka lebih banyak diadaptasi dari novel atau kisah nyata dari buku (yang konon) best seller. Sudah sering terbukti, beberapa kali buku yang difilmkan dapat mendulang jumlah penonton yang angkanya fantastis. Katakanlah film Ayat-Ayat Cinta, 5 cm, 99 Cahaya di langit Eropa, dan yang terbaru film Hijab yang sebagian besar ceritanya diadaptasi dari buku Hijab Storynya Saskia Adya Mecca. Dan saya rasa untuk tahun 2015 ini trend film Indonesia menurut saya masih sama seperti 2 tahun belakangan, yaitu fenomena buku difilmkan.

Mengenai bisnis bioskop sendiri memang masih menguntungkan di area Ibukota. Bisa kita lihat bagaimana perkembangan Mall di Ibukota seperti di Surabaya, contohnya. Saya perhatikan setiap dibangun Mall, selalu ada studionya. Sangat berbeda dengan daerah yang minim pertokoan sehingga menahan pengusaha membuka usaha perbioskopan disana. Kalaupun ada kemungkinan hanya 1 -2 Mall saja di Kabupaten. Memang keadaan itu dapat membunuh harapan mereka menonton bioskop, tapi toh mereka tak lebih canggih dengan orang Ibukota, yaitu memanfaatkan streaming, membaca ulasan-ulasan di internet atau malah download dari youtub. Itulah mengapa banyak sekarang ini blogger film bertaburan. Selain meningkatkan trafik pengunjung, banyaknya blogger film di Indonesia jumlahnya tak sebanyak blogger travelling. Itu berarti masih banyak peluang yang bisa didapatkan dari blog, salah satunya bikin blog dengan niche film *mulai, otak bisnisnya muncul*

Karena kesulitan mendapatkan studio, saya juga tak bisa bilang seperti apa antusiasme komunitas film di daerah. Namun yang saya tau mereka cukup antusias bila ada film baru yang menggebrak dunia perbioskopan. Mereka tak segan datang ramai-ramai ke Ibukota sekedar untuk nonton bareng. Cara ini pun menjadi momen ampuh terciptanya sebuah komunitas sehingga bila sewaktu-waktu ada niat nonton bareng lagi mereka tinggal melakukan koordinir.

Nah kalau di daerahmu bagaimana, Sob? Sering nggak mangikuti nobar?

26 Comments

Leave a Reply to Yuniari Nukti Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *